Dalam suatu tulisanya, Ikeda pernah menuliskan hal ini, "Saya menentang perang! Saya sungguh-sungguh menentangnya! Banyak orang muda segenerasi saya yang terpikat oleh pemerintahan militer, dengan bangganya pergi ke medan perang dan menyerahkan nyawa di sana. Sanak keluarga yang ditinggalkan dipuja-puji atas pengorbanan mereka sebagai para "ibu militer" dan "keluarga prajurit perang".
Cerita yang didapatkan saudaranya itu pada akhirnya membuat Ikeda memiliki pemikran bahwa dalam kenyataanya, betapa rasa tersiksa dan berduka memenuhi batin para keluarga yang ditinggalkan sanak keluarganya untuk berperang. Betapa tanpa kepedulian akan kegaluan batin ini, pujian dan simpati orang lain yang dibuat-buat itu hanya menancapkan luka yang dalam di hati para ibu dan anak-anak yang ditinggalkan.
"Cinta kasih ibu, kearifan ibu, terlalu besar untuk dikecoh oleh slogan semu "demi bangsa", tulis Ikeda
Karenanya, tidak ada salahnya kita memerlukan sebuah dialog-dialog yang mengedepankan rasa idealisme dan kesadaran akan keadilan dalam kehidupan yang mendasari rasa kemanusiaan, semangat, kejelasan dan luasnya pengetahuan dalam seruan untuk perdamaian. Dan, melucutinya senjata sangat diperlukan bila kontras dengan kebisuan atau anjuran yang bertentangan dari para pemimpin politik negara-negara militeristik masa kini.
Untuk satu hal ini, semoga para pembaca yang terhormat memiliki keinginan menganugerahkan suatu pemikiran dan kontribusi nyata meski hal itu kecil, untuk sebuah perdamaian umat manusia di abad sekarang ini, tidak peduli apapun agama pembaca, tapi perdamaian yang memang sepatutnya didasari oleh agama yang di ridhoi Tuhan Yang Maha Esa. Sebab, jika kedamaian tidak datang dan dimulai dari kita sendiri, lalu dari mana kedamaian itu datang. Saatnya menyebarkan kedamaian dan mempertahankan rasa kedamaian itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H