Mohon tunggu...
Angga Bratadharma
Angga Bratadharma Mohon Tunggu... lainnya -

Pembaca dan Penulis More Info visit my blog : Bratadharma.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Politik, Media, dan Keterangan

2 Oktober 2016   11:12 Diperbarui: 2 Oktober 2016   11:34 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

AnggaBratadharma, Bekasi (2/10/2016) : Pemilihan kepala daerah (Pilkada) untuk DKI Jakarta tinggal menghitung hari. Sejumlah calon gubernur dan calon wakil gubernur yang diusung masing-masing partai politik mulai bermunculan dan mulai menawarkan visi dan misinya untuk mengemban tugasnya sebagai pemimpin di Ibu Kota Indonesia ini. Tentu dengan berbagai macam solusi guna mengentaskan sejumlah masalah di kota yang merupakan pusat bisnis, politik, dan kebudahaan ini.

Jakarta memiliki luas sekitar 661,52 kilometer persegi (lautan: 6.977,5 km persegi). Jakarta merupakan tempat berdirinya kantor-kantor pusat BUMN, perusahaan swasta, dan perusahaan asing. Kota ini juga menjadi tempat kedudukan lembaga-lembaga pemerintahan dan kantor sekretariat ASEAN. Jakarta dilayani oleh dua bandar udara, yakni Bandara Soekarno–Hatta dan Bandara Halim Perdanakusuma, serta satu pelabuhan laut di Tanjung Priok.

Meski pemerintah telah berupaya membangun sejumlah infrastruktur memadai yang bisa menjawab berbagai macam persoalan di seluruh wilayah di Indonesia, namun Kota Jakarta tetap menjadi magnet untuk didatangi. Mereka yang mencoba peruntungan dari daerah juga tetap berpandangan bahwa Jakarta merupakan kota peruntungan untuk mengubah nasib. Sebagian besar dari mereka berhasil mencapai kesuksesan, tetapi tidak sedikit dari mereka yang gagal dan harus kembali ke kampung halaman dengan tangan kosong atau nekat menetap di Jakarta.

Membengkaknya jumlah penduduk di Kota Jakarta menjadi persoalan. Beberapa dampaknya adalah membengkaknya tingkat pengangguran sejalan dengan meningkatnya tingkat kejahatan. Kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin semakin melebar. Belum lagi persoalan bangunan atau pemukiman yang dibangun di atas tanah yang seharusnya tidak dibangun apapun bentuknya di atas tanah itu. Berbagai macam persoalan terus hadir di kota yang menjanjikan ini.

Entah karena Jakarta sudah menjadi kota metropolitan dan menjadi 'wadah' politik untuk bisa meningkatkan karir seorang politisi di dunia politik atau memang berdiri atas idealisme untuk menyelesaikan sejumlah persoalan krusial, tetapi Jakarta tetap menjadi sentral ketika berbicara soal pemilihan kepala daerah. Frame itu akan terus terjadi meski di berbagai macam daerah lainnya menawarkan sejumlah potensi dan peluang serta kesempatan guna  membenahi bangsa ini dari daerah.

Walau akan berlangsung di 2017, namun gelaran Pilkada Jakarta sudah mulai diperbincangkan sekarang ini. Sejalan dengan kondisi itu, komunitas, partai politik, organisasi masyarakat, relawan, dan istilah-istilah lainnya yang berkaitan dengan kondisi itu mulai bermunculan dan mendukung masing-masing calonnya untuk memimpin kota dengan jumlah penduduk sekitar 10 juta jiwa lebih itu.

Sumber: instagram Anies Baswedan
Sumber: instagram Anies Baswedan
Adapun sejumlah nama yang akan meramaikan bursa calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta di antaranya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Djarot Saeful Hidayat, Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Mereka diusung masing-masing partai politik pendukung dengan matematika politik tersendiri, dan tentunya didukung oleh sejumlah organisasi masyarakat, relawan, dan lain sebagainya.

Tidak ditampik, memang banyak yang berkepentingan di Jakarta sehingga kota ini menjadi magnet tersendiri. Karenanya, tidak salah jika banyak dari mereka yang menyatakan diri untuk meramaikan bursa calon gubernur dan wakil gubernur di DKI Jakarta. Adapun kondisi ini harus benar-benar diperhatikan secara saksama oleh warga Jakarta, dan jangan sampai menelan secara utuh sejumlah informasi yang beredar terutama yang datang dari media sosial.

Di era teknologi informasi yang semakin canggih sekarang ini, memungkinkan penyebaran informasi lebih maksimal dengan ongkos lebih murah. Pun persoalan identitas diri dari penyebar informasi melalui sosial media bisa disembunyikan dan tidak terdeteksi secara langsung oleh para warga dunia maya. Keuntungan itu yang bisa memberikan efek negatif apabila informasi yang diberikan tidak benar dan membenarkan golongan tertentu. Lagi-lagi, masyarakat yang literasi sosial media rendah menjadi korban untuk kesekian kalinya.

Jika dikaitkan dengan sosial media dan kampanye para calon gubernur dan wakil gubernur itu maka pertanyaanya akan masuk ke ranah efektivitas sosial media dalam kesuksesan perubahan mindset warga Jakarta atas visi misi calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta yang tujuannya duduk sebagai orang nomor satu dan dua di Jakarta. Pertanyaan semacam ini memang mirip permasalahan penelitan dalam sebuah skripsi atau tesis, namun tidak ada salahnya mencoba mencermati pertanyaan itu. Apalagi, banyak dari kita sering menelan secara utuh sebuah informasi tanpa mencerna dan mengecek kebenarannya.

Untungnya, KPU DKI Jakarta memiliki aturan dan kebijakan terkait kampanye menggunakan sosial media. Pertama, akun sosial media pasangan calon harus didaftarkan ke KPU DKI Jakarta paling lambat satu hari sebelum masa kampanye. Kedua, pasangan calon harus mengisi formulir yang disiapkan KPU DKI Jakarta terkait akun media sosial yang digunakan. Formulir yang harus diisi itu bernama BC4 KWK (Kepala Daerah-Wakil Kepala Daerah). Ketiga, setiap pasangan calon yang berkampanye lewat sosial media tidak boleh menyebarkan isu SARA atau membangkitkan sentimen rasial.

Meski demikian, tetap ada risiko batas-batas itu ditabrak oleh mereka yang tidak bertanggung jawab atas kerusakan pesta demokrasi di Tanah Air. Tentu dalam hal ini KPU DKI Jakarta tidak memiliki wewenang dalam bertindak lantaran mereka hanya mengurus sanksi yang sudah ditetapkan oleh Bawaslu. Artinya, mereka yang melanggar aturan di luar akun sosial media resmi yang terdaftar akan ditindak oleh pihak kepolisian. Akan tetapi, tidak ada salahnya masyarakat menjadi "editor" dari seluruh informasi yang diterima melalui berbagai macam sosial media yang ada sekarang ini.

Media sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia.

Andreas Kaplan dan Michael Haenlein mendefinisikan media sosial sebagai sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan teknologi, dan yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content.

Menurut Antony Mayfield dari iCrossing, media sosial adalah mengenai menjadi manusia biasa. Manusia biasa yang saling membagi ide, bekerja sama, dan berkolaborasi untuk menciptakan kreasi, berpikir, berdebat, menemukan orang yang bisa menjadi teman baik, menemukan pasangan, dan membangun sebuah komunitas. Intinya, menggunakan media sosial menjadikan kita sebagai diri sendiri. Selain kecepatan informasi yang bisa diakses dalam hitungan detik, menjadi diri sendiri dalam media sosial adalah alasan mengapa media sosial berkembang pesat. Tak terkecuali, keinginan untuk aktualisasi diri dan kebutuhan menciptakan personal branding.

Tidak ditampik, isi dan informasi yang beredar di sosial media seringkali tidak dibarengi dengan data-data dan fakta-fakta serta menyertakan sumber. Uniknya terkadang ada postingan foto dengan caption yang 'seakan-akan dibuat sendiri' oleh admin dan berbeda dengan fakta sebenarnya. Misalnya, ada gambar A tapi keterangannya justru menjelaskan tentang B. Penyimpangan informasi atas keterangan dan foto yang berbeda ini menimbulkan kerusakan fakta yang hendak diberikan oleh pengirim informasi sebenarnya.

Situasi dan kondisi itu sudah terjadi ketika sosial media mulai digandrungi di Indonesia. Hal itu semakin menjadi-jadi sekarang ini. Alasanya pun beragam mulai dari memperkeruh suasana hingga ditunggangi suatu kepentingan golongan demi mencapai tujuan tertentu. Selain itu, perlu pula mencermati mereka-mereka yang 'menyusup' melalui salah satu akun sosial media dan menyerang sejumlah pihak atas kepentingan golongan. Tidak ada salahnya mengedepankan akal sehat dan logika berpikir ketika mencerna informasi yang didapat.

Jurnalis dan editor Howie Schneider, dalam sesi dengan mahasiswa di State University of New York menegaskan tentang prinsip 'Kenali lingkunganmu'. Berita yang diterima oleh seseorang mesti bahkan harus bisa diidentifikasi, apakah termasuk berita, propaganda, iklan, kehumasan, hiburan, atau bahkan sekadar informasi mentah. Kovach dan Rosenstiel juga menerangkan tentang empat model berita dengan nilai dan tujuan berbeda seperti: jurnalisme verifikasi, jurnalisme pernyataan, jurnalisme pengukuhan, dan jurnalisme kaum kepentingan.

Tujuan memahami empat model tadi agar masyarakat mampu memilah pemberitaan yang disajikan media massa dan sosial media, juga caranya diproduksi dan dimaknai oleh pembuat atau penerbit berita. Hal yang penting mengingat keberagaman konten dan media, juga kepemilikan media massa dengan berbagai kepentingan.

Filosof dan praktisi pendidikan John Dewey pernah berujar.

"Satu-satunya peran pers yang dapat dibenarkan adalah membantu mendidik publik. Membantu publik jadi lebih mampu berpartisipasi dalam masyarakat demokratis. Pers tidak punya tugas lain di luar itu; tidak juga dengan hanya melakukan pendidikan secara insidental. Demokrasi tidak bisa selamat dengan itu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun