"Bagi Rakyat, hidup itu tragedi. Bagi Penguasa, hidup adalah komedi." Apakah benar ungkapan tersebut? Jawabnya bisa iya atau tidak.
Kala penguasa dapat mempermainkan aturan hukum, moral dan etika sesukanya karena aturan tersebut dianggap hanya sekadar aksesori maka itu tragedi bagi rakyat.
Para penguasa hanya menjalankan kekuasaan berdasarkan kapital oriented yang hanya mengejar kapital mengembalikan modal "demograzy" yang besar. Biaya modal pilkada yang tidak akan kembali jika hanya mendapat gaji dan tunjangan resmi.
Apa yang akan dilakukan oleh kepala daerah, tentunya akan membolak balik kan aturan yang tidak taat  azas. Menganggap kemenangan dalam pilkada hanyalah sebuah transaksi ekonomi biasa, transaksi di warung kelontong. Dibeli dengan harga 40 ribu, lantas putus kewajibannya.
Putus kewajiban seorang bila lantas menang menjadi kepala daerah, putus tanggung jawab sebagai kepala daerah. Yang akhirnya tidak taat azas, dalam pengelolaan pemerintahan?Â
Jangan sampai terjadi Political and
Historical Accident dan merupakan tragedi bagi rakyat.
Apa itu taat azas?
Sebagai mana yang dimaksud dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI) ta*at a*sas  artinya tidak berubah dari ketentuan yang sudah ditetapkan; konsisten; bila diberi awalan ke dan akhiran an, ke*ta*at*a*sas*an mempunyai arti keadaan tidak mudah berubah dari ketentuan yang sudah ditetapkan;
Selain taat azas kita juga mengenal taat norma, taat aturan dan kata taat yang lain. Makna yang terkandung di dalamnya boleh jadi sama, tetapi beda dalam penerapannya yang tentu saja berbeda pula ketika orang menyikapinya.
Bila diurai Ketaatan dapat diartikan  kepatuhan atau kesetiaan terhadap sesuatu hal. Kepatuhan melaksanakan perintah, kesetiaan menjalankan perintah sebagaimana diamanatkan.
Lantas bagaimana dengan taat asas? Â Ketaatasasan adalah sebuah sikap yang tidak mudah berubah dari ketentuan yang sudah ditetapkan, sudah diputuskan dan disepakati.
Taat asas sangat dibutuhkan di era sekarang ini, di saat beragam kebijakan ditelorkan. Saat permasalahan bernegara maupun sosial masyarakat yang semakin komplek bahkan sangatlah kompleks.
Tetapi kompleksitas persoalan dapat diurai melalui sebuah peraturan dan ketentuan yang disepakati sebagai pedoman pelaksanaan.
Dengan norma tidak hanya terdapat petunjuk teknis pelaksanaan, juga  ikatan kepatuhan. Bukankah norma itu sendiri berupa aturan yang mengikat seluruh masyarakat yang bersangkutan dan taat asas.
Sebuah ketentuan yang dipakai sebagai panduan, tatanan dan pengendali tingkah laku.
Perlu dipahami pula, sebaik  apa pun aturan itu dibuat, bila tidak  dijalankan dengan baik dan benar maka boro - boro akan maksimal, aturan  hanya menjadi aksesoris semata.
Tanpa konsistensi, aturan hanya akan indah di atas kertas, tetapi buruk dalam pelaksanaan. Dan bisa menjadi sebuah "Hiruk Pikuk". (*)
Salam Santun
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H