Mohon tunggu...
Angga Bratadharma
Angga Bratadharma Mohon Tunggu... lainnya -

Pembaca dan Penulis More Info visit my blog : Bratadharma.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pembentukan Kebudayaan ditengah Pers Libertarian dan Lembaga Ekonomi

17 Mei 2014   20:17 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:26 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Bekasi, AnggaBratadharma - Baik buruknya sebuah negara bisa dilihat dari baik buruknya media di negara tersebut. Jika media massanya buruk maka masyarakat di dalam negeri tersebut kemungkinan besar juga akan buruk. Pernyataan ini sebenarnya bisa jadi rujukan bila menggunakan pendekatan efek media melalui terpaannya.

Kekuataan media sebenarnya bisa dilihat dari fungsi-fungsi media dan perananya sebagai pilar keempat, yang mengawasi eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Selain itu,  juga bisa dilihat berdasarkan bagaimana konsumsi media itu sendiri dan bagaimana efek media terhadap perubahan nilai-nilai yang ada di masyarakat.

Perkembangan media seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi, yang memberi efek kepada perluasan efek media kepada masyarakat yang ada di seluruh wilayah yang ada di Indonesia. Perkembangan media yang didukung dengan perkembangan teknologi pada akhiirnya menentukan sebuah kebudayaan.

Tak heran jika sekarang ini dunia semakin mengecil, sejalan dengan munculnya istilah 'global village'. Saat ini, dunia diibaratkan sebagai sebuah desa. Seseorang bisa melakukan komunikasi atau melakukan suatu interaksi atau mengakses suatu informasi yang jaraknya sangat jauh dengan seseorang yang berada di suatu wilayah.

Perkembangan media tidak luput dari perkembangan ilmu komunikasi. Komunikasi massa menjadi pendorong utama terjadinya pengembangan komunikasi massa menggunakan fasilitas media. Media televisi (tv) pun marak memunculkan berbagai macam konsep, yang inti pesanya adalah sebuah pengiriman pesan dari komunikator kepada komunikan.

Berbagai macam perkembangan teknologi membuat Indonesia kini memasuki era informasi. Era tersebut mendorong generasi melek teknologi bermunculan dan melakukan suatu perbincangan di dunia maya. Tak jarang, generasi melek teknologi menciptakan suatu cybercommunity dan memunculkan nilai-nilai kebersamaan di dunia maya.

Kendati ada sisi positif dari era reformasi ini namun terdapat persoalan yang nantinya bisa menjadi bumerang. Perkembangan era informasi, yang didukung penuh oleh keberadaan internet, harus bisa dicermati dengan baik. Pemerintah selaku penyelenggara negara harus segera membangun 'polisi maya' di dunia maya.

Cycbercrime mengintai masyarakat sekarang ini, lantaran tidak adanya batasan-batasan nilai dan norma termasuk peraturan perundang-undangan yang mengancam penjara. Pemerintah juga perlu bijak melihat bagaimana seseorang menjalankan kegiatan menginformasikan suatu peristiwa atau semacamnya melalui New Media atau media baru, baik facebook, twitter, path, dan sebagainya.

Dalam mengembangkan peradaban, setiap individu sangat tergantung pada negara. