Demikian halnya penantang menawarkan terobosan baru pembangunan yang khas yang mempunyai nilai magnetik.
Kedua kandidat capres dan cawapres seharusnya bisa menjadikan panggung debat ini sebagai ruang penegasan bahwa baik petahana maupun penantang mempunyai kesungguhan, kapasitas dan kemampuan untuk bekerja demi kemaslahatan negeri ini.
- Pemilih Milenial-Kritis
Hal lain yang penting dapat direbut oleh para kandidat dalam debat ini adalah bagaimana generasi milenial menjadi salah satu komoditi politik yang paling penting untuk dapat diyakinkan agar mereka merasa terjanjikan atas peluang masa depannya.
Suara generasi ini, didapuk dapat menyumbang suara terbanyak dari seluruh segmen pemilih di Indonesia.
Suara pemilih milenial dalam Daftar Pemilih Tetap KPU proporsinya sekitar 34,2 % dari total 152 juta pemilih dan keberadaannya kerap disebut bakal menentukan arah politik bangsa Indonesia ke depan.
Sehingga, tidak heran kini banyak yang dipasang calon-calon pemimpin dari daerah sampai ke pusat mengambil peran dengan figur muda yang menyesuaikan gaya milenial.
Dihadapkan pada data Badan Pusat Statistik, prediksi pemilih milenial pada Pilkada 2018 yang lalu sekitar 35 %.
Dalam konteks perilaku pemilih, kelompok milenial tergolong jenis pemilih rasional (kritis), karena mayoritas mereka pengguna media sosial dan melek akses informasi dan relatif rata-rata sudah terdidik sejak dini.
Perlu diketahui, bahwa ajang "debat" salah satu kebutuhan publik adalah mengakomodasi pembinaan generasi milenial, mengingat sasaran debat termasuk dalam tipologi pemilih rasional dan kritis.
Pemilih rasional adalah pemilih yang memiliki orientasi tinggi para policy-problem-solving dan berorientasi rendah untuk faktor ideologi.
Pemilih milenial-rasional lebih mengutamakan kemampuan para calon dalam program kerjanya yang bisa dilihat dari kinerja pada masa lalu dan tawaran program untuk menyelesaikan persoalan yang ada.