Mohon tunggu...
SedotanBekas
SedotanBekas Mohon Tunggu... Administrasi - ponakannya DonaldTrump

Saya adalah RENKARNASI dari Power Ranger Pink

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jamuan Makan Malam

17 Desember 2020   10:00 Diperbarui: 17 Desember 2020   19:44 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kota Kepluk, 20 desember 2020.

Sukanti melamun lirih di rumah gubuk tengah hutan  yang katanya masuk dalam wilayah kota Kepluk. Meratapi nasib miskin bersama tiga orang anaknya yang masih kecil. Suaminya mati dipukul penjaga perkebunan cokelat karena di tuduh mencuri.

Aduh, menjadi orang miskin itu tidak enak, suamiku cuma memungut buah cokelat yang jatuh dari mobil malah dikira maling. Kata Sukanti sekali waktu, jadi orang miskin itu selalu digunjing, punya anak saja jadi bahan omongan. Katanya sudah miskin beranak mulu, tidak sadar diri.

“aku nyerah mas” keluh Sukanti dalam hati “anak kita mau makan daging, duh Gusti, jangankan daging nasi saja susah. Hari ini kami cuma bisa makan singkong. Itu pun singkong liar yang tumbuh di tengah hutan”.

Langit mulai gelap, Sukanti masih melamun. Anak-anaknya masih merengek meminta daging, Sukanti bingung.

“kemana ya aku harus cari daging?” pikir Sukanti “mau minta ke tetangga juga tidak mungkin, lagi pula disini mana ada tetangga yang mau menolong. Malah gara-gara mereka sekarang aku hidup ditengah hutan, mulut tetanggaku lebih tajam dari pisau jagal.

Sukanti beranjak dari tempatnya, dia menyuruh anak-anaknya masuk ke rumah dan meminta anak yang paling tua untuk menjaga adik-adiknya.

“tunggu!” kata Sukanti “emak akan mencari daging” anak-anak Sukanti melompat-lompat kegirangan.

Berbekal tongkat dari dahan pohon kering dia mencari daging. Sukanti tak punya duit tapi dia tahu anak-anak itu tak pernah tahu kalau dia punya duit atau tidak, mereka hanya melihat orang tua sebagai orang yang memberi apapun yang mereka ingikan. Bukan salah mereka hanya kehidupan saja yang tidak memihak, sebenernya dia ingin menyalahkan Gusti Allah karena sudah memberi kemelaratan tapi dia tak berani. Takut kalau Gusti Allah marah. Ya sudah pasrah saja.

Di tepi sungai Sukanti membersihkan lima ekor tikus tanah yang didapatnya dengan susah payah. Dia potong kepala tikus, menguliti kulitnya, memotong ekornya dan membuang jeroannya hingga sekilas terlihat seperti daging anak kelinci. Di atas batu tepi sungai dia gepuk daging tikus tanah hingga lembut setelah itu dia bungkus dengan daun jati. Sukanti girang, daging sudah didapat.

Anak-anak sukanti duduk rapi di depan api. Mereka tak sabar ingin makan daging. “harum ya mak” kata yang paling besar. Sukanti tersenyum, melihat anak-anaknya gembira sudah membuat dia gembira juga. “Ternyata tak perlu duit aku sudah bisa bikin mereka senang” katanya dalam hati, merasa bangga.

“enak mak” kata anak nomor dua. “iya nak, tambah lagi nih dagingnya! Sekalian campur singkong biar kamu kenyang! Makan banyak ya biar cepat besar!” sahut Sukanti.

Kota Kepluk, 20 desember 2020.

Di rumah besar di pusat kota Kepluk, keluarga kaya sedang mengadakan syukuran. Meja-meja tersusun rapi. Diatasnya sudah terhidang jamuan makan malam yang lezat, ada nasi tumpeng, nasi kebuli, rendang, ayam, ikan bakan, ikan goreng kering, kentang, tempe, tahu, lalap, sambel, sayur sop, aneka kue, pisang, mangga, anggur, jeruk, kerupuk. Ada juga teh, kopi dan susu yang sudah diseduh di termos kaca. Di salah satu sudut tempat acara ada koki yang sedang memanggang daging kambing.  

“teng.. teng.. teng..” seorang memberi isyarat untuk berbicara. “hadirin yang berbahagia, acara ini merupakan wujud syukur atas terpilihnya lagi Bapak Nyoto Wijaya sebagai walikota, ini kemenangan kita bersama, ini kemenangan rakyat dan kemenangan ini juga menunjukan kepada kita bahwa rakyat senang dipimpin oleh bapak Nyoto Wijaya. Karena dibawah kepemimpinan beliau rakyat kota Kepluk hidup sejahtera. Mari kita beri tepuk tangan yang meriah untuk bapak Nyoto Wijaya”

Meriah, orang-orang larut dalam pesta. Semua berbahagia kecuali Bintang Wijaya, anak bungsu bapak Nyoto Wijaya yang sedari tadi manyun karena bapaknya tak membelikan mainan model terbaru yang dia inginkan.

“Nak, besok pasti bapak belikan” rayu bapak Nyoto “sekarang kamu makan yang banyak ya biar cepet besar! Dan kalau sudah besar kamu juga harus jadi walikota seperti bapak, syukur-syukur kamu bisa jadi presiden”. Ucap bapak Nyoto sambil berlalu meninggalkan anaknya yang sedang menginjak-injak daging kambing, ngambek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun