Peluh Jujur kini sudah membasahi sekujur tubuh.
"Saat proses audit berlangsung, mulut Anda akan terkunci, Anda tak punya hak jawab. Kami punya cctv di semesta, setiap pertanyaan akan dijawab dengan tayangan rekaman Anda saat kejadian. Jangan khawatir soal keadilan, karena cctv kami melihat sampai ke hati. Niat Anda yang paling remang-remang pun akan terbaca terang benderang."
Jujur kembali banjir keringat, teringat segala cela yang dia lakukan dari balik pintu tertutup, mengira tak ada yang menyaksikan, tak ada tanggung jawab yang menyusul. Sebentar lagi dia akan melihat wujud nyata dari arti, 'Tuhan itu Maha Melihat'.
***
Ruangan gelap seketika, bahkan Jujur tak bisa melihat tangannya sendiri. Tiba-tiba di hadapannya muncul 'film' dirinya dari mulai usia akil baligh, umur saat dosa mulai diperhitungkan.
Film yang terasa nyata, entah berapa dimensi, ia merasa ada di tengah-tengah peristiwa tanpa bisa ikut campur. Bisa merasakan dengan segala indera, tapi tak bisa menyentuh tiap manusia yang ada di situ. Tayangan film itu diiringi suara malaikat sebagai narator.
"Jujur Setiawan, dalam nama Anda tersimpan doa orangtua. Mereka ingin Anda jadi orang yang jujur dan setia, kualitas langka dari manusia. Umur 12 tahun adalah dosa pertama Anda sebagai manusia, saat Anda mulai melakukan kebohongan."
Jujur melihat tayangan dirinya sendiri saat SMP, saat mencontek waktu ulangan matematika. Duh, kalau yang begini saja jadi masalah bagaimana dengan dosa-dosaku yang lain, yang lebih besar? Jujur menyaksikan dengan tegang.
"Tetapi ajaran orangtua dan guru mengaji membuat Anda merasa sangat bersalah. Membuat Anda mengaku salah walaupun tidak ada manusia yang tahu perbuatan Anda waktu itu."
Di layar raksasa tampil Jujur remaja yang duduk tertunduk di depan guru matematika.
"Maaf Bu, nilai ini tidak saya dapatkan dengan jujur."