Mohon tunggu...
Ronny P Sasmita
Ronny P Sasmita Mohon Tunggu... Analis Ekonomi Politik Internasional Financeroll Indonesia -

Penyeruput Kopi, Provokator Tawa, dan Immigrant Gelap di Negeri Kesunyian

Selanjutnya

Tutup

Money

Ekonomi Politik Petani Sawit

6 Maret 2016   07:55 Diperbarui: 6 Maret 2016   08:35 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lalu sampai saat ini, dengan siapa petani-petani sawit berkawan, sampai-sampai tak ada yang memperjuangkan. Petani ya berkawan sesama petani, tak ada kelompok tani disini. Kelompok tani itu tak penting, tak ada gunanya. Oleh karena itu, dinas perkebunan atau dinas pertanian setempat tak terniat menginisiasinya.

Padahal jika ada niat kesana, intervensi pemerintah setempat bisa dilakukan via kelompok tani sawit ini. Bisa melakukan penyuluhan tentang penanaman atau perawatan tanaman sawit agar buahnya memiliki standard yang sama dengan permintaan pabrik, sehingga harganya bisa bersaing. Tapi ya sudahlah, otoritas setempat memang tak dioperasionalisasikan untuk petani. Itu pointnya. Mereka beroperasi sendiri, meskipun namanya dinas perkebunan atau dinas pertanian atau apalah, jika disuruh mengurus kebun, tentu akan mengotori pakaian seragamnya yang mentereng itu. Ini perkaranya.

Bagaimana mungkin mereka yang berseragam, yang sudah masuk kategori priyayi, harus disuruh kumpul-kumpul dengan petani, yang benar saja. Ini logika budaya toh, jadi tak perlu dibantah. Perasaan semacam itu sudah ada didalam jiwa para pekerja birokrasi sedari zaman raja monyet mengantarkan biksu Tong ke utara. Jadi jangan terlalu heran soal ini. Pendek kata, nasib petani sawit ya ada ditangan tengkulak, bukan ditangan pak Bupati atau ditangan pak Gubernur. Terlalu ngacok logikanya jika menggantungkan nasib ditangan mereka. Beliau-beliau itu bupati dan gubernur, mana mungkin mengurus petani, beda level, tolong dipahami itu. Titik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun