Mohon tunggu...
Bryan Pasek Mahararta
Bryan Pasek Mahararta Mohon Tunggu... Freelancer - Youth Society

Youth Empowerment | Diversity Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dari Teuku Hasan Sampai Ignasius Jonan

24 Februari 2017   03:43 Diperbarui: 24 Februari 2017   03:58 1107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengulik dari sejarahnya, PT. Freeport yang merupakan perusahaan asal Amerika Serikat mulai beroperasi di Papua sejak tahun 1967. Dan dalam kurun waktu 2 (dua) tahun saja, yang semula hanyalah perusahaan tambang kecil kemudian berhasil membesarkan perusahaannya dengan mengeruk perolehan bersih sebesar US$ 60 juta dari hasil tambang berupa tembaga.

Perusahaan ini juga melakukan eksplorasi di pegunungan Grasberg yang diperkirakan memiliki kandungan cadangan biji emas sebesar 2,5 miliar ton. Dan dalam perjalanannya kurun waktu sepanjang tahun 1992 - 2002, PT. Freeport telah berhasil meningkatkan produksinya dan memperoleh keuntungan triliunan rupiah sepanjang tahun.

*****

Nasi telah menjadi bubur,

Mungkin demikian yang bisa disampaikan sambil mengelus dada. Karena, bagaimana mungkin, Sukarno yang telah berkoar-koar memperebutkan tanah Papua (saat itu masih bernama Irian Jaya) dari yang namanya kolonialisme Belanda.

Dengan harapan suatu saat nanti akan dinikmati oleh para generasinya, tapi sampai ia mangkat tidak juga dapat dirasakan oleh generasi Republik ini atas kekayaan alam yang dimiliki Indonesia.

Namun, melihat sepak terjang Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat ini, Ignasius Jonan, mengingatkan pada sosok Teuku Hasan, salah satu pendiri Taman Siswa di Kutaraja, yang juga pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Kabinet Darurat (1948 - 1949).

Pengupayaan nasionalisasi aset, terutama perusahaan minyak asing di Indonesia dimulai pada saat ia menjadi Ketua Komisi Perdangan dan Industri DPRS (Dewan Perwakilan Rakyat Sementara) pada tahun 1951 yang mengadakan suatu penelitian dengan kesimpulan, antara lain :

1. Terdapat alasan kuat bahwa jika dilakukan nasionalisasi, hasil minyak Sumatera Utara dapat digunakan sebagai alat pembayaran.

2. Indonesia tidak memperoleh bagian yang wajar dari perusahaan minyak asing berdasarkan Let Alone Agreement dan sistem pembayaran pajak yang berlaku.

Hasil dari penelitiannya tersebut kemudian diusulkan menjadi sebuah mosi yang didukung oleh Kabinet pada tanggal 2 Agustus 1951, yang berbunyi sebagai berikut :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun