Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus berupaya memperkokoh ketahanan energi, termasuk memperkuat dan memperkaya penggunaan energi alternatif di Tanah Air. Tidak ditampik penggunaan energi alternatif atau energi baru dan terbarukan harus dioptimalkan agar Indonesia tidak lagi bergantung dengan energi berbahan fosil.
Dalam Outlook Energi Indonesia 2016 Dewan Energi Nasional, kebutuhan energi Indonesia di 2025 diperkirakan akan mencapai 238,8 juta ton setara minyak (Tonne of Oil Equivalent/TOE) dengan skenario Business as Usual (BaU). Jumlah tersebut akan mengalami peningkatan menjadi 682,3 juta TOE pada 2050.
Tentunya peningkatan itu dengan asumsi rata-rata pertumbuhan kebutuhan energi selama periode 2015-2050 sekitar 4,9 persen per tahun. Kondisi ini tentu perlu menjadi perhatian dan perlu mengoptimalkan penggunaan energi baru dan terbarukan agar tidak ada lagi pembengkakan impor energi di Tanah Air.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar sempat menyebut kebutuhan minyak untuk skala nasional sekitar 50 persennya masih harus impor. "Kebutuhan energi nasional dari sektor minyak bumi saat ini mencapai 1,6 juta barel per hari, sementara produksi nasional minyak bumi Indonesia hanya sekitar 800 ribu barel per hari," kata Arcandra.
Di sisi lain, Menteri ESDM Ignasius Jonan menyebut penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia baru mencapai 12 persen dari target pemerintah yang sebesar 22,5 persen di 2025. Besaran target listrik dari PLTA pada 2026 mencapai 6.290 megawatt (mw), sedangkan dari panas bumi mencapai 12.342 mw.
Pengembangan energi terbarukan ini tentunya sesuai dengan komitmen pemerintah untuk mengurangi polusi dan menekan penggunaan energi fosil. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 12 Tahun 2017 di mana Perusahaan Listrik Negara (PLN) diwajibkan menyerap produksi listrik dari pembangkit sumber energi terbarukan.
Adapun Indonesia masuk dalam daftar 23 negara dengan konsumsi energi tertinggi di dunia. Daftar tersebut dikeluarkan oleh organisasi nirlaba Amerika Serikat (AS), American Council for An Energy-Efficient Economy (ACEEE). Menilik laporan ACEEE Indonesia berada diurutan ke-18 dari 23 negara terkait tingkat efisiensi energi yang rendah.
Kesemuanya itu mengartikan bahwa ketersediaan energi yang keberadaanya bisa kontinu sangat diperlukan. Energi baru dan terbarukan menjadi penting dioptimalkan dan bisa menjadi salah satu kunci memerdekakan Indonesia, termasuk meningkatkan daya saing. Dengan energi yang lebih efektif dan efisien maka industri bisa bergerak secara maksimal.
Pada dasarnya, energi baru dan terbarukan di Indonesia sangat berlimpah dan berada di sekitar kita. Energi panas bumi, misalnya. Energi panas bumi yang dimiliki di Tanah Air memiliki potensi lebih lanjut dan sayangnya baru dimanfaatkan sebesar lima persen saja. Indonesia merupakan negara paling kaya energi panas bumi karena terletak pada busur vulkanik.
Bahkan, Agus sempat mengatakan jika panas bumi ibarat harta karun yang tak pernah dimanfaatkan. Menurut dia, Indonesia memiliki panas bumi dengan kapasitas 30.000 megawatt (mw). Sementara, yang dimanfaatkan baru sekitar 1.500 mw atau sekitar lima persen.