Jurnalisme kian terus bekembang dan inovatif dalam menyediakan konten di era digital. Agar media mampu bertahan dan bersaing di era saat ini, diperlukannya seorang jurnalis dengan kemampuan teknologi dan digital yang baik.
Kemajuan teknologi yang semakin hari semakin terus meningkat, ternyata juga memberikan pengaruh terhadap perkembangan jurnalisme. Dulu, jurnalisme pasti berkaitan erat dengan Teori Jarum Suntik (Hypodermic Needle Theory).Â
Teori ini menjelaskan bagaimana media memiliki kekuatan dalam memengaruhi audiens dan audiens menerima segala informasi yang diberikan secara pasif, tanpa memilah dan melakukan verifikasi.Â
Dahulu, proses pembuatan berita bersifat hierarkis, linear, serta melibatkan beberapa orang atau tim khusus. Mulai dari wartawan mencari berita, meliput peristiwa, menulis, menyunting hingga pada proses penyebaran berita.Â
Jurnalisme saat ini
Kini jurnalisme tak lagi mengacu pada audiens yang pasif, namun jurnalisme sudah mengalami perubahan dan mengarah pada model horizontal transaksional.
Saat ini, audiens tak lagi pasif, melainkan menjadi aktif. Para audiens dapat memberikan umpan balik (feedback) kepada media online melalui komentar di kolom komen atau memberikan reaksi tertentu.Â
Tak hanya itu, audiens kini juga dapat mengonsumsi berita sekaligus membuat berita atau yang disebut dengan prosumer (producer and consumer). Dapat diartikan, kegiatan jurnalistik mulai tergantikan oleh masyarakat atau audiens.Â
Selain, audiens dapat mendapatkan berita dari manapun, mereka juga dapat membuat dan memublikasikan melalui jaringan internet seperti, media sosial atau blog yang dimiliki.Â
Kehadiran prosumer dan media berbasisi komunitas yang mengembangkan citizen journalism tentunya memiliki peluang bagi masyarakat menjadi watchdog bagi jalannya pemerintahan dan kepentingan politik. Â