Dalam konteks ekonomi Islam, distorsi pasar menjadi fokus penting, dengan penekanan pada nilai-nilai moral para pelaku ekonomi, termasuk produsen sebagai penjual dan konsumen sebagai pembeli. Morality para pelaku ekonomi harus sejalan dengan nilai-nilai yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Hadits.
Aktivitas jual beli, yang merupakan elemen fundamental dan penting dalam kehidupan manusia, memainkan peran krusial dalam pemenuhan kebutuhan, peningkatan kesejahteraan, dan perkembangan peradaban. Namun, dalam dinamika transaksi jual beli, sering kali terjadi praktik-praktik curang yang bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan dan kejujuran.
Beberapa bentuk distorsi pasar yang dijelaskan melibatkan praktik-praktik curang, seperti:
Rekayasa Permintaan (Ba'i Najasy)
Bai' Najasyi merupakan tindakan menciptakan permintaan palsu dengan maksud untuk meningkatkan harga dari harga yang berlaku di pasar. Penjual melakukan rekayasa permintaan dengan melibatkan pihak tertentu yang bersekutu dengan penjual, berpura-pura menjadi calon pembeli. Mereka memuji barang dagangan dan menawarnya dengan harga tinggi, mengundang minat calon pembeli lain untuk membeli dengan harga yang tinggi. Praktik semacam ini diharamkan dalam Islam karena penawar tidak memiliki niat sebenarnya untuk membeli barang tersebut.
Rekayasa Penawaran (Ihtikar)
Ihtikar merujuk pada tindakan menahan atau menimbun barang untuk tidak dijual, menunggu kenaikan harga agar dapat dijual. Sementara penimbun tidak memiliki kebutuhan terhadap barang tersebut, masyarakat sebenarnya sangat membutuhkannya. Dasar hukum larangan Ihtikar terletak pada nilai-nilai universal Al-Qur'an yang menyatakan bahwa setiap tindakan yang merugikan orang lain, termasuk Ihtikar, diharamkan. Ihtikar membawa dampak negatif dan kesulitan bagi manusia.
Tadlis
Tadlis adalah kondisi di mana satu pihak tidak mengetahui kondisi sebenarnya (unknown to one party), dan pihak yang mengetahui informasi memanfaatkannya untuk mendapatkan keuntungan dengan menipu pihak yang tidak mengetahui. Kondisi ini terjadi karena ketidakjujuran di antara pihak yang bertransaksi. Sistem Ekonomi Islam melarang ketidaksetaraan informasi tentang barang yang diperjualbelikan karena dapat melanggar prinsip 'an tardh minkum' (kerelaan bersama).
Taghrir
Taghrir atau gharar adalah ketidaklengkapkan informasi yang dialami oleh kedua belah pihak (pembeli dan penjual). Situasi taghrir terjadi ketika ada ketidakpastian yang melibatkan kedua belah pihak. Dalam ilmu ekonomi, taghrir disebut uncertainty atau resiko. Al-Qur'an dengan tegas melarang transaksi bisnis yang mengandung unsur penipuan dalam segala bentuk terhadap pihak lain dan menegaskan perlunya berlaku adil.
Talaqqi Rukhban
Talaqqi Rukban adalah kegiatan pedagang yang menyongsong pedagang desa yang membawa barang dagangan di jalan sebelum mereka masuk ke tempat untuk memajang dan menjual barangnya di pasar. Praktik ini dilarang dalam Islam karena pedagang desa tidak memiliki informasi yang benar tentang harga pasar. Larangan ini disebabkan oleh ketidakadilan tindakan pedagang kota yang tidak menginformasikan harga sesungguhnya di pasar, yang dapat menyebabkan penipuan dan perbuatan dzalim.
Risywah
Risywah, berasal dari bahasa Arab rasya, yarsyu, rasywan, yang berarti sogokan atau bujukan. Secara terminologis, risywah (suap) adalah pemberian yang diberikan kepada seseorang agar mendapatkan hukuman yang tidak benar atau memperoleh kedudukan. Risywah adalah tindakan yang tidak adil dan merugikan, dan Islam dengan jelas melarang semua bentuk transaksi yang melibatkan unsur penipuan.
Pasar Monopoli
Pada pasar monopoli, penentu harga adalah seorang penjual yang disebut "monopolis". Monopolis memiliki kendali atas harga dengan menentukan jumlah barang yang diproduksi. Semakin sedikit barang diproduksi, semakin tinggi harga, dan sebaliknya. Monopolis dianggap tidak memiliki pesaing. Dalam konteks Islam, bentuk pasar ini diharamkan karena dapat menyebabkan distorsi ekonomi dan merugikan pihak lain.
Semua bentuk distorsi ini diharamkan dalam Islam karena melibatkan ketidakjujuran, penipuan, dan merugikan pihak lain. Distorsi pasar dapat mengakibatkan gangguan terhadap kesejahteraan dan keadilan dalam transaksi ekonomi, nilai-nilai utama dalam ekonomi Islam.
Penting untuk diingat bahwa dalam surah An-Nisa' ayat 29, yang artinya "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu".
pada ayat tersebut Allah SWT dengan tegas melarang memakan atau mengambil harta sesamanya dengan cara yang tidak benar. Keseluruhan konteks ini menegaskan komitmen terhadap transaksi yang adil dan bermoral dalam kerangka ekonomi Islam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI