RELATIONSHIP MANAGEMENT BASED ON DALIHAN NA TOLU
~ Sebuah pendekatan pengelolaan hubungan bisnis yang diangkat dari filosofi hidup Batak ~ *Oleh : Lintong Simaremare (Penulis buku-buku inspirasi Indonesia)
"Horas ma di hamu sude raja ni hula-hula nami, dison nunga rade be hami sude boru muna.“ (“Welcome to the king of 'hula hula', We humbly greet & ready to serve you.“). Dalam adat Batak, kira-kira seperti itulah ucapan yang dikumandangkan seorang juru bicara pihak boru yang menyambut hula-hula yang sudah berada di depan tangga si baganding tua-nya (rumahnya).
Adat Batak, dalam bentuk apapun dan di daerah manapun, serta dengan tujuan apapun tidak terlepas dari dalihan na tolu.
Dalihan na Tolu adalah sebuah falsafah hidup yang membawa suatu pesan yang menginginkan agar suatu hubungan dilakukan dalam kemitraan yang harmonis - yaitu suatu hubungan yang saling memahami antara satu elemen dengan elemen lain dalam kehidupan sosial. Salah satu bentuk hubungan harmonis yang didinginkan adalah hubungan antara seseorang dengan orang yang mempunyai kepentingan dengannya, contohnya hubungan dengan keluarga istri, hubungan dengan keluarga menantu serta hubungan dengan saudara-saudara semarga. Jauh sebelum dikenal istilah triangle marketing yang berbicara tentang hubungan antara perusahaan dengan kastamer, hubungan perusahaan dengan karyawan dan hubungan karyawan dengan kastamer, telah sejak sekitar 400 tahun lalu (asumsi: saat ini keturunan marga Batak sudah mencapai kira-kira 20 nomor dengan masing-masing selisih umur antara orang tua dan anaknya sekitar 20 tahun), adat Batak mengenal dalihan na tolu sebagai falsafah hidup sekaligus sebagai fundamen keseluruhan kegiatan adat.
APA ITU DALIHAN NA TOLU ?
Dalihan na tolu adalah suatu filosofi yang diambil dari gambaran tolu dalihan (tumpuan yang tiga - tiga batu penyangga) yaitu berupa tiga tumpuan yang seimbang yang diletakkan di atas pemukaan yang datar dan ditata sedemikian rupa sehingga jika ditarik garis yang menghubungkan ketiga titik tersebut akan membentuk segitiga sama sisi dengan sudut apit masing-masing 120 derajat. Ketiga batu tersebut dimaksudkan sebagai penyangga yang akan difungsikan sebagai tungku dengan menggunakan susunan kayu bakar diantara masing-masing batu. Dalihan na tolu secara harfiah berarti tiga tungku. Hal ini bisa dianalogikan dengan tiga tungku-masak di dapur tempat menjarangkan periuk. Maka adat Batakpun mempunyai tiga tiang penopang dalam kehidupan, yaitu (1) pihak semarga (in group), (2) pihak yang menerima istri (wife receving party), (3) pihak yang memberi istri (giving party). (Nalom Siahaan, 1982:20). Letak yang ditata sedemikian rupa dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan, dengan tujuan agar wadah memasak berupa kuali atau periuk yang disanggah di atas tiga batu tersebut tidak akan jatuh saat proses penjerangan/memasak dilakukan. Berdasarkan penataan dalihan (tumpuan) di permukaan datar, maka dalihan na tolu dapat diartikan tolu sahundulan (tiga elemen duduk bersama) dalam ”keseimbangan‘ dan ”kesatuan‘. Dapat dibayangkan jika satu bangtu tidakberfungsi maka tidak akan terjadi posisi wadah yang tepat dan kokoh di atas tungku. Keseimbangan yang dimaksud adalah bahwa fungsi dari ketiga elemen tidak berat sebelah, sedangkan kesatuan yang dimaksud adalah bahwa ketiga elemen tidak terpisahkan dalam artian harus ketiganya berfungsi bersamaan. Sedangkan dalam konteks adat, salah satu contoh, jika salah satu elemen tidak sepakat dan bekerjasama dalam suatu melaksanakan suatu acara, maka sebuah perhelatan adat tidak layak dilakukan atau tidak bisa dipertanggungjawabkan atau hasilnya justru akan menjadi pembicaraan negatif di masyarakat (family bad image). Dalihan na tolu sebagai fundamental keseluruhan adat Batak mengajarkan bagaimana hubungan yang seimbang dalam marhula-hula (marga istri, marga ibu, marga ibu dari ibu, marga ibu dari ayah serta marga mertua laki-laki dari putra kita), mardongan-tubu atau biasa juga disebut dongan sabutuha (marga yang sama dengan kita) dan hubungan marboru (marga menantu laki-laki). Hal lain yang tidak kalah menarik dari dalihan na tolu bahwa ketiga elemen - baik hula-hula, dongan tubu maupun boru hanya sebuah posisi yang sementara, dimana seseorang bisa diposisikan sebagai hula-hula, dongan tubu atau boru tergantung pesta adat - perhelatan yang dihadapinya. Posisi sementara yang dimaksud di atas adalah misalnya seseorang bisa menjadi hula-hula dalam satu perhelatan tetapi di acara yang lain posisinya bisa menjadi boru atau dongan tubu. Seseorang menjadi hula-hula jika yang mengadakan perhelatan adalah marga dari menantu laki-lakinya. Dia akan menjadi boru jika yang mengadakan perhelatan adalah marga dari ibunya. Sedangkan posisinya akan jadi dongan tubu jika yang mengadakan perhelatan adalah saudara semarga dengan dia. Sehingga dapat diartikan, Batak, sebagaimana dalam adatnya tidak mengenal seseorang dengan strata yang abadi – namun menganggap setiap posisi seseorang sangat dependen terhadap situasi. Lebih jelasnya, ketiga posisi dalam dalihan na tolu disebut bukan abadi atau bukan juga kasta karena setiap orang Batak pada gilirannya akan mengalami ketiga posisi tersebut tergantung perhelatan yang dihadapinya dan kepentingannya sebagaimana disebut di atas. Dalam sebuah acara adat, seorang dirut perusahaan kelas duniapun harus siap bekerja di dapur untuk melayani keluarga pihak istri yang level posisi hula-hulanya walaupun kebetulan orang tersebut hanya seorang staf dalam perusahaan yang kebetulan dipimpin si dirut tadi. Itulah realitas kehidupan sosial orang Batak yang sesungguhnya. Dalihan na tolu adalah falsafah hidup yang mengajarkan demokrasi dengan mengedepankan nilai-nilai universal dan sampai saat ini masih satu-satunya fundamen yang mendasari segala adat dalam suku Batak. Posisi seseorang sifat dan waktunya sementara - bukan kasta, sebab dalam dalihan na tolu mengajarkan setiap orang memahami posisinya yang sangat temporer dalam setiap keadaan, ada saatnya dituntut untuk mampu menjadi pihak yang dilayani, pihak yang melayani dan pihak yang mendukung pelayanan sesuai dengan posisisinya yang tergantung pada perhelatan yang dihadapinya. SIFAT HUBUNGAN ANTAR ELEMEN Sifat hubungan yang diminta dalam menghadapi ketiga elemen menurut dalihan na tolu berpegang pada tiga kaidah yang dipakai tergantung pada elemen yang dihadapinya. Ketiga sifat itu adalah berupa cara yang berbeda-beda yang penggunaannya disesuaikan tergantung siapa yang dihadapi. Jika caranya berbeda beda, maka ada tiga cara yang harus digunakan: somba marhula -hula (sifat menghormati hula-hula) dengan tujuan mendapat doa restu atas keselamatan dan kesejahteraan, elek marboru (sifat mengayomi boru) dengan tujuan khusus mendapatkan berkat atas dukungan boru, dan manat mardongan tubu (sifat berhati-hati dan menghargai dongan tubu) dengan tujuan menghindari perseteruan dalam sebuah kerjasama. Filosofi untuk menghadapi tiga elemen dalam dalihan na tolu ini relevan dengan bagaimana membangun hubungan dengan tiga elemen sebagaimana yang dipesankan dalam ilmu dasar bisnis yang disebut triangle of marketing. Triangle marketing (segitiga yang ditarik melalui tiga titik) : kastamer, karyawan dan manajemen mengajarkan bagaimana seharusnya hubungan antara perusahaan dengan kastamer, hubungan antara perusahaan dengan karyawan dan hubungan karyawan dengan kastamer dijalankan. Triangle marketing menginginkan ketiga hubungan tersebut berdampak positif terhadap pengelolaan perusahaan yang dimulai dari pengelolaan hubungan yang baik antar Perusahaan, Kastamer dan Karyawan. Menurut saya sebagai penulis artikel ini, dalam hal ini penulis juga berlatar belakang pendidikan marketing dan sebagai seorang magister dalam marketing strategik, pesan dalam dalihan na tolu lebih luas dan lebih dalam dari pengajaran triangle marketing. Jika diteliti lebih jauh tentang pesan dalihan na tolu, setiap orang yang semakin memahaminya, khususnya orang Batak akan semakin diperkaya oleh adanya ilmu dalihan na tolu - sebuah ilmu kuno yang mungkin sudah ada sebelum abad ke-17 dan sangat layak dipertimbangkan untuk digunakan dalam mengelola perusahaan modern abad 21 saat ini. Hal lain yang menarik adalah bahwa dalihan na tolu bukan berbicara hubungan searah tetapi hubungan timbal balik antar setiap elemen di dalamnya dengan segala tindakan antisipatif dan reaktif yang timbul dalam setiap kegiatan yang dilakukan bersama. Relevansi dalihan na tolu dalam pengelolaan hubungan perusahaan Hubungan dengan hula-hula dapat diibaratkan sebagai hubungan perusahan dengan pihak-pihak tertentu baik itu internal maupun eksternal. IMPLEMENTASI ILMU DALIHAN NATOLU DALAM BISNIS Bentuk implementasi dalihan na tolu dalam manajemen modern saat ini sangat relevan dengan cara mempersepsikan satu elemen dalam hubungan bisnis sebagai sebagai hula-hula yaitu raja, boru, atau dongan tubu. Jika manajemen atau karyawan menganggap kastamer adalah hula-hula (raja), maka sifat yang muncul barang tentu adalah rasa hormat dan melayani dengan setulus hati. Jika manajemen menganggap karyawan adalah boru yang dalam konteks adat Batak bahwa boru membantu menyukseskan segala misi hula-hula, maka sifat yang muncul dari manajemen ke karyawan otomatis adalah menyayangi, memperhatikan dan mengayomi karyawannya. Sedangkan jika manajemen menganggap karyawan atau karyawan menganggap karyawan lain sebagai dongan tubu, maka sifat yang muncul adalah saling menjaga perasaan dan menghargai mitra kerja. (RS; 2007, Milis UkkSU) KONSEKUENSI PELANGGARAN DALIHAN NA TOLU Dalihan na tolu bukan aturan sekedar aturan yang dibuat oleh raja-raja Batak zaman dulu tanpa konsep yang jelas dan mendasar. Sampai sekarang, nyata betul konsekuensi jika falsafah tersebut tidak dijalankan. Sebagai bukti, jika seseorang melakukan kesalahan karena tidak somba kepada hula-hulanya, maka wajib hukumnya boru meminta maaf dengan melakukan tindakan konsolidatif berupa suatu acara khusus. Seseorang (pihak boru) akan menemui hula-hulanya dengan membawa makanan tertentu sebagai lambang yang mempunyai makna khusus dengan cara penyajian khusus sebagai bentuk rasa hormatnya. (Catatan: Dulu menggunakan daging babi yang utuh pada masa Batak masih belum mengenal agama sampai masa homogenitas penganut agama Kristen. Saat ini telah disesuaikan agar tidak bertentangan dengan agama dan keyakinan tertentu). Tidak berbeda dengan hula-hula yang melakukan tindakan konsolidatif menunjukkan sifat elek (mengayomi) dengan menyuguhkan dekke (ikan) sebagai lauk untuk disuguhkan bagi boru-nya. Demikian juga dengan seseorang yang mengalami konflik serius karena tidak manat menghadapi dongan tubunya, maka forum dongan tubu yang terdiri dari saudara semarganya akan mendamaikannya, atau jika tidak maka tidak menutup kemungkinan bahwa hubungan persaudaraan tidak akan harmonis sehingga akan mengganggu segala perhelatan yang mungkin dilakukan di kemudian hari. Tindakan recovery terhadap atas perselisihan baik antara hula-hula dengan boru, maupun antar dongan tubu tersebut dipastikan akan menyelesaikan segala perkara yang pernah ada sekaligus dianggap bahwa semua perselisihan sudah selesai dan diterima masing-masing pihak dengan status ‘beres‘. Secara adat maka pihak yang telah mendapatkan ‘permintaan maaf’ tadi tidak akan bisa mempersoalkan kesalahan yang telah terjadi sebab secara adat telah dilunasi. Menurut penulis, hal ini adalah ajaran yang luar biasa tentang penyelesaian perselisihan. Adat Batak ini mencerminkan pemahaman bahwa tidak ada masalah atau perselisihan yang tidak bisa diselesaikan. Dengan menggunakan falsafah dalihan na tolu dalam mengelola hubungan bisnis saat ini, maka jika perusahaan mempunyai kesalahan terhadap hula-hula (kastamernya), misalnya pada saat perusahaan tidak memenuhi service level agreement yang dijanjikannya maka dalam rangka memperbaiki hubungan dengan kastamernya, sebaiknya manajemen atau karyawan mengunjungi kastamernya untuk meminta maaf sekaligus memberikan sesuatu yang sifatnya kompensatif agar terjadi apa yang disebut dengan winning back the customer heart (memenangkan kembali hati kastamer). Demikian juga jika seorang karyawan melakukan kesalahan terhadap manajemen, maka sepantasnyalah si karyawan meminta maaf dan memberikan hasil pekerjaan yang lebih baik lagi ke depannya serta manajemen membuka diri dengan menyambut dan memberikan petunjuk yang bisa jadi acuan perbaikan kinerja berikutnya bagi karyawannya. Sedangkan jika terjadi konflik antar sesama karyawan, maka sepantasnya ada keterlibatan karyawan lain untuk mendamaikan agar sesama karyawan dapat seiring sejalan. IMPLEMENTASI TIGA SIFAT HUBUNGAN DALIHAN NA TOLU DALAM BISNIS Tiga sifat hubungan dalam dalihan na tolu sebagaimana yang telah berulang- ulang dijelaskan sebelumnya adalah somba; elek dan manat. Ketiga kata tersebut ternyata mempunyai karakter yang sangat dalam dan luas. Ibarat istilah teknologi perangkat lunak, maka ketiga kata tersebut ibarat tiga file yang masih format zip dan sesungguhnya makna di dalamnya akan kelihatan jelas dan luas jika di-ekstrak (diuraikan) satu persatu. Secara singkat akan dibahas makna di setiap sifat hubungan tersebut dan bagaimana memanfaatkannya sebagai ilmu dalam mengelola suatu hubungan bisnis. Pertama, kata ‘somba‘ mengandung makna ‘rasa hormat‘ yang tinggi yang didasari atas kesadaran bahwa seseorang wajib dihormati karena dia adalah orang yang mempunyai otoritas ‘pemberi restu‘ ; ‘pemberi ijin‘ maupun ‘pembuka pintu berkah‘ bagi orang yang menghormatinya. Implementasinya dalam hubungan adat Batak adalah sedemikian seriusnya seseorang menghadap hula-hula dengan mempersembahkan sesuatu yang terbaik. Mulai dari cara berbicara dengan menggunakan bahasa yang paling sopan (Catatan: Batak mengenal tingkatan bahasa), menyiapkan tempat duduk yang lebih terhormat saat duduk bersama, dan memohon restu secara khusus atas segala sesuatu yang direncanakan. Rasa hormat yang dimaksud juga sangat terlihat bagaimana orang Batak selalu mengusahakan kunjungan ke hula-hulanya pada momen istimewa seperti halnya tahun baru atau hari keagamaan. Bahkan pada saat seorang orang Batak sudah mencapai kesejahteraan dan kehormatan tertinggi sekalipun (telah menikahkan semua anak-anaknya), dia akan meminta pengesahan adat berupa hak mendapat ulos dengan derajat tertinggi dari hula-hulanya. Namun untuk memperoleh ulos tersebut, maka wajib hukumnya membuat suatu acara untuk menunjukkan rasa hormatnya dengan menjamu dan menghadiahi sebagian dari kesejahteraan (hartanya) kepada hula-hulanya. Jika acara itu belum dilaksanakan sampai akhir hayat seseorang, maka keturunannya dianggap mempunyai hutang dan keturunannya akan melaksanakannya untuk orangtuanya. Bentuk implementasi somba tersebut sangat baik digunakan dalam menghadapi kastamer. Sebuah perusahaan perlu merumuskan bagaimana melakukan komunikasi yang menempatkan kastamer dalam posisi yang lebih tinggi; bagaimana membuat customer room yang