Mohon tunggu...
Ronny P Sasmita
Ronny P Sasmita Mohon Tunggu... Analis Ekonomi Politik Internasional Financeroll Indonesia -

Penyeruput Kopi, Provokator Tawa, dan Immigrant Gelap di Negeri Kesunyian

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Terobosan Kebijakan Jepang dan Tiongkok Jauh Panggang dari Api

7 Maret 2016   16:33 Diperbarui: 7 Maret 2016   22:18 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kementerian Perdagangan Tiongkok mengatakan kepada media, mulai tahun ini pemerintah tidak akan lagi menetapkan target tahunan untuk aktivitas perdagangan luar negeri. Hal ini diambil setelah Presiden Xi Jinping menetapkan orientasi ekonomi terbaru Tiongkok yang berbasis pada konsumsi dan jasa. Dihapusnya kebijakan penetapan pertumbuhan perdagangan tahunan pada 2016, terbukti menjadi pilihan bijaksana, karena ekspor berkemungkinan akan menjadi terus memburuk, sebelum kembali ke jalur pemulihan.

Tapi bagaimanapun, diperkirakan aktivitas perdagangan luar negeri masih akan mendapat tekanan yang besar sepanjang 2016, meskipun peningkatan permintaan berpeluang melonjak secara temporer. Sehingga Beijing harus tetap waspada karena ekspor yang lemah, berpotensi menimbulkan risiko pelemahan ekonomi Tiongkok lebih lanjut. Dengan kata lain, pemerintah Tiongkok harus bersiap-siap mengeluarkan kebijakan fiskal terbaru untuk mengantisipasinya.

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Secara umum, nilai ekspor Indonesia turun 20,72% secara year on year pada Januari dibandingkan penurunan 15,2% menurut estimasi pasar. Meskipun memang menorehkan surplus, surplus neraca perdagangan ternyata ditopang oleh impor yang merosot semakin tajam pada bulan pertama 2016. Data dari BPS menunjukan bahwa nilai impor barang ke Tanah Air merosot 17,15% pada Januari setelah turun 16,02% pada Desember. Ini menandakan bahwa demand domestic masih belum pulih, terutama untuk barang modal dan bahan baku.

Perlambatan ekonomi Tiongkok terbukti menggerus nilai ekspor Indonesia ke negeri tersebut. Tiongkok digeser oleh Jepang sebagai negara penerima ekspor nonmigas nomor dua setelah Amerika. Ini adalah indikasi bahwa permintaan dari Tiongkok benar-benar sedang melambat sesuai dengan dinamika ekonomi domestiknya. Namun sebaliknya, justru negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari 2016 ditempati oleh Tiongkok dengan nilai US$2,48 miliar (26,86 persen), Jepang US$0,90 miliar (9,73 persen), dan Thailand US$0,66 miliar (7,20 persen).

Devaluasi yuan dan stagnasi ekonomi Jepang akan membuat produk dari kedua negara ini membanjiri pasar dalam negeri, karena memang itulah yang mereka harapkan. Lalu bagaimana dengan produk dan komoditas non mogas kita? Komitmen pemerintah yang bertekad meningkatkan pertumbuhan sektor nonmigas sampai 8%an harus diiringi dengan penemuan pangsa pasar baru, karena kedua negara utama Asia ini memang sedang dalam posisi bertahan. [caption caption="www.centralfutures.com"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun