Penulis : Buana Kemi
Â
Jarum jam singgah di angka 1 siang. Suasana kelas mulai riuh ketika pak guru Jabarman telah besiap-siap dengan kesimpulannya pada mata pelajaran teori sepakbola. Kasus jam pelajaran olahraga diajarkan di dalam kelas dan pada jam siang memang tak dibenarkan dengan alasan apapun. Tetapi pak guru Jabarman membuat pengecualian sebab ia tak bisa mengajar lantaran sakit beberapa hari yang lalu. Sebagai penebusan atas kealpaannya di selasa pagi kemarin maka siswa yang sudah ta k sabar ingin pulang ini dimasukan ke kelas dan berkelakuan seperti ternak masuk rumah jagal.
Pak guru Jabarman bukan tipe guru yang ditakuti mengingat posturnya yang kecil dan pendek. Tetapi bukan alasan bagi siswa MTS di Tepal untuk berani menolak perintahnya. Pembawaannya yang tenang. Cara bicaranya yang lemah lembut. Selalu menatap mata lawan bicaranya, tak peduli siapa pun. Untuk menghargai orang lain, kamu harus bicara sambil menatap lawan bicaramu, begitu ia pernah menasehati semua murid yang pernah dididik beliau. Dan dengan tatapan matanya yang seperti elang itu, ia sanggup menciutkan nyali murid paling nakal sedunia sekalipun. Untuk alasan itulah para murid tak berani protes ketika mereka digiring masuk kelas untuk menerima wasiat teori sepakbola.
 Sekalipun tak ada siswa yang berani padanya, bukan berarti pak guru Jabarman menjadi guru yang ditakuti. Justru ia adalah guru paling disayang, dihormati, disegani, bahkan dinanti-nanti (tentu saja yang tak dinanti hanya pelajaran teori sepakbola pada tengah hari). Ia dinantikan oleh siswanya sebab ia selalu mencairkan segala kepadatan suasana dengan humor dan guyonan. Seperti yang dilakukannya pada saat mengajar teori sepakbola. Apakah boleh pemain menarik celana wasit? Ia bertanya pada murid-murid. Seluruh penghuni kelas diam kecuali dirinya yang mengekeh. Pada dasarnya, semua murid sudah tahu bahwa hal tersebut adalah pelanggaran berat secara etika dan moral apalagi disangkut pautkan dengan sportifitas.
Ayo jawab! Pak guru Jabarman memancing.
Tidak boleh, pak guru. Seorang siswa menjawab malu-malu.
Kenapa tidak boleh. Cetak gol ke gawang lawan saja boleh. Masa menarik celana wasit tidak boleh?
Tentu kena kartu merah, dong, pak guru. Wasit juga manusia. Apalagi wasit yang sedang marah suka sekali keluarkan kartu merah. Protes seorang siswa.
Â
Nah, kamu tahu itu, Tuan Angin. Pak guru Jabarman menatap mantap muridnya.