Mohon tunggu...
Luluk Ramadhany
Luluk Ramadhany Mohon Tunggu... Penulis - Pelajar

Seorang Anak Desa, Tinggal di pati jawa tengah, lulusan Tsanawiyah/SLTP.\r\nKebenaran ada di Banyak Sisi,Kadang kebenaran berada di posisi yang salah

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

12 Poin RUU KUHP dan Surat Edaran Kejagung, Indikasi Matinya Pembrantasan Korupsi

11 Februari 2014   04:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:57 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1392064145808312652

[caption id="attachment_321815" align="alignnone" width="640" caption="gambar: gurusukwan.blogspot.com"][/caption]

Korupsi,,,ya itulah penyakit yang mengakar dan menggrogoti negeri ini dengan begitu ganas dan liarnya, Ketika masyarakat Negeri ini begitu antusias dan semangatnyauntuk memerangi penyakit yang namanya KORUPSI.Institusi Penegak hukum dan pembuat Undang-undang alias DPR ,yang diharapkan masyarakat serta  seharusnya jadi garda terdepan dalam hal pembrantasan korupsi, malah sebaliknya  ada saja penegak hukum  dan pembuat undang-undang yang lemah, lunglai,kerdil bahkan mungkin melemahkan dan mengerdilkan diri dalam hal pemberantasan korupsi.
Itulah yang sedang di pertontonkan oleh oleh KEJAGUNG dan lembaga DPR sekarang ini, kejagung dengan surat edaranya bernomor B-113/F/Fd.1/05/2010 kepada seluruh kejaksaan tinggi yang isinya  diimbau agar dalam kasus dugaan korupsi, masyarakat yang dengan kesadarannya telah mengembalikan kerugian keuangan negara yang nilainya kecil perlu dipertimbangkan untuk tidak ditindaklanjuti. hal ini tentunya tidak sesuai dengan undang-undang bahkan bertentangan dengan UU Korupsi. Pasal 4 UU Korupsi mengatakan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapus dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimkasud dalam Pasal 2 dan Pasal 3. Penjelasan Pasal ini mengatakan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara hanya merupakan salah satu faktor yang meringankan. Jadi, dari bunyi Pasal 4 UU Korupsi tersebut, terlihat jelas bahwa hal tersebut bertentangan dengan Pasal 4 UU Korupsi. Secara tidak langsung,Kebijakan itu juga membuka ruang bagi para jaksa untuk menyelewengkan wewenang. Ia menjadi arena baru bagi mereka untuk bermain’ dengan tersangka kasus korupsi. Apalagi, kebijakan Kejagung tidak secara tegas menyebutkan sekecil apa nilai korupsi yang bisa diputihkan.
Lain KEJAGUNG lain pula  DPR,Lembaga wakil rakyat ini yang di harapkan bisa melahirkan produk perundang-undangan yang bisa menjerat para koruptor malah sebaliknya, seakan-akan memberi celah dan melemahkan kebijakan-kebijakan KPK, Indikasi pelemahan KPK ini terlihat jelas dengan di godognya perundang-undangan  RUU KUHP. menurut Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dan Reformasi Hukum . ada 12 poin RUU KUHP yang sedang di bahass PANJA  DPR .12poin tersebut berpotensi melenahkan dan memangkas kewenangan KPK Poin -poin tersebut sebagai berikut :

1. Dihapuskannya ketentuan penyelidikan

2. KUHAP berlaku terhadap tindak pidana yang diatur di luar KUHP. Ketentuan ini bisa meniadakan hukum acara khusus  dalam penanganan kasus korupsi yang saat ini digunakan KPK.

3. Penghentian penuntutan suatu perkara. Menurut RUU KUHAP, Hakim Pemeriksa Pendahuluan (Hakim Komisaris) memiliki kewenangan untuk menghentikan penuntutan suatu perkara.

4. Tidak memiliki kewenangan perpanjangan penahanan pada tahap penyidikan.

5. Masa penahanan tersangka lebih singkat.

6. Hakim Komisaris dapat menangguhkan penahanan yang dilakukan penyidik dengan jaminan uang atau orang .

7. Penyitaan harus seizin dari hakim

8. Penyadapan harus mendapat izin hakim

9. Penyadapan (dalam keadaan mendesak) dapat dibatalkan oleh hakim

10. Putusan bebas tidak dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung

11. Putusan Mahkamah Agung tidak boleh lebih berat dari putusan pengadilan tinggi.

12. Ketentuan pembuktian terbalik tidak diatur.
selain berpotensi melemahkan dan memangkas kebijakan KPK,  Koalisi mengendus ada upaya percepatan yang akan dilakukan Panja DPR agar RUU KUHAP ini dapat disahkan April 2014, atau paling lambat Oktober 2014, sebelum jabatan anggota dewan periode 2009-2014 berakhir.Proses pembahasan kedua RUU ini pun terkesan dilakukan secara tertutup atau diam-diam untuk menghindari kritik atau perhatian dari publik maupun media. Berdasarkan pemantauan Koalisi, sejumlah pertemuan pembahasan RUU ini dilakukan pada malam hari dan dihadiri kurang dari separuh anggota Panja. Sumber:http://ditjenpp.kemenkumham.go.id
Kebijakan KEJAGUNG dengan surat edaranya serta Pembahasan RUU KUHP oleh DPR  dI gedung dewan, sungguh kontradiktif dengan semangat Pemberantasan korupsi yang sedang di kumandangkan di Negeri ini.Sulit disangkal kebijakan KEJAGUNG dengan surat edaranya  secara tidak langsung  bentuk kompromi terhadap korupsi. Ia seakan dorongan bagi para pejabat untuk tidak perlu takut menilap uang rakyat. Toh kalau ketahuan, mereka cukup mengembalikan lagi uang itu dan semuanya beres. sungguh kebijakan yang sulit di nalar untuk saat ini.

Ketika masyarakat begitu antusias dan semangatnya memerangi Korupsi di negeri ini, institusi penegak hukum dan institusi pembuat perundang-undangan di harapkan jadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi tapi ternyata,,,,hah jauh dari harapan, mungkinkah pemberantasan korupsi akan  terwujud,,,,? sampai kapanpun kalau begini jangan harap pemberantasan korupsi akan berhasi,,,,,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun