Mohon tunggu...
Budhi Wiryawan
Budhi Wiryawan Mohon Tunggu... profesional -

mengikuti kemana darah ini mengalir....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tiga Perempuan Bernama Bunga

11 Agustus 2016   11:10 Diperbarui: 12 Agustus 2016   00:49 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“ Buronan, perempuan bernama Bunga telah melarikan uang milyaran rupiah “.

 Di alenea kedua berita itu diterangkan: “Tak hanya itu saja, perempuan yang ditengarai suka menggoda suami orang itu, akan bertindak apapun sesuai dengan insting jahatnya. . Siapapun yang penah berkorespondensi dengannya, dengan mudah akan diseretnya masuk dalam pusaran persoalan.”

 Aku seperti dihadaplkan pada pusaran persoalan baru.

Tak lama kemudian, perempuan ini mengirim foto dan pesan di ponselku. Alamak ! foto editan yang memperlihatkan pose yang seronok. Sialnya ada juga fotoku di situ dalam kondisi telanjang dada. Di bagian bawah foto itu tertulis :

 “Tunggu info berikutnya, jangan kaget...aku akan hadir di setiap detik-detik jantungmu dengn kabar yang lain”

 Galau dan rasa cemas yang dialami istriku, ternyata tak hanya firasat yang buruk, tapi ini telah menjadi kenyataan, meski aku merasa kejadian ini belum bisa aku gambarkan setelahnya.Namun saat ini aku seperti dihingapi firasat yang tidak enak juga.. Barangkali firasatku bisa jadi sama dengan firasat istriku sebelumnya.

 Hati-hati dengan nama Bunga. Hati –hati juga berselancar di media cyber. Jaman telah mengubah warna dan harum bunga, menjadi pesona, atau sebaliknya mengubah bunga menjadi bencana. Jangan percaya dengan slogan dan janji

Betapa kagetnya aku ketika kemudian wartawan sering mengontakku. Semula aku biasa saja tak menanggapi selentingan isyu yang tak sedap antara aku dan Bunga, istri dokter jiwa itu. Sebab aku sangat memahami posisiku sendiri. Namun selalu saja pertanyaan wartawan memancing-mancing soal affair dan bagaimana kepribadian perempuan tersebut. Namun sekali lagi pertemananku sebatas hanya di ruang maya, tak lebih dari itu. Meski jujur saja, aku sempat hampir larut dalam imajinasiku sendiri.

Konon perempuan ini telah menjual bualannya di hadapan penyidik, bahwa aku yang seharusnya menjadi korban kejahatan perempuan ini, berbalik, aku dituduh menjadi penadah beberapa produk haram yang dijadikan lahan sampingan perempuan ini. Ternyata polisi telah menemukan bukti, bahwa perempuan ini tak hanya bekerja sebagai sales kartu kredit, tapi juga pengedar narkotika.

“Ah menjadi sial hari ini, baru sebulan berteman dengannya, bukanlah wangi yang kudapat, tapi benar-benar bencana “ucapku lirih dalam hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun