[caption id="attachment_321815" align="alignnone" width="640" caption="gambar: gurusukwan.blogspot.com"][/caption]
Korupsi,,,ya itulah penyakit yang mengakar dan menggrogoti negeri ini dengan begitu ganas dan liarnya, Ketika masyarakat Negeri ini begitu antusias dan semangatnyauntuk memerangi penyakit yang namanya KORUPSI.Institusi Penegak hukum dan pembuat Undang-undang alias DPR ,yang diharapkan masyarakat serta seharusnya jadi garda terdepan dalam hal pembrantasan korupsi, malah sebaliknya ada saja penegak hukum dan pembuat undang-undang yang lemah, lunglai,kerdil bahkan mungkin melemahkan dan mengerdilkan diri dalam hal pemberantasan korupsi.
Itulah yang sedang di pertontonkan oleh oleh KEJAGUNG dan lembaga DPR sekarang ini, kejagung dengan surat edaranya bernomor B-113/F/Fd.1/05/2010 kepada seluruh kejaksaan tinggi yang isinya diimbau agar dalam kasus dugaan korupsi, masyarakat yang dengan kesadarannya telah mengembalikan kerugian keuangan negara yang nilainya kecil perlu dipertimbangkan untuk tidak ditindaklanjuti. hal ini tentunya tidak sesuai dengan undang-undang bahkan bertentangan dengan UU Korupsi. Pasal 4 UU Korupsi mengatakan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapus dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimkasud dalam Pasal 2 dan Pasal 3. Penjelasan Pasal ini mengatakan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara hanya merupakan salah satu faktor yang meringankan. Jadi, dari bunyi Pasal 4 UU Korupsi tersebut, terlihat jelas bahwa hal tersebut bertentangan dengan Pasal 4 UU Korupsi. Secara tidak langsung,Kebijakan itu juga membuka ruang bagi para jaksa untuk menyelewengkan wewenang. Ia menjadi arena baru bagi mereka untuk bermain’ dengan tersangka kasus korupsi. Apalagi, kebijakan Kejagung tidak secara tegas menyebutkan sekecil apa nilai korupsi yang bisa diputihkan.
Lain KEJAGUNG lain pula DPR,Lembaga wakil rakyat ini yang di harapkan bisa melahirkan produk perundang-undangan yang bisa menjerat para koruptor malah sebaliknya, seakan-akan memberi celah dan melemahkan kebijakan-kebijakan KPK, Indikasi pelemahan KPK ini terlihat jelas dengan di godognya perundang-undangan RUU KUHP. menurut Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dan Reformasi Hukum . ada 12 poin RUU KUHP yang sedang di bahass PANJA DPR .12poin tersebut berpotensi melenahkan dan memangkas kewenangan KPK Poin -poin tersebut sebagai berikut :
1. Dihapuskannya ketentuan penyelidikan
2. KUHAP berlaku terhadap tindak pidana yang diatur di luar KUHP. Ketentuan ini bisa meniadakan hukum acara khusus  dalam penanganan kasus korupsi yang saat ini digunakan KPK.
3. Penghentian penuntutan suatu perkara. Menurut RUU KUHAP, Hakim Pemeriksa Pendahuluan (Hakim Komisaris) memiliki kewenangan untuk menghentikan penuntutan suatu perkara.
4. Tidak memiliki kewenangan perpanjangan penahanan pada tahap penyidikan.
5. Masa penahanan tersangka lebih singkat.
6. Hakim Komisaris dapat menangguhkan penahanan yang dilakukan penyidik dengan jaminan uang atau orang .
7. Penyitaan harus seizin dari hakim
8. Penyadapan harus mendapat izin hakim
9. Penyadapan (dalam keadaan mendesak) dapat dibatalkan oleh hakim