Mohon tunggu...
Imamuddin
Imamuddin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Guru Sekolah dasar Universitas Muhammadiyah Malang

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Rusak Karena Kebodohan

23 Februari 2024   00:07 Diperbarui: 23 Februari 2024   00:17 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sangat jauh sekali dari apa  yang menjadi  pemikiran dari Freire, banyak orang tua siswa bodoh amat dengan cara seperti itu, yang seharusnya orang tua sebelum mengirim anak nya masuk sekolah, yang menjadi guru pertama adalah orang tua anak itu sendiri. Dimulai dari mengajar, mendampingi dan membimbing anaknya.

Permasalah terjadi dengan faktor sosial; Perkotaan dan perdesaan.  Di perkotaan tidak asing lagi orang tua siswa dengan kesibukan pekerjaan. Banyak tetangga saya dari kampung berkiprah atau berangkat jauh meninggalkan kampung untuk menjadi Asisten Rumah Tangga (ART) di kota. Permasalahan ini menjadi kebiasaan orang di perkotaan, sehingga mereka rela membayar mahal orang yang merawat anaknya di uisa dini.

Sedangkan di perdesaan, masyarkat dengan kondisi sosial dengan kendala; kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan pendidikan rendah. Menyebabkan secara mengawasan orang tua terhambat dengan kendala -- kendala tersebut.

Perkembanagan Kognitif menurut Jean Piaget yaitu proses berfikir anak yang diperoleh dari hasil kemantangan individu dalam mengamati objek-objek yang ada di lingungannya. Pada anak usia dini diketahui bahwasanya kecerdasan anak harus diberi stimulus dengan baik misalnya orang tua memberikan rasa aman secara fisik dan emosional dan orang tua memberikan model rangsangan yang mengacup pada proses berfikir anak bisa dengan membuat hasil karya sesuai keinginan anak.

Sudah jelas apa yang menjadi sebuah pola pemikiran yang di jelaskan di atas merupakan metode khusus yang seharunya orang tua memahaminya...!!

Pragmatisme Pendidikan merupakan ancaman pendidikan di Indoensia saat ini. Pendidikan berupa memberikan kesadaran untuk anak bangsa dengan banyak trobosan yang ada di kurikulum pendidikan saat ini. Problematika yang terjadi sekarang, di awali dengan kesadaran orang tua yang rendah atas kesadaran dalam merawat dan mendampingi anaknya dan di tambah pengaruh sekolah yang menjadikan ajang kompetisi. Sekolah bukan lagi tempat mendidik, mengajar dan menciptakan anak -- anak bangsa dalam kecakapan intelektual, berakhlak dan berbudi pekerti yang luhur.

Kebodohan terjadi ketika kita menyadari bahwa sekolah menjadi ajang "egosentris". terjadi pada sekolah dasar, menegah pertama dan menegah atas bahkan di perguruan tinggin. Kebodohan itu karana sekolah tidak mampu memahami makna dari pendidikan, setiap saya naik kelas, saya di hadapkan dengan banyak orang yang saya tidak kenal, orang-orang itu bergembira ketika anaknya di panggil untuk berdiri di hadapan siswa lainya dan untuk menerima penghargaan dari sekolah "Ranking Kelas".

Bodohnya penghargaan itu bukanlah bahan sebagai mempertadalam hasil belajarnya. Justru penghargaan itu sebagai alat dan cara untuk membodohkan diri sendiri, dengan merendahkan orang lain, merasa diri paling benar, dan sebagai alat penindasan, Bullying dst.

Seorang pakar filsafat data yang bernama Reza A.A Wattimena, pernah malakuakn penelitian dan menulis problematika yang terjadi di pendidikan Indnesia. Sistem pendidikan Indonesia sekarang ini masih berpijak pada nilai ujian. Di dalam sistem ini, jawabanya atas semua pertanyaan sudah dirumuskan sebelumnya. 

Anak hanya perlu mengahafal dan mengulang jawaban tersebut di dalam kelas ujian yang disediakan. Dari proses ini, kemampuan akademiknya diukur. Namun, sayangnya proses semacam ini justru membutuhkan kreativitas berpikir anak. Pertanyaan-pertanyaan asli yang menarik dan merangsang kedalam berpikir juga dibunuh. Akibanya, kemampuan berfikir anak menjadi tumpul. Ia mengalami kesulitan untuk merumuskan pertanyaan, berpikir kritis, berpikir mandiri dan berpikir refleksi.

Yang ingin dicapai dengan proyek filsafat untuk anak, menurut Zeitler, adalah pembentukan cara berpikir anak. Proyek ini tidak mengajarkan anak, apa yang harus dipikirkan, melainkan metode untuk  berpikir, sehingga ia bisa sampai pada kesimpulan yang terbuka, kritis  dan masuk akal. Peran orang dewasa tentu sangat besar dalam hal ini.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun