Selain mengobok-obok konstitusi melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang mana Ketua MK saat itu adalah Prof. Dr. H. Anwar Usman yang merupakan ipar dari Jokowi meloloskan putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden dengan syarat dibawah usia 40 tahun dan/atau berpengalaman sebagai kepala daerah.
Keterlibatan sosok Gibran yang turut menjadi peserta dalam Pemilu 2024 berpasangan dengan Prabowo Subianto menjadi tanda tanya besar. Kedua pasangan yang mana merupakan penjabat aktif itu semakin menunjukkan keberpihakan Jokowi untuk melanggengkan kekuasaannya.
Manakala, putra sulungnya Gibran yang saat ini masih aktif menjadi Walikota Solo dan Prabowo sebagai Menteri Pertahanan maka tak heran jika masyarakat banyak beranggapan bahwa proses demokrasi Pemilu kali ini jauh dari prinsip demokratis dan sudah tidak berjalan sesuai dengan kaidah-kaidah norma atau etika berpolitik.
Bahkan, sampai tulisan ini diterbitkan perolehan suara untuk pasangan Prabowo - Gibran berdasarkan hasil hitung cepat Komisi Pemilihan Umum (KPU) per hari ini sebesar 58,55%. Terlepas adanya kecurangan dalam penghitungan suara (masih terus berproses), Prabowo - Gibran sudah lebih unggul dari paslon lainnya.
Target Pemilu sekali putaran bisa saja akan menjadi kenyataan oleh karena telah melebihi dari 50% + 1 perolehan suara nasional. Melihat perkembangan situasi dan kondisi terkini, jelas bahwa apa yang hendak dilanjutkan oleh Jokowi dalam masa transisi kepemimpinan nasional ini hanyalah untuk kepentingan segelintir kelompok penguasa.
Potret buram kepemimpinan Jokowi saat ini bukan lagi seperti gerakan revolusi mental untuk kepentingan nasional. Sekali lagi, janji Esemka dan nawacita perlahan dikubur oleh Jokowi dan penerusnya yang sebenarnya masih berbau "nepotisme".
Lain dulu, lain sekarang. Selamat jalan revolusi mental.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H