Mohon tunggu...
BRORIVAI_Center
BRORIVAI_Center Mohon Tunggu... Politisi - Kehadiran lembaga BRC pada dasarnya untuk kemajuan Sulsel

BRC ( BRORIVAI Center )

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Perlukah Kementerian Penanggulangan dan Mitasi Bencana ?

6 Januari 2019   23:21 Diperbarui: 7 Januari 2019   14:53 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam keadaan normal, sejumlah menteri negara terkait, perwakilan organisasi peduli bencana, dan ahli yang relevan membentuk apa yang disebut "Dewan Manajemen Bencana Pusat" dan berada di bawah kendali Kantor Kabinet untuk membahas hal-hal penting seperti pengembangan rencana manajemen bencana nasional dan kebijakan dasar dan untuk mengambil tanggung jawab, mempromosikan penanggulangan bencana komprehensif dan merumuskan kebijakan utama.

Sistem pengendalian bencana di Jepang dikelola dalam tiga tingkatan yakni, tingkat nasional, wilayah/provinsi (prefektur), dan Kota. Kepala setiap tingkatan yang ada bertanggung jawab penuh atas yurisdiksi dalam struktur yang mirip dengan tingkatan pemerintahan dalam suatu negara.

Mekanisme kerja dan rencana pencegahan bencana menyeluruh dikembangkan sesuai dengan peran yang akan dilakukan pada setiap tahap atau tingkatan. Dalam hal terjadi bencana, atau di mana ada risiko bencana, Kantor Kabinet, dengan kerja sama kementerian dan lembaga terkait, memimpin dalam penanggulangan, sesuai dengan tingkat dan skala bencana.

Pada dasarnya, model dan sistem pengendalian bencana Jepang, sudah dipraktikan di Indonesia meskipun secara manajemen bersifat non-kementerian dan berbentuk sebagai lembaga mandiri yang disebut BNPB. Secara hirarkis, lembaga ini juga sudah bekerja secara berjenjang seperti halnya di Jepang. Namun yang menjadi isu besar saat ini adalah penentuan skala bencana/krisis, pola respons cepat baik tingkat pusat dan daerah, adanya tumpah-tindih kewenangan, serta kendala terbatasnya sarana prasarana dan sumberdaya yang tersedia.

Polemik lemahnya penanganan bencana di Indonesia umumnya selalu dikaitkan dengan dua isu klasik yakni "sistem manajemen" dan "ketercukupan sumberdaya anggaran". Bila urgensi pembentukan kementerian dengan alasan kurang efektifnya sistem manajemen dan terbatasnya sarana prasarana dan dukungan anggaran, tidaklah berarti dengan membentuk kementerian menjadi efektif dan alokasi anggaran menjadi lebih besar.

Meskipun sebesar-besarnya anggaran yang disiapkan oleh pemerintah dalam mengatasi bencana tetap harus ada estimasti tentang biaya resiko bencana secara terukur dan disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara.

Karena itu, wacana keberadaan BNPB, Basarnas dan BMKG yang akan diwadahi dalam satu kementerian negara, hanyalah sebagai bentuk penyederhanaan komando, tetapi tidak berarti upaya ini dapat menjamin lahirnya suatu lembaga yang semakin efisien meskipun secara otoritas tingkatannya akan menjadi lebih tinggi dan perannya lebih luas.

Tetapi bila lembaga ini diangkat pada tingkat kementerian, karena alasan urusan bencana alam yang tidak saja berkaitan dengan peringatan dini, dukungan keselamatan manusia, bantuan pemulihan dan mitigasi, maka wacana ini dapat dipertimbangkan. Risiko akibat bencana tentu disadari mencakup banyak aspek, baik yang berurusan dengan penanganan infrastruktur dalam tahapan pemulihan dan rekonstruksi maupun mitigasi sosial lainnya, membutuhkan koordinasi antar-kementerian yang efektif.

Bahkan untuk masuk ke arena kerja kebencanaan, membutuhkan sejumlah dimensi keahlian khusus, termasuk kemampuan fisik yang memadai dan terlatih. Tidak mengherankan dalam pengendalian dan penanganan bencana juga melibatkan sejumlah lembaga dan kementerian antara lain, kementerian kesehatan kementerian pekerjaan umum dan perumahan rakyat, kementerian lingkungan hidup, kementerian pendidikan, bahkan kementerian pertahanan melalui pengerahan kekuatan TNI sebagai bagian dari konsep operasi militer selain perang.

Penanganan dan penanggulangan bencana harus dilihat dari spektrum risiko dan ancamannya, mengingat pihak yang bekerja di dalamnya bersifat multi-sektor sesuai dengan kapasitas dan otoritas fungsionalnya masing-masing. Pada tingkat taktis urusan keselamatan seperti urusan search and rescue, bantuan logistik, dan upaya mitigasi menjadi satu kesatuan dalam penanganannya, tapi secara manajerial memerlukan komando yang berbeda.

Lagi-lagi urusan penanganan isu strategis seperti bencana alam selalu bertumpu pada koordinasi antar kementerian/lembaga fungsional yang diatur dalam suatu regulasi berdasarkan domain masing-masing, serta dalam peran pelibatannya berbasis pada tingkat eskalasi risiko, kedaruratan, krisis dan dinamika ancaman bencana itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun