Mohon tunggu...
Sebastianus Anto
Sebastianus Anto Mohon Tunggu... Buruh - Buruh

Seorang Buruh yang terkadang mencoba menuangkan kotoran kepala melalui coretan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Matinya Nasionalisme: Tinjauan Perspektif Sukarno

18 Desember 2024   17:14 Diperbarui: 18 Desember 2024   17:14 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan ini ketika ke gereja sebelum perayaan ekaristi dimulai selalu dikumandangkan lagu Indonesia Raya, begitu juga saat kemarin momen keterlibatan dalam pemilu Presiden, legislatif dan kepala daerah semuanya menjadi simbol bentuk nasionalisme atau kepedulian terhadap negara. Menarik untuk kembali merenungi makna nasionalisme dalam perspektif Sukarno karena semangat nasionalisme yang terkandung dalam Pancasila tidak bisa dipisahkan dari buah pikir Sukarno, yang tertuang saat pidato 1 Juni 1945 dan ditetapkan sebagi hari lahirnya Pancasila.

Nasionalisme, bagi Sukarno, bukan sekadar slogan politik atau konsep kosong yang digunakan untuk kepentingan sesaat. Sebaliknya, ia adalah napas perjuangan bangsa, spirit yang mengalir dalam setiap detak jantung rakyat Indonesia, terutama saat merebut kemerdekaan dari penjajahan. Namun, di era globalisasi dan modernisasi yang terus berkembang, relevansi dan kehadiran nasionalisme mulai dipertanyakan. Apakah nasionalisme yang pernah menjadi nyala api kebangkitan bangsa kini masih ada? Bagaimana Sukarno memandang ancaman terhadap nasionalisme, dan mengapa penting untuk meninjau perspektif ini dalam konteks modern?

Nasionalisme Sukarno: Sebuah Pemahaman Kritis

Sukarno memandang nasionalisme sebagai sebuah gerakan yang menyatukan dan mengangkat martabat bangsa. Dalam pidato-pidatonya yang berapi-api, Sukarno menegaskan bahwa nasionalisme adalah perjuangan kolektif melawan penindasan dan ketidakadilan, baik yang datang dari penjajah luar maupun dari ketidakadilan dalam negeri. Nasionalisme, bagi Sukarno, adalah cara bagi bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan sejati---bukan hanya secara politis, tetapi juga secara sosial dan ekonomi. Bagi Sukarno, tujuan nasionalisme bukan untuk mengungkung manusia dalam satu kotak bernama bangsa. Tujuan nasionalisme ialah membebaskan manusia dari keterkungkungan dan belenggu penindasan. Nasionalisme Sukarno adalah nasionalisme yang berlandaskan pada kemanusiaan. Mengutip ucapan Gandhi yang ditulis Sukarno dalam Pidato 1 Juni 1945, "Saya seorang nasionalis tetapi kebangsaan saya adalah peri kemanusiaan", Sukarno berpendapat bahwa melawan penindasan antar manusia merupakan wujud dari nasionalisme itu sendiri.

Dalam pandangan Sukarno, nasionalisme haruslah inklusif dan berdiri di atas prinsip keadilan sosial. Nasionalisme yang hanya mementingkan golongan tertentu atau menindas yang lemah adalah bentuk palsu yang pada akhirnya akan menghancurkan persatuan bangsa. Sukarno sering berbicara tentang Pancasila sebagai dasar ideologis dari nasionalisme Indonesia, yang memuat nilai-nilai kemanusiaan dan gotong-royong sebagai landasan utama.

Tanda-tanda Matinya Nasionalisme

Namun, dalam beberapa dekade terakhir, nasionalisme seperti yang dipahami Sukarno mengalami tantangan besar. Pengaruh globalisasi, dengan kemudahan teknologi dan arus informasi yang cepat, telah mengubah cara masyarakat memandang identitas dan kepentingan kolektif. Di sisi lain, perbedaan kelas yang semakin tajam dan korupsi politik juga melemahkan rasa percaya terhadap institusi negara. Rasa individualistik yang kian tinggi hingga rasa ketidakpedulian terhadap sesama dan alam pun perlahan hilang.

Nasionalisme mulai dipandang sebagai sekadar retorika kosong, terpisah dari kenyataan sehari-hari rakyat. Kebijakan pemerintah yang lebih mengutamakan pertumbuhan ekonomi dengan mengorbankan kedaulatan, seperti penjualan aset-aset strategis negara kepada pihak asing dan kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada kaum Marhaen---sebutan untuk kaum tertindas oleh Sukarno---semakin memperdalam kesenjangan antara idealisme nasionalisme Sukarno dan praktik politik negara. Hal ini menegaskan bahwa nasionalisme, dalam bentuk yang diperjuangkan Sukarno serta yang terkandung dalam Pancasila, telah mati.

Tantangan Menghidupkan Kembali Nasionalisme

Untuk menghidupkan kembali nasionalisme ala Sukarno yang berlandaskan semangat Pancasila 1 Juni 1945, perlu ada upaya kolektif dari berbagai pihak. Pendidikan yang menanamkan nilai-nilai kebangsaan berdasarkan peri kemanusiaan secara mendalam menjadi kunci penting. Pendidikan ini bukan hanya tentang menghafal sejarah perjuangan kemerdekaan, tetapi juga tentang memahami dan menghidupi semangat gotong-royong serta keadilan sosial dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan yang bukan hanya menghasilkan kaum buruh untuk mengabdi kepada kepentingan kapital melainkan pendidikan yang menanamkan rasa kemanusiaan serta pendidikan yang bisa membawa manusia Indonesia tercerahkan---sehingga tidak ada lagi manusia Indonesia yang terjebak dalam sistem perbudakan---sebagaimana hakikat dari ilmu pengetahuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun