Minggu, 4 Agustus 2019 lalu mungkin akan menjadi cerita bersejarah bagi sebagian orang. Cerita yang akan mengingatkan pada momen penting dalam kehidupan seseorang. Blackout se-Jabodetabek dan sebagian Pulau Jawa minggu lalu sontak menjadi sorotan.Â
Hampir semua layanan berbasis online lumpuh dan berpengaruh pada pendapatan. Namun demikian, menjadi berkah bagi penjual lilin, bahan bakar bensin atau solar dan lampu emergency.
Bukan hanya dunia industri/usaha saja yang dibuat kocar kacir, namun layanan transportasi publik yang mengandalkan listrik sebagai pembangkit energi gerak seperti KRL dan MRT pun menyisakan cerita bagi seluruh penumpangnya. Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, bahwa para penumpang MRT terpaksa harus dievakuasi dari stasiun bawah tanah dan penumpang KRL yang harus dievakuasi ditengah-tengah rel.Â
Tak hanya itu, kerepotan para petugas lalu lintas juga terlihat mengatur semrawutnya jalanan oleh pengendara motor/mobil karena tidak berfungsinya lampu lalu lintas. Â
Kepanikan tentu juga terjadi didalam Rumah Tangga, persediaan air yang menipis menjadi kekhawatiran nomor satu lantaran PAM juga mati. Banyak cerita dari para Ibu Rumah Tangga yang pekerjaan rumahnya belum selesai menjadi topik obrolan antar tetangga.
Namun, setiap kejadian tentu membawa hikmah. Blackout pada minggu, 4 Agustus lalu menjadi momen terciptanya quality time, entah antar sesama anggota keluarga maupun sesama tetangga. Momen yang langka, ketika mereka yang terbiasa ngobrol sekenanya lalu tenggelam bersama gadget atau kesibukannya masing-masing, malam itu begitu menikmati obrolan santai tanpa gangguan tehnologi.Â
Para tetangga yang jarang bertegur sapa dan berkumpul, juga terlihat menikmati obrolan ringan dan berbagi cerita juga pengalaman. Para anak muda juga menikmati waktu berkumpul diiringi alunan gitar dan suara-suara sumbang para penyanyinya. Semua membaur dalam kebersamaan, layaknya sebuah acara gathering.
Namun dibalik hikmah yang ada, momen ini juga mengingatkan kita pada saudara-saudara kita yang tinggal di daerah-daerah terpencil di pedalaman Indonesia. Mereka yang hidup dengan pasokan listrik yang terbatas, bahkan hingga saat ini masih banyak daerah yang belum teraliri listrik.
Tak hanya itu, bahkan masih ada jutaan Rumah Tangga yang tersebar di berbagai daerah terpencil belum bisa menikmati listrik. Sumber kompas menyebutkan bahwa masih ada 1,8 juta Rumah Tangga yang masih menjadi Pekerjaan Rumah PLN.
Miris memang, disaat kita bisa menikmati dan menggunakan listrik selama 24 jam/hari penuh, disaat yang sama di daerah lain hanya bisa menikmati beberapa jam saja. Terjaminnya pasokan listrik membuat kita lebih cepat dan lebih maju dibandingkan dengan saudara-saudara kita yang belum teraliri listrik.Â
Iri? jelas pasti ada, namun tak banyak yang bisa mereka lakukan. Gelap gulita sudah menjadi rutinitas yang terpaksa herus mereka terima dengan lapang dada selama bertahun-tahun. Lalu, apakah kita tidak merasa malu jika dalam hitungan belasan jam listrik padam, lantas mencaci?
Banyak hikmah yang bisa diambil. Atau mungkin ini salah satu cara Tuhan, agar kita mampu berbagi perasaan dengan apa yang mereka rasakan. Mungkin juga Tuhan menginginkan kita berkorban sejanak tanpa listrik, agar kita mampu berempati kepada mereka.
Momen Idul Adha yang sebentar lagi akan kita rayakan ini semoga dapat meningkatkan semangat berbagi kepada sesama. Berbagi perasaan, berbagi empati dan pada akhirnya mari kita bantu mendorong Pemerintah khususnya PLN untuk segera menyelesaikan PR dan memberikan solusi bagi 1,8 juta Rumah Tangga yang belum mendapatkan aliran listrik. Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H