Untuk setiap blunder di atas tentu saja rakyat yang dibantu para oposan (yang ikutan cari panggung) memprotes.
Rudi Valinka masih belum terlihat tajinya di X. Blunder Raffi dan Deddy masih keras disuarakan, jarang yang mendukung mereka. Memang susah mengambil X ke tangan pemerintah, untuk sementara masih harus puas memimpin opini via Tiktok saja, seperti biasa.
Raffi seperti yang sudah-sudah, mengklarifikasi dengan diplomatis lalu kembali menyapa rakyat kebanyakan lewat vlog kesehariannya bersama keluarga.
Deddy beda sendiri. Saya memiliki keyakinan, ia melakukan langkah yang paling terukur. Sebagai anak iklan, saya yakin tampilnya ia tanpa baju dengan sudut kamera yang membuat dagu operasiannya makin kentara adalah kesengajaan semata. ia memancing clickbait bukan lewat judul, tapi lewat tampilan video. Ia tahu betul dirinya diidentikkan dengan "Squidward kekar" (pernah dimention di salah satu episode podcastnya). Makanya, kuat dugaan saya, ia sengaja memberi makan netizen dengan video yang memeable. Harap ingat, mantan pesulap ini lulusan magister psikologi.
Jawabannya atas komentar netizen pun terkesan sudah disiapkan (karena dia sudah tahu akan ada reaksi keras): Ia menuduh yang mengkritik videonya sebagai BUZZER.
***
Jangan Naif
Melihat situasi riuh semacam ini saya kerap mengingatkan diri sendiri untuk jangan terbawa arus. Kritikan harus terus dijalankan dengan konsisten.
Sebab sesungguhnya mereka adalah para "Buzzer resmi" yang digaji pemerintah, memang kerjaannya mendengungkan dukungan di setiap program pemerintah. Saya kira, kita tak perlu baper dan debat kusir jika dituduh balik sebagai buzzer. Sebab sejatinya kita memang mendengungkan kritikan jika ada program yang tak sejalan dengan kepentingan umum, bukan? Takut ditunggangi politisi/oposisi? Tak usah pedulikan. Percayalah, buat mereka berteriak atau diam bisa diatur sesuai kepentingan.
Sebagai pengingat diri sendiri saya teringat peribahasa bijak "Gajah berkelahi dengan gajah, pelanduk mati di tengah-tengah."Â Ibaratnya, gajah adalah politisi yang bertarung dan pelanduk adalah kita, rakyat biasa. Jangan mau mati konyol!
Dengan sedikit menambahkan bumbu nyinyir, saya mau merevisi peribahasa tersebut, "Gajah (pura-pura) berkelahi dengan gajah, pelanduk mati di tengah-tengah."Â Ya, bagaimana jika para "Gajah" itu hanya pura-pura berkelahi?