nyaman; meminta dukungan dan restu kastamer atas suatu program perusahaan; merumuskan bentuk penghargaan ke kastamer dan bahkan mengalokasikan sebagian dari keuntungan untuk bisa dinikmati oleh kastamer. Sedangkan pengesahan kesuksesan seharusnya datang dari kastamer, bukan atas pengakuan perusahaan tersebut. Kedua, kata ‘elek‘ mengandung makna persuasif dalam memimpin atau mengarahkan seseorang untuk ikut membantu mensukseskan misi suatu pihak dalam adat Batak. Karena pada prinsipnya seorang orang Batak menyadari sepenuhnya bahwa dia membutuhkan bantuan dari pihak lain (dalam hal ini boru) secara khusus, terutama saat pelaksanaan suatu kegiatan. Sebagai contoh dalam menghadapi hula-hulanya, seseorang akan mengajak, membujuk, mengayomi borunya agar membantu mempersiapkan segala sesuatunya agar pada saat menghadap hula-hula maka segala-sesuatunya berjalan lancar dan tidak mengecewakan bahkan harus membuat hati hula-hulanya senang. Bentuk implementasi elek tersebut dalam manajemen perusahaan adalah dengan ditunjukkannya cara-cara pengelolaan sumber daya manusia sebagai capital dan bukan sekedar aset perusahaan. Mulai dari memberikan pengayoman dalam melaksanakan berbagai hal, mendukung kreativitas positif yang muncul sampai menunjukkan penghargaan atas prestasi yang telah ditunjukkannya. Selain itu termaktub juga bahwa manajemen yang lebih condong dilakukan tidak sekedar memberi komando tetapi dititik beratkan kepada peran pemimpin dalam mengajak karyawannya memberi hasil terbaik. Perlakuan itu akan membuat karyawan merasa memiliki tanggung jawab memberikan pelayanan yang prima. Ketiga, kata ‘manat‘ mengandung makna berhati-hati dalam melangkah, hal itu terutama dialamatkan kepada orang-orang terdekat (saudara) kita. Dalihan na tolu mengisaratkan bahwa kekurang hati-hatian bisa mengakibatkan perseteruan sehingga hubungan persaudaraan bisa hancur dan berantakan. Implementasi kata manat dapat dilihat bagaimana kelompok orang Batak selalu membuat urun rembug lebih dulu dengan semua saudara-saudaranya untuk mendapat kata sepakat dalam merencanakan sesuatu yang menyangkut adat. Sedangkan bentuk implementasi manat tersebut dalam manajemen perusahaan adalah bagaimana menunjukkan sikap menghargai sesama karyawan maupun sesama manajemen. Sikap saling menghargai satu unit dengan unit lain dalam suatu proses internal sangat diharapkan untuk mendapatkan soliditas kerja saat ini. Tentunya setiap unit dimaksud menyadari sepenuhnya apa yang menjadi tanggung jawabnya. Dapat dibayangkan bagaimana mudahnya melaksanakan suatu program perusahaan jika masing-masing unit internal dalam suatu perusahaan memberikan kontribusi sesuai dengan tanggung jawabnya sejak dari awal. SIMPULAN Dalihan na tolu adalah falsafah hidup orang Batak yang sangat relevan diterapkan dalam hubungan bermasyarakat bahkan di zaman sekarang ini. Dalihan na tolu mengajarkan sifat-sifat hormat, pengayoman dan saling menghargai antar beberapa elemen dalam suatu hubungan sosial. Ketiga sifat hubungan dalam dalihan na tolu dimaksudkan bersama-sama memperoleh kehormatan, kesejahteraan dukungan dan berkat serta menghindari perseteruan. Pesan-pesan berupa makna yang terkandung dalam dalihan na tolu tersebut dapat ditiru untuk dikonversikan dalam mengelola hubungan perusahaan zaman modern terutama hubungan perusahaan dengan kastamer, hubungan manajemen dengan karyawan maupun hubungan kerja antar karyawan.
________ *Lintong Paluhutan Simaremare, S.T.(Tel), M.M.(Mark) adalah karyawan BUMN, pengusaha dan penulis beberapa buku best seller 'bread for friends', 'pieces of keys at work', 'bread for reflection', 'bread for venus'.
Videolink: http://www.youtube.com/lintongsimaremare
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H