Mohon tunggu...
Brian Oktaweri
Brian Oktaweri Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memaksa Kegentingan dan Serbuan Para Buzzer

19 Juli 2017   15:37 Diperbarui: 19 Juli 2017   15:45 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Screenshoot Dokumentasi pribadi

Indonesia Lawyer Club (ILC) yang ditayangkan TV One semalam menarik untuk dilihat. Masing-masing pihak punya argumen yang menurut mereka itu paling pas dan tepat dengan topik yang membahas Perppu Ormas. Meskipun Yusril seorang pakar hukum, tapi dengan kapasitasnya sebagai pengacara HTI tentu ucapannya harus benar-benar ditelaah. Karena dia membawa misi yang diamanahkan HTI sebagai kliennya, jadi belum tentu apa yang disebutkan Yusril benar semuanya.

Begitu juga dengan ucapan dari pihak penerbit Perppu yaitu Pemerintah. Melalui Wiranto dan Tjahjo Kumolo, pemerintah memberikan argumentasi tentang alasan penerbitan pengganti UU no 17 tahun 2013 tersebut. Dengan berbagai argumen yang mereka sampaikan, sebagai pihak yang terkait dengan polemik ini, apa yang disampaikan pemerintah juga harus ditelaah dengan mendalam. Belum tentu semuanya salah dan siapa tahu memang ada maksud pemerintah untuk mencabut status hukum suatu Ormas pasca penetapan Perppu.

Pemerintah juga berulangkali mengatakan penerbitan Perppu ini tidak bertujuan membubarkan HTI. Tapi untuk melindungi bangsa Indonesia. Tapi, Rabu 19 Juli 2017 atau beberapa jam ucapan pemerintah, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM mencabut status badan hukum ormas Hizbut Tahrir Indonesia ( HTI). Dengan demikian, HTI resmi dibubarkan pemerintah.  

Pencabutan status badan hukum itu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI.

Presiden Jokowi langsung menegaskan hal tersebut, "Ya keputusannya seperti yang sudah diputuskan pada hari ini," ujar Jokowi di JCC, Senayan.

Jokowi menyebut telah mengkaji lama dan mendapatkan dari berbagai pihak termasuk dari masyarakat dan ulama. Sedangkan Kemenkum HAM tak menjabarkan data dan fakta yang menjadi alasan pembubaran HTI. Kemenkum HAM hanya beralasan pembubaran ini untuk merawat Pancasila.

Mahkamah Konstitusi dalam Putusan No. 38/PUU-VII/2009 menyebutkan ada tiga syarat sebagai parameter adanya "kegentingan yang memaksa" bagi Presiden untuk menetapkan PERPU.

Tiga prasyarat untuk menerbit Perppu. pertama, adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU. Kedua, adanya kekosongan hukum karena UU yang dibutuhkan belum ada atau tidak memadai. Dan Ketiga, kekosongan hukum tidak dapat diatasi dengan prosedur normal pembuatan UU.

Bicara tentang kegentingan memaksa, semalam ada ucapan Rocky Gerung, Peneliti Perhimpunan Pendidikan Demokrasi yang menarik. Dia menyebutkan pemerintah tidak menyebutkan secara detail kegentingan memaksa itu, diakhir komentarnya dia mengatakan memaksakan kegentingan.

Memang sampai saat ini secara jelas pemerintah belum menyebutkan apa kondisi kegentingan memaksa tersebut. Seharusnya Perppu terkait dengan Korupsi dan Narkoba lebih didahulukan, karena lebih genting. Lihat saja kasus yang menjerat Setnov cs, begitu juga narkoba yang makin merajalela. Sabu seberat 1 ton ditangkap, jika tidak diamankan polisi bayangkan betapa banyak rakyat Indonesia yang jadi korban. Kita sudah darurat narkoba.

Jika mengacu kepada ucapan Jokowi dan perumus Perppu Ormas, alangkah baiknya juga ada Perppu korupsi dan Narkoba. Sehingga para tersangka Narkoba dan korupsi juga langsung dijeblokan ke penjara, tidak usah melalui pengadilan. Dan tidak usah pakai praduga tak bersalah, jika tidak berkenan silahkan ajukan keberatan melalui mekanisme hukum.

Ditengah utang kita makin meroket, tindakan korupsi makin membuat rakyat sengsara. Karena itu sudah memenuhi syarat kegentingan, jika terlambat uang yang didapatkan dari utang akan diambil para koruptor.

Dengan menghilangkan hak Ormas yang dituduh bersalah untuk membela diri dipengadilan sama saja menghilangkan hak orang untuk diperlakukan secara adil. Seperti yang disampaikan diatas, belum tentu juga pemerintah selalu benar. Kenapa harus menghilang hak orang membela diri tersebut.

Serbuan Buzzer

Ada yang menarik juga semalam. Bertepatan dengan acara ILC, dunia maya juga bergolak. Para pendukung dua kubu juga saling membenarkan kubu mereka. Beberapa saat setelah komentar Wiranto, secara tiba-tiba ramai dukungan terhadap ucapan sang Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM tersebut.

Yang anehnya kata-kata dukungan sama antara satu akun dengan akun yang lain. Waktu mereka mencuit juga bersamaan menitnya, dan jumlah follower mereka boleh dikatakan hanya hitungan seluruh jari kita. Selain membela komentar Wiranto, para akun-akun yang jumlah cukup banyak tersebut menyudutkan pendapat yang kontra dengan Perppu Ormas.

Begitu juga dengan media warga yang disuguhi adu argumen melalui tulisan tentang pembenaran masing-masing pihak. Tidak terkecuali portal Seword yang juga ikut menayangkan tulisan tentang Perppu. Seword terkenal dengan portal yang sering menghapus tulisan mereka sendiri karena dianggap menyebarkan kebencian. Pendirinya merupakan satu dari sekian banyak netizen yang diundang Jokowi ke Istana.

Dalam kesempatan itu, salah satu nara sumber yaitu Wasekjend MUI menyampaikan klarifikasi terkait pernyataan Ketua PB NU, Said Aqil yang mencomot nama Ormas menjadi salah satu pendukung Perppu. Wasekjend MUI mengatakan apa yang dikatakan Said Aqil tidak benar, karena salah satu Ormas yang disebutkan adalah Ormas dimana Wasekjen MUI itu bergabung.

Seperti yang disampaikan Refly Harun, Mahkamah Konstitusi akan menjadi penentu. Dan dia yakin MK memutuskan dengan cermat terkait dengan Perppu tersebut. Pakar hukum tata negara ini termasuk bagian dari yang tidak setuju dengan penerbitan Perppu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun