Sebagai contoh ada beberapa kasus yang sebenarnya sepele tetapi di bawa hingga ke meja hijau.
Dengan pelbagai permaslahan pelik dan kompleks dalam sistem peradilan pidana di Indonesia mulai dari aturan formil yang dijadikan sebagai bahan represif kelompok berseragam atas nama negara, hingga overcapacity Lapas dan Rutan membuat para praktisi dan akademisi dibidang hukum menyarankan alternatif peradilan pidana salah satunya adalah melalui sistem Restorative Justice.
Keadilan Restoratif memiliki makna memberikan keadilan dengan cara merestorasi keadaan dari setelah terjadinya suatu tindak kejahatan ke keadaan semula.Â
Hal ini bertujuan untuk memberikan keadilan kepada kedua belah pihak baik itu untuk para korban dan untuk pelaku tindak kejahatan dengan menggunakan prosedur mediasi sebagai jalan menuju kesepakatan antara kedua belah pihak.Â
Didalam peradilan pidana sendiri ada yang dikatakan proses peradilan pidana konvensional yang didalamnya ada memuat bentuk restitusi atau ganti rugi terhadap korban tetapi bukan berarti mengesampingkan perkara secara formilnya atau menghentikan proses formil peradilan pidananya begitu saja sehingga tidak bisa menjamin terpulihkanya keadaan kedua belah pihak setelah menjalani proses peradilannya sedangkan untuk restorasi sendiri masih luas pemaknaannya dalam usulan usulan penerapannya.
Keadilan Restoratif sendiri juga memiliki mekanisme yang sederhana dan tidak berbelit belit dan melibatkan pihak korban dan pihak pelaku untuk terlibat aktif dalam menyelesaikan perkaranya sehingga bisa jadi permasalahan selesai dengan kembaliya ke keadaan semula para pihak tersebut tanpa adanya ujung pemidanaan kepada pihak pelaku.Â
Hal ini sudah bisa dikatakan cukup untuk menekan overcapacity Lapas dan Rutan yang ada di Indonesia dan kemudian bisa mencapai keadilan yang sebenarnya.
Untuk keadilan restoratif sebenarnya tidak ada aturan baku yang mengatur tentang proses peradilan pidana yang seperti ini, akan tetapi hal ini sebenarya sudah bisa diterapkan melalui proses formil apabila aturan tentang sistem peradilan pidana lebih kepada penanganan yang humanis dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif.Â
Namun, karena sekarang kita dihadapkan oleh aturan baku yang menetapkan kepastian hukum terhadap pelaku melalui kewenangan polisi yang tidak memiliki kebijakan diskresi terhadap kasus, yang dimana apabila telah cukup bukti maka perkara yang ditangani harus dilanjutkan sesuai dengan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana.Â
Oleh karena itu, para praktisi dan akademisi hukum menyarankan diracangnya Undang Undang KUHAP yang baru dengan mengedepankan pendekatan keadilan restoratif demi mewujudkan keadilan yang sebenarnya, dan memang sangat perlu untuk dikaji kembali tentang pendekatan restoratif ini apakah memang sesuai dengan kultur masyarakat yang terbangun atau memang tidak sesuai sehingga diperlukannya alternatif lain untuk mencapai keadilan yang seadil-adilnya sekaligus menekan overcapacity Lapas dan Rutan yang ada di Indonesia saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H