Mohon tunggu...
Weren Talia
Weren Talia Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

orang Indonesia asli yang selalu bertanya-tanya...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tentang Pimpinan DPR dan Donald Trump

6 September 2015   14:49 Diperbarui: 7 September 2015   18:40 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemarin, 3 September 2015, kita dikejutkan dengan berita heboh dan video dari New York Amerika Serikat. Di sana nampak wajah ketua dan wakil ketua DPR RI, Setya Novanto dan Fadli Zon di tempat seorang petinggi Partai Republik AS, Donald Trump, yang telah menyatakan diri maju sebagai bakal calon dalam pemilihan presiden tahun depan. 

Dalam berita itu dikatakan bahwa Trump pada konferensi pers perihal pencalonannya saat itu sempat memberi pertanyaan kepada Ketua DPR Setya Novanto yang menurut pemberitaan media disebut tricky. Yang jika memang seperti itu, pertanyaan itu berhasil karena Setya Novanto yang diperkenalkan sebagai ketua DPR RI menjawab “ya” ketika ditanya “apakah rakyat Indonesia menyukai saya (red: Donald Trump)?” 

Reaksi langsung saja bermunculan dari tanah air. Seperti diberitakan di harian Kompas online, seorang guru besar UI mempertanyakan sikap pimpinan DPR tersebut. Ia mengatakan bahwa kehadiran dan jawaban Setya Novanto itu mengindikasikan dukungan rakyat Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk beragama muslim terbesar di dunia serta sebagai negara demokratis. Ia meminta agar pimpinan DPR tersebut mengklarifikasi. 

Reaksi yang lain juga muncul dari seorang imam masjid di New York. Beredar kabar bahwa orang ini yang kemudian dituduh Fadli Zon sebagai penyebar berita kehadiran mereka di markas bakal calon presiden tersebut. Sementara di tanah air, umpatan mengalir di media sosial yang berujung pada pembuatan petisi yang meminta agar pimpinan DPR tersebut mundur dari jabatannya. 

Beberapa kronologis fenomena yang melibatkan pimpinan DPR ini baiknya kita lihat dengan cara dingin agar kita memiliki gambaran jelas persoalannya. Mungkin hal ini telah banyak dilakukan oleh para pengamat politik atau siapa saja yang tertarik dengan kiprah politisi kita yang memang sedang naik daun justru akibat pernyataan dan keputusan-keputusan mereka yang kontroversial.   

Saya sendiri akan mencoba melihat fenomena ini dengan bacaan saya sendiri. Atau lebih tepatnya menggunakan intuisi sebagai seorang yang tingkat kepercayaannya pada lembaga perwakilan rakyat sudah krisis. 

Pertanyaan pertama saya yang muncul ketika melihat fenomena ini adalah mengapa para pimpinan DPR tersebut berada di New York. Dari media kemudian saya tahu bahwa mereka mengikuti konferensi para ketua parlemen dunia yang dibuka 1 September di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Artinya kehadiran mereka di sana memang sebagai anggota Parlemen Indonesia. Terus terang saja, saya tidak familiar dengan kegiatan para senator ini. Di sini, saya cukup berasumsi bahwa kegiatan ini baik dan penting bagi perkembangan lembaga DPR ke depan. Jadi untuk maslah ini saya lewatkan. 

Pertanyaan selanjutnya adalah, dengan kapasitas sebagai pimpinan parlemen Indonesia, cerita apa yang berkembang sehingga kedua pimpinan DPR itu berkunjung ke tempat Donald Trump? Apalagi berkenaan dengan hari diadakannya press release pencalonannya?

Dalam media, dituliskan bahwa setelah konferensi pers Fadli Zon memberikan jawaban atas pertayaan pihak Business Insider (BI) bahwa Trump disukai di Indonesia karena ia berinvestasi dan memiliki sejumlah usaha real estate di Indonesia. Selain itu, orang-orang mengenalnya sebagai seorang miliarder. 

Menurut bacaan saya, ada beberapa kemungkinan yang nampak dari kehadiran dan jawaban para politisi kita ini. Saya setuju bahwa pimpinan DPR tersebut harus memberikan klarifikasi kepada masyarakat Indonesia meskipun nanti pasti akan lebih bersifat defensive dan mengada-ada. Begitulah pendapat saya. Tetapi sebelumnya, saya hendak memberikan interpretasi mengenai fenomena ini.

Pertama, pertemuan kedua belah pihak saya kira sudah direncanakan lebih awal sebelum keberangkatan dari Indonesia, paling tidak oleh kalangan pimpinan DPR itu. Entah siapa pengusulnya saya tidak tahu. Yang jelas para plutokrat yang biasanya sekaligus politisi di Indonesia dengan bisnis yang bertali-temali dengan real estate memiliki sangkut pautnya. Hal ini saya tangkap dari jawaban Fadli Zon. 

Siapakah yang merasa diuntungkan dengan bisnis real estate dan kemudian menyukai bisnis jenis itu? Saya kira warga Kampung Pulo meskipun menolak digusur dari tempatnya yang sederhana itu tidak akan mengubah pandanganya terhadap rumah-rumah mewah yang dibangun oleh perusahaan-perusahaan swasta atas ijin pemerintah. Bukankah ini menyakitkan?

Dari pihak Trump, saya kira peluang tidak akan pernah lenyap dari mata pebisnis. Konferensi pers yang bersamaan dengan kehadiran para pimpinan DPR itu bukanlah suatu kebetulan, paling tidak oleh pihak Trump. Hal ini semakin terang ketika dijelaskan oleh salah satu pimpinan DPR itu bahwa kehadiran mereka di lokasi konferensi pers terjadi dengan begitu saja. Apakah begitu yang sebenarnya? Wallahu a’lam. 

Sebelum lanjut, saya masih bertanya-tanya, apakah Business Inside memainkan peran jurnalistik yang tapat? Adakah kemungkinan ia termasuk dalam skenario? Saya sendiri tidak bisa menyimpulkan.

Menyangkut Partai Republik, secara psikologis, saya kira gambar mantan presiden Bush masih sedikit banyak berkelebat dalam imajinasi masyarakat dunia menyangkut keputusan-keputusannya dalam perang di Timur Tengah. Hal ini juga khususnya dikaitkan dengan pernyataan Trump tentang sikapnya yang anti imigran ilegal. Meskipun hal itu langsung ditanggapi oleh Fadli Zon (yang mungkin tanpa ditanya) dengan menekankan kata “ilegal” dan bukan yang lain. 

Tak hanya mengingatkan luka psikologis yang mulai pudar, para pimpinan DPR ini justru berselfiria di depan kamera video yang ditayangkan di televisi nasional. Dengan biaya perjalanan yang diperkirakan labih dari 10M, masyarakat yang sedang mandi asap di banyak tempat di tanah air akibat kebakaran dan masyarakat yang kesulitan air minum karena kemarau akan mulai berhitung: berapa banyak liter air yang bisa didatangkan dengan 10M untuk menyiram api dan untuk keperluan makan minum? 

Dalam hal di atas, siap-siaplah pihak TV yang akan dijadikan kambing hitam oleh sekelompok kambing putih nantinya. Mengapa demikian? Karena para petinggi DPR itu sendiri tidak menyadari bahwa berita yang ada di AS dalam hitungan detik akan muncul sampai ke Gunung Kidul di Jawa atau Timika di Papua. Sehingga tidak masuk akal ketika ada yang bersungut-sungut menyalahkan imam masjid di NY yang dituduhnya menyebarkan berita.      

Saat berpisah dengan Trump, pimpinan-pimpinan DPR itu masing-masing membawa bingkisan. Saya kira mereka amat senang. Mungkin itu juga salah satu motif tersembunyi. Pertanyaannya adalah: apakah beberapa hadiah itu cukup dibagikan kepada dua ratusan juta jiwa masyarakat Indonesia mengingat mereka ke New York membawa lembaga negara sebagai perwakilan Bangsa Indonesia? Ataukah itu hanya dinikmati sendiri?

Pertanyaan terakhir saya ajukan bukan berarti saya meminta bagian dari hadiah itu. Tentu itu tidak logis walaupun saya merasa berhak untuk itu. Maksudnya adalah bahwa para pimpinan DPR itu jelas menunjukan ketidak-konsistenannya. Mengatasnamakan bangsa Indonesia dalam berbagai kesempatan sekaligus mengambil kesempatan bagi diri sendiri dalam kesempitan.

Terakhir, menyangkut petisi yang sekarang beredar untuk memberhentikan para petinggi itu dari jabatannya, saya kira wajar-wajar saja. Tetapi persoalannya tidak sesederhana itu. Saya justru melihat adanya rivalisme politik yang tidak pernah dewasa (saling membunuh) dalam dinamika persoalan dasar fenomena politik kita hari ini. Dan kehadiran para pimpinan DPR dalam konferensi pers Donald Trump adalah sebuah titik kecil rivalisme akut di Indonesia yang kebetulan saja tertangkap kamera video di New York, Amerika Serikat.

Jogja, 6 September 2015

Weren Talia   

 

 

 

  

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun