Mohon tunggu...
Bryan Sia
Bryan Sia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi di Universitas Sebelas Maret

Saya mempunyai minat dalam bidang sosial politik , budaya dan kesenian khususnya musik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mobilitas Sosial dalam Pendidikan: Pemerataan di Wilayah Pinggaran Kota Besar

8 Desember 2022   12:44 Diperbarui: 8 Desember 2022   12:51 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PAPARAN PENULIS

  1. Pengantar Artikel

Mobilitas sosial adalah salah satu konsep penting yang ada pada sosiologi. Mobilitas secara etimologis berasal dari bahasa Latin “Mobilis” yang berarti dapat berpindah dengan mudah dari satu tempat ke tempat lain (Kamilatunnisa, 2018).  Mobilitas sosial juga dapat diartikan sebagai peningkatan atau penurunan status sosial dan pendapatan individu atau kelompok (Setyowati, 2020). Mobilitas sosial disebabkan oleh faktor pendorong dan juga faktor penghambatnya. Faktor pendorong mobilitas sosial antara lain status sosial, kondisi sosial, pendidikan, pembagian kerja, kondisi ekonomi, pernikahan, keinginan untuk melihat daerah lain, situasi politik, pertumbuhan, dan lain-lain. Sedangkan faktor penghambatnya yaitu adanya sistem masyarakat yang tertutup, diskriminasi sosial, pendidikan yang rendah serta kemiskinan (Syarbaini, 2009).

Pendidikan menjadi hal yang penting bagi setiap orang karena melalui pendidikan seseorang dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya. Pendidikan dapat meningkatkan kualitas diri seseorang sehingga menciptakan sumber daya manusia yang unggul. Sejalan dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 yang berbunyi bahwa “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan wajib mengikuti pendidikan dasar dimana pemerintah wajib membiayainya tanpa terkecuali”. Namun pada kenyataannya, pendidikan di Indonesia masih jauh dari kata baik, terutama dalam aspek pemerataan pendidikan di wilayah pinggiran kota besar. Sistem pendidikan yang selama ini berlangsung di Indonesia masih kurang memberikan dampak dan perubahan yang signifikan terhadap pola perubahan mobilitas sosial masyarakat terutama di wilayah pinggiran kota besar. 

Tingkat pendidikan yang tinggi akan mempercepat tingkat mobilitas sosial di tengah masyarakat, karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka mobilitas sosial cenderung akan mengalami kenaikan (upward social mobility) (Wulandari, 2019). Jika pendidikan di wilayah pinggiran kota besar terbilang rendah, maka mobilitas sosial yang terjadi di wilayah tersebut juga rendah. Hal ini diakibatkan wilayah tersebut tidak merasakan sistem pendidikan yang seharusnya dan tidak mendapatkan kualitas pembelajaran yang baik. Sampai saat ini masih terdapat ketimpangan antara sekolah yang unggul atau favorit dengan sekolah yang tidak favorit, sehingga masih terdapat sekolah yang siswanya memiliki prestasi akademik yang tinggi dan sebaliknya terdapat sekolah yang memiliki siswa dengan tingkat prestasi akademik yang rendah (Sausan, 2021).

Pada tahun 2017 Kemendikbud telah mengeluarkan kebijakan zonasi dalam sistem penerimaan peserta didik baru baik bagi Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Sistem zonasi ini dianggap menjadi sebuah strategi untuk percepatan pemerataan pendidikan dengan mewujudkan tersedianya layanan pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan di setiap daerah (Mahadi, 2022). Namun, nyatanya sistem zonasi ini tidak berjalan sebagaimana yang diinginkan. Sejumlah warga di Kota di Banyumas mengeluhkan sistem zonasi karena tidak seluruh kecamatan di Banyumas memiliki sekolah negeri terutama SMA.

Begitu juga yang terjadi di kota Purwokerto bahwa terdapat empat sekolah negeri yang justru terkumpul di satu Kecamatan yaitu Kecamatan Purwokerto Timur, yaitu SMA Negeri 1, SMA Negeri 2, SMA Negeri 4 dan SMA Negeri 5 (Dharmawan, 2019). Selain itu, untuk dalam peningkatan kualitas pendidikan belum dirasakan oleh sekolah yang berada di kawasan pinggiran dan bahkan terdapat kesenjangan fasilitas pendidikan. Masalah ini terjadi di sekolah yang berada di daerah pinggir Kabupaten Sidoarjo yaitu SMPN 2 Jabon, bahkan pembangunannya terhenti karena keterbatasan dana. Kepala sekolah SMPN 2 Jabon mengatakan bahwa zonasi berdampak pada pembangunan fasilitas sekolah karena justru pemerintah mengabaikan pembangunan sarana fasilitas pendidikan di sekolah pinggiran (Sidoarjo Terkini, 2021).  

Melihat uraian di atas dapat diketahui bahwa belum meratanya pendidikan yang di daerah pinggiran kota. Tentu hal ini mempengaruhi rendahnya mobilitas sosial di Indonesia karena dapat berpengaruh pada proses perpindahan individu dari posisi rendah ke posisi yang lebih tinggi ataupun sebaliknya. Dalam hal ini mobilitas sosial berdampak untuk mempercepat tingkat perubahan sosial yang baik apabila diikuti dengan sumber daya manusia yang berkualitas. 

Saat ini telah terdapat kemajuan pembangunan di Indonesia khususnya dalam meningkatkan mutu pemerataan pendidikan di daerah pinggiran kota, seperti dengan membangun sekolah yang belum terdapat di beberapa kecamatan. Dinas Pendidikan Kalimantan Selatan berniat untuk membangun Sekolah Menengah Atas (SMA) di wilayah pinggiran (Helmi, 2022). 

Selain itu, Kemendikbud juga terus meningkatkan layanan pendidikan di daerah pinggiran. Kemendikbud memperkuat pembangunan sarana dan prasarana pendidikan menengah seperti pembangunan Unit Sekolah Baru (USB), Ruang Kelas Baru (RKB), rehabilitasi ruang kelas dan peralatan pengajaran (Wicaksono, 2020). Pemerintah juga turut menetapkan anggaran pendidikan sebesar Rp608,3 triliun pada Rencana Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2023. 

Anggaran ini digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yaitu dengan meningkatkan akses pendidikan pada seluruh jenjang pendidikan, peningkatan kualitas sarana dan prasarana penunjang kegiatan pendidikan terutama di daerah terluar, tertinggal dan terdepan (3T) (Yanuar, 2022). 

Dengan adanya pemerataan pendidikan tersebut tentu hal ini akan mempercepat proses mobilitas sosial yang terjadi di masyarakat. Maka dari itu, akses pendidikan untuk masyarakat wilayah pinggiran kota besar harus diperhatikan karena pendidikan memiliki peran penting dalam proses mobilitas sosial. 

  1. John Rawls : Teori yang Diduga Digunakan Negara

Teori yang kami duga dipakai sebagai bentuk dari upaya negara dalam melakukan  pemerataan pendidikan terkhusus di pinggiran kota besar adalah teori yang dikemukakan oleh John Rawls mengenai keadilan sosial. Dari teori ini ,orang yang lahir dalam posisi yang berbeda tentu mereka juga turut memiliki prospek hidup yang berbeda pula dan hal itu ditentukan sebagian oleh sistem sosial, politik dan ekonomi. 

Dalam hal ini institusi-institusi sosial yang berusaha mempengaruhi dan mengubah situasi awal tersebut dengan prospek masa depannya. Perbedaan-perbedaan itu yang menyebabkan keadilan sosial harus diterapkan. Prinsip-prinsip keadilan sosial mengatur pilihan-pilihan konstitusi politik dan unsur-unsur utama dari sistem sosial dan ekonomi. 

Anak yang berada di keluarga yang dikatakan miskin dan tidak berpendidikan biasanya mereka yang akan memiliki jenjang karir yang lebih rendah dalam meningkatkan kualitas pendidikannya. Struktur dasar masyarakat memang memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap keberlangsungannya fenomena tersebut. Maka dari itu Rawls beranggapan bila bidang utama keadilan adalah struktur dasar masyarakat (Rawls, 1973 : 25) dan (De Marco, 1980 : 360). 

Kami menduga bila teori John Rawls mengenai keadilan sosial ini adalah teori yang menjadi dasar oleh negara karena teori ini sejalan dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 yang berbunyi bahwa “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan wajib mengikuti pendidikan dasar dimana pemerintah wajib membiayainya tanpa terkecuali”. 

