Dalam dunia yang penuh kejutan dan perubahan, tidak ada yang dapat diprediksi dengan pasti, termasuk aturan wajib masker.Â
Untuk waktu yang lama, kita "dipaksa" untuk hidup dalam era "Masker adalah Raja", di mana tidak ada satu orangpun yang dapat meninggalkan rumah tanpa melilitkan kain pelindung ke wajah agar selamat dari ancaman yang tak terlihat.
Saya teringat saat awal-awal pandemi menyerang bumi. Saat itu terjadi kelangkaan masker medis. Harga masker sebelum pandemi hanya dibanderol sekitar Rp 25.000-30.000/pack. Tapi harganya tetiba melonjak hingga berkali-kali lipat menjadi Rp 200.000-300.000/pack. Bahkan ada yang sampai jutaan. Wow.
Ada juga video yang beredar secara luas memperlihatkan otorita India memukuli orang-orang yang "ndableg" (tidak bisa diberi nasihat) lantaran keluar rumah tanpa memakai masker. Dalam hati saya: Hmmmm... Pulang rumah minta isteri supaya kompres kaki sama punggungnya, lantaran benjol-benjol kena pentungan polisi.
Tapi, tahukah kalau aturan wajib masker sudah dicabut?
Ya. Indonesia secara resmi telah mencabut aturan pakai masker yang jadi bagian dari protokol kesehatan pandemi Covid-19.
Pencabutan ini ditetapkan pemerintah lewat Satuan Tugas Penanganan Covid-19 dengan Surat Edaran (SE) No 1/2023 tentang Protokol Kesehatan pada Masa Transisi Endemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), pada 9 Juni 2023.
Dikutip dari CNBC Indonesia (13/6), Wiku Adisasmito, Juru Bicara Penanganan Covid-19, memberikan penjelasan mengenai alasan pemerintah mencabut aturan wajib pakai masker. Salah satu pertimbangannya adalah data yang menunjukkan penurunan kasus harian Covid-19 di seluruh dunia sejak awal 2023 hingga 8 Juni 2023. Kasus positif mengalami penurunan sebesar 97%, kasus kematian turun sebesar 95%, dan kasus aktif menurun 4%. Selain itu, rata-rata persentase kesembuhan di seluruh dunia selama tahun 2023 mencapai 96%.
Wiku menjelaskan bahwa kondisi tersebut merupakan tanda positif, dan menjadi momentum yang tepat untuk menyesuaikan kebijakan protokol kesehatan bagi pelaku perjalanan dalam dan luar negeri, kegiatan skala besar, serta kebijakan di fasilitas publik guna meningkatkan ekonomi di Indonesia. Lebih lanjut, Wiku menambahkan bahwa Badan Kesehatan Dunia juga telah mencabut status Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).
Secara nasional, perkembangan indikator pandemi di Indonesia juga menunjukkan penurunan sejak awal 2023 hingga saat ini. Dalam rentang waktu 1 Januari hingga 8 Juni 2023, kasus positif menurun 31% menjadi 254 kasus dari sebelumnya 366 kasus. Rata-rata persentase kesembuhan di Indonesia saat ini mencapai 97,47%, yang sama dengan awal 2023, dan terjadi penurunan 43% pada kasus kematian.
"Demi memaksimalkan perekonomian Indonesia dan menghadapi proses transisi menjadi endemi, Satgas Covid-19 telah merelaksasi kebijakan dengan menerbitkan Surat Edaran (SE) No.1 Tahun 2023 tentang Protokol Kesehatan Pada Masa Transisi Endemi Untuk Mencegah Penularan Covid-19," ujar Wiku dalam keterangan resmi.
Seiring dengan berjalannya waktu, pemerintah telah memutuskan untuk melonggarkan dan mencabut aturan wajib masker. Apakah ini berarti kita telah berhasil membasmi segala ancaman dan kita bisa menghirup udara segar tanpa rasa khawatir?
Harus diakui kalau kebijakan ini akan memicu perasaan campur aduk di masyarakat. Sebagian orang akan merasa lega dan melihat ini sebagai langka maju dan kemenangan atas pandemi.
Tapi, ada juga Sebagian orang yang khawatir tentang konsekuensi yang mungkin terjadi dengan mencabut aturan wajib masker. Apakah ini terlalu dini? Apakah kita sudah aman sepenuhnya?
Harus disadari bahwa mencabut aturan wajib masker tidak berarti bahwa virus telah hilang. Ancaman masih ada, dan kita masih perlu melindungi diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita.
Sebagai gantinya, pemerintah telah memilih untuk memberikan tanggung jawab kepada masyarakat untuk membuat keputusan yang bijaksana tentang penggunaan masker.Â
Tapi pertanyaannya: apakah kita dapat mempercayai setiap orang untuk membuat keputusan yang benar dalam situasi ini?
Namun, dengan mencabut aturan wajib masker, kita juga harus akui bahwa ada dampak-dampak positifnya yang menyertainya. Berikut ulasannya!
Pemulihan Kehidupan SosialÂ
Dengan dicabutnya aturan memakai masker, orang-orang dapat kembali berinteraksi secara langsung tanpa hambatan fisik. Ini bisa meningkatkan hubungan sosial dan interaksi antara individu, semisal berjabat tangan, berpelukan, dan tersenyum tanpa batasan.
Kebayang gak sih, gegara pandemi Covid-19, warga Jepang rela kursus hanya untuk dapat tersenyum lagi?
Dikutip dari laman Tempo (13/6), banyak orang Jepang mendaftar ke kelas tersenyum untuk belajar bagaimana tersenyum lagi tanpa terlihat canggung. Warga Jepang bahkan rela membayar praktisi untuk mengajari cara tersenyum agar tak terlihat canggung saat tersenyum.
Kursus tersenyum dapat membantu orang meningkatkan ekspresi wajahnya dan bahkan membangun kepercayaan diri, tutur Masami Yamaguchi, seorang psikolog di Chuo University, seperti dikutip dari Liputan6.
Beberapa orang mungkin merasa lega dan lebih nyaman secara sosial. Berinteraksi dengan orang lain tanpa masker dapat memberikan pengalaman yang lebih dekat dan alami.
Pemulihan Kesehatan MentalÂ
Berdasarkan jurnal tentang "Permasalahan Kesehatan Mental di Masa Covid-19" (13/6), ditemukan adanya korelasi antara Covid-19 dengan meningkatnya kesehatan mental masyarakat, antara lain: stres, kecemasan, depresi, gangguan tidur, bunuh diri, ketakutan, panic buying, toxic masculinity, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan, trauma psikologis dan psikosomatis.
Faktor yang menyebabkan stres dan gangguan psikologis antara lain kekhawatiran tentang kesehatan diri dan orang-orang yang dicintai, merasa diberi stigma negatif oleh beberapa kelompok, pesta minuman keras yang menjadi pelarian dari rasa cemas dan kebosanan, status bekerja secara signifikan terkait dengan depresi dan kecemasan, spekulasi tentang pemotongan gaji dan ketidakpastian atau ketidakamanan masa depan
Cara menjaga kesehatan mental atau menanggulangi kesehatan mental yang kurang baik di masa pandemik bagi individu yaitu dengan membangun hubungan yang baik dengan keluarga dan teman, melakukan meditasi untuk mengendalikan kecemasan, mengkonsumsi makanan bergizi, melakukan kegiatan positif yang menggunakan aktivitas fisik, manjakan diri, bijak sikapi informasi, jaga kesehatan.
Dengan dicabutnya aturan memakai masker, orang-orang merasa lebih bebas secara fisik dan psikologis, yang dapat berdampak positif pada kesehatan mental mereka. Lebih banyak ekspresi wajah dan interaksi langsung dengan orang lain dapat membantu mengurangi tingkat stres dan meningkatkan perasaan keterhubungan.
Pemulihan Ekonomi
Dalam beberapa sektor ekonomi, penghapusan aturan memakai masker dapat berdampak positif pada pemulihan ekonomi. Beberapa industri seperti perhotelan, pariwisata, dan perbelanjaan mungkin mengalami peningkatan permintaan ketika orang-orang merasa lebih percaya diri dan aman untuk melakukan kegiatan sosial tanpa masker. Hal ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi tingkat pengangguran, dan mendukung pemulihan industri yang terdampak selama masa pandemi.
Pemulihan Sektor Pariwisata & Hiburan
Pariwisata adalah salah satu sektor yang sangat terdampak selama pandemi. Dengan dicabutnya aturan memakai masker, wisatawan dalam negeri dan internasional mungkin merasa lebih aman untuk melakukan perjalanan dan mengunjungi destinasi wisata di Indonesia. Hal ini dapat membantu memulihkan sektor pariwisata, meningkatkan pendapatan dari pariwisata, dan menciptakan lapangan kerja baru.
Selama pandemi, industri hiburan langsung mengalami penurunan signifikan. Dengan dicabutnya aturan memakai masker, konser, pertunjukan, festival, dan acara lainnya dapat kembali diadakan. Ini dapat memberikan dorongan ekonomi bagi para seniman, penyelenggara acara, dan industri terkait lainnya.
Meskipun ada dampak positif yang dapat timbul dari dicabutnya aturan memakai masker, penting untuk tetap mempertimbangkan situasi pandemi yang terkini dan mengikuti pedoman kesehatan yang disarankan oleh para ahli. Keputusan tentang penggunaan masker dan langkah-langkah pencegahan lainnya harus didasarkan pada pemahaman yang akurat tentang risiko dan penyebaran Covid-19 di masyarakat.
Tetapi, kita tidak boleh melupakan fakta bahwa virus masih ada, varian baru mungkin saja muncul, dan penyebaran masih mungkin terjadi. Karenanya, penting bagi kita untuk tetap waspada dan mempertimbangkan penggunaan masker dalam situasi yang berisiko.Â
Harus diingat bahwa keselamatan dan kesehatan adalah yang utama dan tidak boleh dikorbankan hanya untuk kenyamanan sosial.
Kedepannya, penting untuk tetap memperhatikan perkembangan situasi dan mendengarkan otoritas kesehatan yang kompeten. Jika ada peningkatan kasus atau ancaman baru yang muncul, pemerintah dapat memutuskan untuk menerapkan kembali aturan wajib masker demi keselamatan masyarakat.
Selain itu, penting juga untuk menciptakan budaya yang mengedepankan kepedulian dan empati terhadap orang-orang di sekitar kita. Meskipun aturan wajib masker telah dicabut, kita tetap dapat memilih untuk menggunakan masker sebagai tindakan pencegahan tambahan.Â
Menunjukkan perhatian terhadap kesehatan orang lain dan kesadaran akan dampak kita terhadap lingkungan sekitar adalah langkah positif yang dapat kita ambil.
Selama pandemi, kita telah belajar banyak tentang pentingnya solidaritas dan tanggung jawab bersama. Meskipun aturan wajib masker telah dicabut, kita tidak boleh melupakan nilai-nilai ini. Kita harus tetap memperhatikan keselamatan diri dan orang lain, serta melibatkan diri dalam tindakan pencegahan yang diperlukan seperti mencuci tangan secara teratur, menjaga jarak fisik, dan menghindari kerumunan jika diperlukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H