Dengan tegas bapak pun menjawab "Tidak, mau dapat uang darimana Pin? Untuk makan saja masih kurang apalagi untuk membiayai kamu sekolah! Sudah kamu sebaiknya meneruskan menjadi petani saja saat sudah besar! Tidak usah sekolah, gak penting!".
Mendengar hal itu, Pipin yang awalnya menahan air matanya kuat kuat, sekarang mulai melepaskan air mata nya dan air itu mulai membanjiri pipi Pipin. Pipin berjalan keluar rumah, sambil sesegukan. Ia hanya ingin bersekolah dan mempunyai cita cita, namun kenapa begitu susah? Melihat Pipin menangis, Hein mulai berteriak
"Hey kampung, kau menangis karena tidak bisa sekolah ya? Haduh kasiannya, dasar bodoh!".
Mendengar hal itu Pipin tidak terima, ia mulai mengatakanÂ
"Kau berbicara dengan siapa? Dengan siapa kau mengatai bodoh? Aku tidak merasa tersinggung, karena aku bukan orang bodoh".
"Kau yang bodoh! Kau tidak dapat bersekolah. Karena kau hanyalah orang miskin yang ditampung di antara orang orang Belanda." Seru Hein.
"Setidaknya, aku bisa menghasilkan sesuatu! Aku bisa memainkan gamelan, aku bisa menari, aku bisa menyanyi! Tidak seperti kau yang hanya bisa menjadi budak sekolah, kerjanya hanya menghafal!" Bela Pipin.
Resolusi :
Hati Hein tergores, ia merasa sakit hati oleh semua ucapan Pipin. Padahal, Hein juga tidak ingin hidup seperti ini. Ia tidak ingin bersekolah dibawah paksaan orangtuanya. Hein juga ingin dapat mengeksplorasi dirinya seperti Pipin yang dapat melakukan apa saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H