  1. Analisis Penulis

Pemerintah sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mengeluarkan kebijakan sistem zonasi demi tercapainya pemerataan pendidikan. Kebijakan ini cukup berhasil dalam upaya memeratakan akses dan mutu pendidikan, dengan adanya sistem ini tentu sangat membantu dalam menghilangkan kastanisasi sekolah dimana sudah tidak ada lagi kesan sekolah unggulan dan tidak unggulan, favorit dan tidak favorit, ataupun baik dan buruk. 

Selain itu, sebaran siswa yang sebelumnya bersekolah di tempat yang jauh dari tempat tinggal, saat ini telah mendekat menyesuaikan dengan zona tempat tinggalnya masing-masing. Hal ini sesuai dengan tujuan dari sistem zonasi sendiri yang mengharapkan setiap siswa dapat belajar di sekolah sekitar tempat tinggalnya dan menghilangkan adanya persepsi sekolah favorit atau unggulan.

Namun nyatanya, implementasi dari sistem zonasi sendiri belum terealisasi dengan baik karena masih terdapat keluhan dari masyarakat. Kebijakan ini dinilai bahwa terdapat beberapa pihak yang tidak adil karena kebijakan ini mengedepankan zona sebagai ketentuan penerimaan siswa baru, sehingga saat terdapat beberapa siswa yang nilainya tinggi tetapi jarak tempat tinggalnya jauh tidak dapat diterima di sekolah tersebut karena kalah dengan siswa yang hanya bermodalkan jarak rumah yang lebih dekat. Selain itu, keberadaan sekolah negeri yang belum merata di setiap kecamatan dan daerah pinggiran menjadi kekurangan dan kendala bagi sistem zonasi sendiri. 

Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Merton bahwa sistem zonasi ini memiliki fungsi yang sangat baik bagi suatu kelompok atau masyarakat tetapi di satu sisi juga turut terlihat adanya disfungsi bagi masyarakat yang tinggal di daerah terpinggir seperti masih minim adanya sekolah negeri di sekitar daerahnya, kemudian sarana dan prasarana pendidikannya masih jauh dengan yang berada di kota dan bahkan dengan adanya sistem zonasi siswa yang memiliki kemampuan akademik yang cukup baik tidak dapat memilih sekolah yang diinginkan.

Pelaksanaan pemerataan pendidikan yang sudah dirancang pemerintah melalui sistem zonasi memberi dampak penting bagi masyarakat khususnya dalam meningkatkan mobilitas sosial. Adanya sistem zonasi mempermudah seseorang untuk mendapatkan akses layanan pendidikan, terlebih masyarakat dapat bersekolah sesuai dengan lingkungannya. 

Selain itu, menguntungkan siswa dalam menghemat waktu dan biaya untuk sekolah. Kemudahan tersebut tentu mendukung masyarakat untuk lebih bersemangat dalam bersekolah dan memperoleh pendidikan, sehingga ini berpengaruh terhadap mobilitas sosial. 

Namun nyatanya implementasi dari apa yang sudah direncanakan belum terealisasi dengan baik. Seperti minimnya sekolah negeri di beberapa daerah harus cepat diatasi dengan membangun sekolah dan infrastruktur yang mendukung kualitas pendidikan, karena dengan belum meratanya sekolah negeri ini menunjukkan belum adilnya akses bagi masyarakat Indonesia dalam mendapatkan pendidikan yang berkualitas, tentu hal ini tidak sesuai dengan tujuan sistem zonasi sendiri yang ingin mewujudkan pemerataan pendidikan. 

Solusi ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Ralph Turner yang membahas mengenai mobilitas pemerataan pendidikan untuk membuka peluang lahirnya mobilitas vertikal. Menurut Turner, sistem kelas sosial terbuka ditandai dengan dibukanya sekolah-sekolah umum, sehingga menjadi peluang bagi masyarakat untuk melakukan mobilitas sosial vertikal. 

Dengan dibukanya sekolah-sekolah di wilayah pinggiran kota besar akan melahirkan sebuah peluang terciptanya mobilitas sosial vertikal ditengah masyarakat. Dengan mempertarungkan kemampuan serta determinasi yang dimiliki, setiap masyarakat memiliki kesempatan untuk melakukan mobilitas sosial yang baik melalui pendidikan. Oleh karena itu, pemerataan pendidikan memiliki kontribusi yang tidak kalah penting untuk melahirkan dan mempercepat mobilitas sosial di masyarakat khususnya di wilayah pinggiran kota besar. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun