Mohon tunggu...
Brian Nurramadhani
Brian Nurramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Universitas Jember

Seorang mahasiswa semester 4 yang berusaha belajar untuk menulis artikel online

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Larangan Jual Produk Thrifting: Bentuk Proteksi atau Intervensi Usaha dari Pemerintah?

29 Maret 2023   04:08 Diperbarui: 29 Maret 2023   04:20 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Belakangan ini masyarakat Indonesia dihebohkan dengan fenomena atau tren baru yang dikenal sebagai thrifting. Istilah thrifting sendiri merujuk pada suatu aktivitas mencari serta membeli barang-barang bekas layak pakai, khususnya produk pakaian bekas dari dunia internasional. Akibatnya, kemudian banyak muncul toko-toko yang menjual baju bekas tersebut yang dikenal sebagai toko thrift. 

Toko thrift ini sendiri, bergerak pada usaha penjualan baju bekas  yang berasal dari luar negeri (impor). Walaupun produk yang dijual pada usaha ini merupakan produk bekas. Akan tetapi, usaha ini sendiri kemudian mulai diminati oleh masyarakat tanah air. Hal tersebut dikarenakan melalui usaha inilah, masyarakat tanah air dapat membeli baju bermerek internasional dengan harga miring.

Akan tetapi di lain sisi, maraknya fenomena thrifting justru menimbulkan reaksi negatif dari pemerintah. Dimana reaksi negatif tersebut diwujudkan dengan adanya larangan penjualan baju bekas impor  (thrifting). Akibatnya,  banyak toko produk barang thrifting yang kemudian dilarang untuk berdiri, serta melanjutkan usahanya.  

Langkah serta kebijakan yang diambil oleh pemerintah ini pada akhirnya menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat, terutama bagi pelaku maupun konsumen industri thrifting ini. Pada akhirnya, masyarakat Indonesia kemudian terpecah menjadi dua dalam menilai larangan dari pemerintah tersebut.

Kemudian seperti dijelaskan sebelumnya, kebijakan pemerintah ini kemudian menimbulkan pro kontra dalam masyarakat dengan berbagai alasan. Hal tersebut dikarenakan kebijakan pelarangan tersebut berlaku di tengah maraknya sektor usaha thrifting. Dari sisi pemerintah sendiri menilai kebijakan pelarangan ini perlu, serta penting demi dapat menjaga keberlangsungan industri dalam negeri. 

Dimana menurut pemerintah, penjualan produk-produk thrift dapat membahayakan industri pakaian lokal. Hal tersebut dikarenakan, dengan adanya aktivitas penjualan tersebut dapat membuat berkurangnya minat masyarakat untuk membeli produk dalam negeri. Maka dari itu langkah yang diambil oleh pemerintah ini, dianggap sebagai suatu bentuk langkah proteksi demi keberlangsungan industri tekstil dalam negeri.

Selain alasan tersebut pemerintah juga berdalih bahwasanya, barang-barang yang dijual pada pasar thrifting merupakan suatu produk yang tidak layak pakai. Bahkan pemerintah beranggapan bahwa barang thrift tersebut dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan. 

Dimana masalah kesehatan yang dimaksud kebanyakan berhubungan dengan masalah kesehatan kulit. Hal tersebut dikarenakan, produk thrift yang dinilai pemerintah sebagai barang sampah tempat berkembangnya bakteri, serta jamur. Atas beberapa dasar tersebutlah, kemudian yang menjadi penyebab munculnya kebijakan pelarangan penjualan barang thrift di Indonesia.

Akan tetapi di lain sisi, masyarakat justru menilai negatif kebijakan pelarangan penjualan produk-produk thrift di Indonesia. Dimana masyarakat menilai kebijakan tersebut, sebagai suatu bentuk intervensi usaha yang merugikan dari pemerintah. Hal tersebut dikarenakan, dengan adanya kebijakan tersebut tentu saja dapat merugikan para pelaku sektor industri thrifting ini. 

Selain itu, alasan lain mengapa masyarakat kontra terhadap kebijakan tersebut ialah mengenai dampaknya bagi lingkungan. Berbanding terbalik dengan pemerintah yang menganggap barang thrift sebagai barang tidak layak pakai. Di lain sisi, masyarakat justru menganggap barang tersebut sebagai suatu barang yang ramah lingkungan. Hal tersebut dikarenakan, barang thrift yang dinilai sebagai bentuk upaya nyata perlindungan terhadap lingkungan. Dimana upaya tersebut diwujudkan dengan adanya konsep recycle pada barang thrift tersebut.

Sedangkan pada kenyataannya di lapangan, bentuk usaha serta aktivitas thrifting sendiri sudah ada sejak lama di Indonesia. Dimana usaha ini mulai masuk dan berdiri di Indonesia sejak tahun 1995. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun