Mohon tunggu...
Asep B
Asep B Mohon Tunggu... Editor - Asep Burhanudin mantan wartawan yang masih giat menulis

Ada bersahaja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seks Bebas Kala Berduka

21 April 2016   21:20 Diperbarui: 4 April 2017   16:27 5598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Biasanya, gelang yang mereka berikan terbuat dari anyaman rumput hutan atau akar- akaran yang dia ambil dan buat sendiri. Prosesi tarian ini cukup lama hingga larut malam. Sekalipun tari tenggeng usai, peserta pria hingga pagi  terkadang  tidak beranjak pulang. Mereka  tetap berkumpul menemani keluarga yang tengah berkabung. 

Kini Uang Bicara

Makna Tarian Tenggeng mulai memudar sejalan dengan perkembangan jaman. Pembangunan infrastruktur serta derasnya informasi, termasuk televisi, menjadikan pedalaman Papua bukan suatu daerah yang terisolir lagi. Tak dipungkiri budaya luar pun dengan mudahnya mereka tiru tanpa penyaringan yang ketat. Hubungan bak suami istri bukan suatu hal yang tabu bagi sebagian muda mudi Papua saat ini. 

Terlebih di beberapa distrik masih dianut kepercayaan memiliki istri lebih sebagai symbol keperkasaan dan kekayaan. Bahkan, seorang kepala suku seolah diwajibkan memiliki banyak istri untuk memperlihatkan keperkasaannya. Semakin banyak istri, kepala suku semakin berwibawa.

[caption caption="Meja bilyar kini sudah akrab bagi masyarakat Papua Pegunungan, termasuk anak anak di sana. Foto: Asep Burhanudin"][/caption]

Kondisi seperti inilah  yang dijadikan alasan muda-mudi melakukan seks bebas. Mereka kini menggelar tarian tukar gelang bukan semata hanya ritual kematian, tetapi kapanpun mereka mau dan ada kesempatan. Pada akhirnya, di sini uang yang bicara, karena uang sebagai pengganti gelang. Semakin banyak uang yang diberikan, semakin mudah wanita diperdaya dan pasrah. 

Terkadang, penyerahan uang pun sudah  tanpa prosesi tarian lagi. Mereka langsung selipkan pada dada si wanita saat sudah berhadap-hadapan. Begitupun para peserta, kini tak terbatas  mereka yang sudah dewasa lagi, tapi siapa yang punya uang dan payudaranya terlihat mulai membesar,  sudah bisa jadi peserta tarian . Tak jarang di antara mereka  masih di bawah umur atau sebaliknya  sudah beristri. Anehnya lagi, dalam semalam, mereka lakukan berulang -ulang. Di sini, sekali lagi uang bicara, tak jarang si pria bisa menggilir 3 atau empat wanita dalam satu kesempatan, tentunya selagi uang masih ada di tangan.

Tarian tukar gelang tetap dilakukan malam hari, tapi tujuannya sudah menyimpang. Kini mereka bukan takut kena darah yang meninggal, tapi takut diketahui pihak kepolisian atau pihak gereja. Seperti biasanya, ketika bara api sudah meninggalkan cahanya dan hanya menyisakan pekatnya honai, tarian bergeser jadi perbuatan tak senonoh,  seluruh pasangan melakukan hubungan suami istri bersama-sama dalam honai.

Kebiasaan ini terus mereka lakukan setiap ada kesempatan dan uang. Di antara mereka, bahkan banyak yang sudah berpengalaman menggauli PSK di kota. Dari sinilah benang merah mulai menjawab  mengapa penyakit HIV/AIDS merebak di tanah Papua. Sekali lagi, bila menilik akan kusamnya plang peringatan tadi, pertanda kekhawatiran ini sudah berlangsung lama. (Asep Burhanudin)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun