1. Mendesak kepada pemerintah untuk dalam jangka waktu 1 (satu) bulan membentuk sebuah Komisi Negara tentang perminyakan.
2. Mendesak kepada pemerintah supaya menunda pemberian konsesi dan izin eksplorasi baru sampai tugas yang diberikan kepada Komisi Negara tentang masalah pertambangan selesai.
Menariknya, dari pembahasan isi mosi diatas dengan kondisi bangsa kita saat ini adalah mengenai kemiripan pembagian keuntungan berdasarkan pola 50:50. Hal ini diungkapkan saat terjadi pembicaraan antara Teuku Hasan dengan para pejabat perusahaan minyak asing tidak lama setelah mosi tersebut diumumkan.
Namun, jawaban dari seorang Teuku Hasan, yakni pemberlakuan biaya operasi yang akan di mark up menjadi lebih tinggi lagi, justru membuat para bos perusahaan minyak asing tersebut tercengang dan tidak berani berkomentar.
Tak lama kemudian, terbentuklah Panitia Negara Urusan Pertambangan pada tahun 1956 yang diketuai langsung oleh Teuku Hasan dan telah berhasil menasionalisasi beberapa perusahaan minyak asing menjadi PERMINA (1957) dan PERTAMIN (1961).
Kedua perusahaan inilah yang kemudian menjadi cikal bakal PERTAMINA, yang pada tahun 1968 telah terjadi penggabungan perusahaan.
Tidak berhenti disitu, polemik tentang nasionalisasi aset di negeri ini sebenarnya sudah berlangsung sejak masa kepemimpinan Sukarno - Hatta. Mengutip apa yang disampaikan oleh Erwiza Erman (Peneliti LIPI), ia menyebutkan bahwa terdapat perbedaan pandangan tentang nasionalisasi aset bagi seorang Sukarno dan Hatta tentang How to Manage?Â
Bagi Hatta, perlu menunggu waktu yang tepat untuk melakukan nasionalisasi terlalu cepat disebabkan karena Indonesia belum memiliki sumber daya manusia / keahlian dalam mengelola perusahaan asing tersebut.
Namun, bagi Sukarno bersama kelompok Nasionalis lainnya bahwa dengan jiwa nasionalisme yang tinggi itulah bangsa Indonesia harus menunjukkan sebagai bangsa yang Merdeka dan berazaskan TRISAKTI, yaitu : Berdaulat dibidang politik, Berdikari dibidang ekonomi, dan Berkepribadian dalam berbudaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H