Mohon tunggu...
Brhe Ranangga
Brhe Ranangga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional UPN "Veteran" Yogyakarta

Currently on 4th semester majoring International Relations. Into low politics, soft power, diplomacy, model united nations, social and culture, and human rights.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Implementasi Kebijakan Pendukung Petani Muda di Thailand

1 Juni 2024   20:45 Diperbarui: 2 Juni 2024   10:11 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kebijakan publik secara singkat dapat didefinisikan sebagai strategi pemerintah yang diciptakan untuk mengatasi permasalahan masyarakat, yang bukan kebutuhan individu dan dalam skala yang lebih kecil. Kebijakan publik merupakan serangkaian instruksi dari pembuat keputusan kepada pelaksana kebijakan yang menguraikan tujuan dan cara penyelesaian permasalahan publik. 

Kebijakan publik berfungsi sebagai cara untuk mencapai tujuan atau sebagai program yang diproyeksikan sehubungan dengan tujuan, keyakinan, dan perilaku. Kebijakan publik juga dapat diartikan sebagai seperangkat konsep, norma, dan pedoman yang digunakan oleh pemerintah untuk membuat pilihan (decision making) dan melakukan tindakan yang berdampak pada kesejahteraan masyarakatnya. Hal ini memainkan peran penting dalam menata masyarakat dengan mengatasi tantangan yang kompleks, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengarahkan dan mengalokasi sumber daya, mendorong pertumbuhan ekonomi, memastikan keadilan sosial, meningkatkan tata kelola dan demokrasi, mengelola kompleksitas, dan mendorong keberlanjutan jangka panjang.

Maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik dapat dikatakan sangat penting dari membentuk hingga mengubah masyarakat dan mengatasi masalah-masalah yang tergolong kompleks dan tidak dapat diselesaikan dengan sekedar aturan. Hal ini penting bagi pemerintah atau dalam kasus ini pembuat kebiajakan atau policy maker dalam mendorong pertumbuhan sosial dan ekonomi di lingkup masyarakat. 

Nilai kritis kebijakan publik tidak dapat diabaikan begitu saja, karena kebijakan publik adalah unsur atau elemen penting yang menjadi instrumen untuk memastikan bahwa kegiatan pemerintah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan warga negaranya, mendorong keadilan sosial dan ekonomi, dan mengatasi permasalahan kompleks.

Thailand adalah negara monarki atau kerajaan yang terletak di Asia Tenggara yang berposisi di tenggara Burma, dan berbatasan dengan Teluk Thailand dan Laut Andaman. Letaknya di tengah Asia Tenggara, di timur dan timur laut berbatasan dengan Myanmar dan di barat laut dengan Kamboja dan Laos. Selain itu, Thailand berbatasan dengan Vietnam di tenggara dan Indonesia serta India di barat daya melalui laut. 

Thailand memiliki dua musim utama yaitu musim panas dengan kelembaban yang tinggi, yang berlangsung dari bulan Maret hingga Mei dan musim hujan, yang berlangsung dari bulan Juni hingga Oktober. Iklim di wilayah selatan adalah monsun tropis, dengan suhu tinggi sepanjang tahun dan kelembapan tinggi. Thailand yang memiliki iklim tropis dan memiliki curah hujan yang tinggi menjadikannya sebagai negara tropis yang cocok untuk bertani terutama dalam pembudidayaan padi. Hal ini menjadikan industri pertanian Thailand memainkan peran penting dalam memenuhi permintaan barang atau hasil pertanian mentah dan olahan di seluruh dunia. 

Namun, kegiatan dan keberlangsungan pertanian Thailand dicirikan oleh sifatnya yang berskala kecil, karena sebagian besar pertanian dimiliki dan dijalankan oleh keluarga dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Fakta bahwa PDB pertanian Thailand hanya 12% sementara lebih dari 30% penduduk negara tersebut bekerja di industri mendukung argumen tersebut. 

Hanya terdapat 23,9 juta hektar lahan subur di seluruh penjuru Thailand, dengan 68% dari wilayah ini digunakan untuk tanaman ladang, dan 23% lahan digunakan untuk penanaman pohon dengan irigasi terbatas. Hal tersebut secara tidak langsung membuktikan bahwa dari waktu ke waktu aktivitas pertanian di Thailand secara signifikan berkurang dan mengerucut karena usaha warisan pertanian tidak diteruskan oleh para ahli waris.

Pada kenyataannya banyak negara yang sudah menawarkan bantuan dan insiatif untuk mendukung generasi muda dalam melanjutkan aktivitas agrikultur atau pertanian. Namun beberapa program mendapat kritik karena tidak memberikan cukup bantuan, terutama karena tampaknya program tersebut tidak cukup mempertimbangkan keragaman karakteristik petani muda. 

