Mohon tunggu...
Hotgantina S
Hotgantina S Mohon Tunggu... Guru - Hidup untuk berbagi. Berbagi untuk hidup.

Pengajar yang terus belajar. Suka makan coklat, minum teh dan mendengar suara gitar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mawar Kelima untuk Bapak

14 Agustus 2016   22:25 Diperbarui: 14 Agustus 2016   22:45 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Enam purnama kemudian, liburku cukup panjang. Aku mengunjungi mama yang sudah sendiri di rumah. Tentu saja, aku singgah di kota kembang untuk membeli mawar merah untuk bapakku. Aku suka warna merah. Warna merah lambang berani katanya. Jadi, aku beli mawar merah lagi dan beberapa kembang indah lainnya. Sesampainya di sana, aku hias lagi rumah bapakku dengan mawar merah segar itu. Pak, aku bakal sering mengunjungimu karena pekerjaanku punya libur yang banyak. Sayang, kita tak bisa bicara lagi padahal banyak hal yang ingin kubagi.

***

Mawar keempat

Tak terasa, sudah enam purnama berlalu lagi. Aku pun pulang kampung untuk merayakan Natal bersama keluargaku. Aku singgah lagi di kota kembang. Aku beli mawar merah muda dan putih. Batangnya kokoh. Wanginya segar. Aku suka. Dengan perjalanan yang sangat melelahkan, aku pun tiba di rumah. Esoknya aku menghias rumah bapakku lagi dengan mawar-mawar dari kota kembang. Pak, aku bawa mawar merah mudah dan putih bukan merah, mudah-mudahan bapak suka ya. Nanti aku bawakan mawar-mawar berwarna lain biar rumah bapak indah, ucapku dalam hati.

***

Mawar kelima

Aku menunggu purnama keenam tahun ini karena aku akan membawa mawar warna jingga, ungu atau kuning untuk bapakku. Sayang, aku hanya singgah sebentar ke kota kembang, setelah itu aku harus mengikuti pelatihan di kota lain dekat bandara yang paling terkenal di Indonesia. Tiga hari pula. Tak mungkin aku bawa kembang ke sana. Pasti layu. Ah, nanti aku beli di sana saja, pikirku. Aku tak tahu tempat penjual bunga di kota ini, aku titip temanku namun harganya empat kali lipat dari mawar di kota kembang. 

Ah, aku bawa bunga lili saja, pikirku. Harganya juga sama, tiga kali lipat dari bunga lili di kota kembang. Ah, mahal nian, pikirku. Tak jadi ku beli di sana. Aku langsung terbang ke provinsi yang dua gubernurnya tertangkap korupsi itu. Aku minta adikku untuk membeli bunga lili atau mawar di sana. 

Namun, persediannya terbatas. Aku coba cari lewat kecanggihan internet, aku tak tahu toko kembang itu di mana. Akhirnya, adikku membeli beberapa mawar merah, bunga aster warna-warni dan bunga sedap malam. Kami pun mengunjungi mama di rumah. Esoknya, kami mengunjungi bapak dengan bunga-bunga itu. Pak, maaf, aku tak bisa membawa mawar dari kota kembang kali ini, aku ada pelatihan. Tapi, aku bawa kembang lain, kok. Semoga bapak suka ya.  Aku bawa bunga mawar lain kali ya, pak.

Beberapa hari yang lalu, bapakku genap tiga tahun meninggalkan kami. Aku berharap memberikan yang terbaik kepada orang-orang yang ku sayangi sebelum aku membawakan mawar-mawar yang indah untuk menghias rumah barunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun