Pada Desember 2022 lalu, Deddy Corbuzier mendapatkan pangkat Letkol Tituler TNI AD karena kapasitasnya dalam berkomunikasi di media sosial. Pangkat tersebut dianugerahi langsung oleh Pak Prabowo yang ketika itu menjabat Menhan (Mentri Pertahanan), sebuah keputusan yang bertuah buat Deddy, karena Pak Prabowo kini jadi Presiden.
Secara mata awam saya, pemberian pangkat ini cukup masuk akal, karena di media sosial Deddy masuk papan atas. Saat tulisan ini dibuat subscriber Youtubenya ada 24 juta, videonya dengan 'gampang' mendapat penonton jutaan. Instagramnya punya 12,3 juta pengikut, jumlah view ratusan ribu termasuk rendah di akun ini.
Pun Raffi Ahmad, yang sejak zaman Jokowi lalu berlanjut ke era Prabowo seperti jadi sahabat pemerintah. Di periode Pak Jokowi penggunaan Raffi cs. (Gading, Desta, Andre Taulany, dll.) dalam memperkenalkan program/proyek pemerintah, contohnya IKN, masih malu-malu. Presiden Prabowo lebih lugas dengan menugaskan Raffi secara resmi sebagai Utusan Khusus Presiden bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni.
Belakangan selebtwit yang dikenal dengan nama akun X kurawa (Rudi Valinka) mendapat jabatan sebagai Staf khusus Kementrian Komunikasi dan Digital (Stafsus Menkomdigi)
***
Blunder atau Buzzer?
Penunjukan Rudi Valinka memancing kontroversi yang teredam, karena nama besarnya di jagad X memang tak terlampau 'bunyi' di dunia nyata. (ramenya di X doang). Hingga mungkin pemilihan selebtwit ini murni ingin mengganggu X, yang selama ini dikenal sebagai pengeras suara para oposan, anti pemerintah. Efektif atau tidak masih perlu ditunggu?
Raffi lain lagi, sejak penunjukannya setidaknya ada dua langkah blunder yang terjadi. Pertama, ia meresmikan bioskop Sam's Studio di Cibadak Sukabumi. Sebuah bioskop baru di mana Rans Entertainment (kepunyaan Raffi) sebagai salah satu investornya. Publik pun menyoroti konflik kepentingan yang sangat kental dengan posisinya sebagai Utusan Khusus dengan bidang yang sama. Kedua, kehebohan Patwal (Patroli dan Pengawal) yang arogan saat membuka jalan RI 36. Sebuah kehebohan yang tak perlu, karena publik terus menebak selama tiga hari, kepunyaan pejabat yang manakah RI 36 tersebut? Saat Raffi mengakui kalau itu adalah mobil dinasnya, kehebohan tak berhenti, karena ia mengaku tak ada di dalam mobil tersebut saat kejadian. Lalu apa urgensinya kalau begitu?
Yang paling hangat adalah sang Letkol Tituler. Deddy dengan bertelanjang dada dan bicara miring sadar kamera, mengeluarkan makian gen X (PeA'!) pada seorang murid yang kurang selera dengan Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang diterimanya di sekolah. Esensi mensyukuri makanan jadi hilang karena Deddy menyampaikannya dengan berang. Tambahan komentar dari istrinya malah bikin tambah parah.
***
Untuk setiap blunder di atas tentu saja rakyat yang dibantu para oposan (yang ikutan cari panggung) memprotes.
Rudi Valinka masih belum terlihat tajinya di X. Blunder Raffi dan Deddy masih keras disuarakan, jarang yang mendukung mereka. Memang susah mengambil X ke tangan pemerintah, untuk sementara masih harus puas memimpin opini via Tiktok saja, seperti biasa.
Raffi seperti yang sudah-sudah, mengklarifikasi dengan diplomatis lalu kembali menyapa rakyat kebanyakan lewat vlog kesehariannya bersama keluarga.
Deddy beda sendiri. Saya memiliki keyakinan, ia melakukan langkah yang paling terukur. Sebagai anak iklan, saya yakin tampilnya ia tanpa baju dengan sudut kamera yang membuat dagu operasiannya makin kentara adalah kesengajaan semata. ia memancing clickbait bukan lewat judul, tapi lewat tampilan video. Ia tahu betul dirinya diidentikkan dengan "Squidward kekar" (pernah dimention di salah satu episode podcastnya). Makanya, kuat dugaan saya, ia sengaja memberi makan netizen dengan video yang memeable. Harap ingat, mantan pesulap ini lulusan magister psikologi.
Jawabannya atas komentar netizen pun terkesan sudah disiapkan (karena dia sudah tahu akan ada reaksi keras): Ia menuduh yang mengkritik videonya sebagai BUZZER.
***
Jangan Naif
Melihat situasi riuh semacam ini saya kerap mengingatkan diri sendiri untuk jangan terbawa arus. Kritikan harus terus dijalankan dengan konsisten.
Sebab sesungguhnya mereka adalah para "Buzzer resmi" yang digaji pemerintah, memang kerjaannya mendengungkan dukungan di setiap program pemerintah. Saya kira, kita tak perlu baper dan debat kusir jika dituduh balik sebagai buzzer. Sebab sejatinya kita memang mendengungkan kritikan jika ada program yang tak sejalan dengan kepentingan umum, bukan? Takut ditunggangi politisi/oposisi? Tak usah pedulikan. Percayalah, buat mereka berteriak atau diam bisa diatur sesuai kepentingan.
Sebagai pengingat diri sendiri saya teringat peribahasa bijak "Gajah berkelahi dengan gajah, pelanduk mati di tengah-tengah."Â Ibaratnya, gajah adalah politisi yang bertarung dan pelanduk adalah kita, rakyat biasa. Jangan mau mati konyol!
Dengan sedikit menambahkan bumbu nyinyir, saya mau merevisi peribahasa tersebut, "Gajah (pura-pura) berkelahi dengan gajah, pelanduk mati di tengah-tengah."Â Ya, bagaimana jika para "Gajah" itu hanya pura-pura berkelahi?
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H