Dengan tujuan membantu petani muda, Kementerian Pertanian dan Koperasi Thailand menjalankan dua inisiatif nasional: Young Smart Farmers Programme, yang diawasi oleh Departemen Penyuluhan Pertanian, dan New Farmer Development Programme, yang diawasi oleh Kantor Reformasi Lahan Pertanian. Untuk keperluan kedua program ini, petani "muda" adalah mereka yang berusia di bawah 45 tahun. Universitas Maejo menjalankan Volunteer Return Home Program di Provinsi Chiang Mai, yang juga memprioritaskan membantu calon petani. 

Selama berlangsungnya kedua program yang dilaksanakan oleh pemerintah Thailand terhadap masyarakat golongan muda, proses pengimplementasiannya menggunakan beberapa metode, seperti survey untuk dilakukan penjaringan kasar terhadap kandidat yang dilanjut dengan wawancara yang dilakukan untuk memfasilitasi perbedaan cara dan kebiasaan individu dalam pengelolaan agraria. Subjek wawancara terhadap kandidat memiliki cakupan yang spesifik: 

(1) Latar belakang orang yang diwawancarai (tingkat pendidikan, pengalaman sebelumnya dalam menghasilkan pendapatan di luar pertanian, dan tujuan pertanian)

(2) Karakteristik lahan pertanian (ukuran, jenis produksi pertanian, pendapatan yang dihasilkan)

(3) Tantangan utama yang dihadapi orang yang diwawancarai ketika mereka pertama kali mulai bertani 

(4) Keterlibatan kandidat dalam program dukungan dan cara mereka memperoleh manfaat dari program tersebut. 

Proses implementasi kebijakan tersebut berlangsung selama 2 tahun dengan dilakukannya 2 kali percobaan implementasi untuk uji coba penyesuaian kebijakan. Percobaan pertama pada bulan Oktober tahun 2017 dan percobaan kedua dilaksanakan pada bulan April tahun 2019. 

Sebagai hasil dari wawancara dan survey terhadap kandidat petani muda di Thailand menunjukan bahwa 84 petani muda yang mengikuti wawancara dan uji coba kebijakan mendirikan pertanian mereka melalui empat cara utama, baik dari segi metode pertanian maupun keterlibatan mereka dalam kegiatan non-pertanian.

(1) Mereka melakukan investasi finansial yang signifikan di pertanian mereka untuk mengubahnya menjadi usaha bisnis yang sukses

(2) Mereka mengadopsi metode pertanian ramah lingkungan

(3) Mereka berpartisipasi aktif dalam kegiatan lokal non-pertanian

(4) Mereka bertani di lahan orang tua mereka tetapi menambahkan tanaman atau teknik bertani baru. 

Berbeda dengan negara-negara maju secara ekonomi dan di Afrika Utara, profil dan kebutuhan petani muda di Thailand tampaknya lebih disesuaikan dengan program pendukung. Hal ini berkaitan dengan bagaimana program dirancang serta pengimplementasiannya, jenis pertanian yang didukung, dan bantuan nyata yang diberikan. Sebagian besar bantuan yang diberikan kepada petani muda di Thailand diberikan melalui program resmi nasional. Hal ini berbeda dengan Afrika Utara, dimana inisiatif untuk membantu petani muda seringkali dilakukan secara lokal, berdasarkan kasus per kasus.

Petani muda di dua provinsi di Thailand, Chiang Mai dan Mae Hong Son mempunyai tujuan berbeda dalam pertanian mereka. Oleh karena itu, rentang pertumbuhan generasi muda yang memilih bertani tampaknya sangat luas, meskipun terjadi penurunan jumlah petani muda di Thailand. Hal ini mungkin menjadi aset besar bagi sektor pertanian Thailand di masa depan. Namun, keselarasan antara tujuan dan kebutuhan petani serta program dukungan tampaknya tidak ideal karena banyak penerima manfaat yang tidak memiliki tujuan yang sama dengan tujuan program dan karena dukungan tersebut biasanya tidak cukup untuk membantu petani dalam mengatasi masalah-masalah penting, kendala seperti pemasaran dan akses modal.

Pada akhirnya dapat disimpulkan terlepas dari apa yang telah diimplementasikan di kedua provinsi tersebut, mengakui keragaman karakteristik dan kebutuhan petani muda bukanlah hambatan utama dalam memberikan bantuan kepada para petani muda di Thailand. Kesulitannya terletak pada menawarkan bantuan yang lebih besar kepada kaum muda sehingga mereka dapat memperoleh peralatan yang mereka butuhkan untuk mulai bertani dan kebebasan yang lebih besar untuk memilih rencana dukungan yang paling sesuai dengan tujuan masing-masing. Secara umum, negara-negara industri baru di Asia yang ingin menjalankan program untuk membantu para petani muda harus memastikan bahwa jenis pertanian yang ingin didukung oleh negaranya sebagai bagian dari visi untuk masa depan sektor pertanian adalah jenis pertanian yang disukai generasi muda untuk menjalankan dan melanjutkan pertaniannya di Thailand.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun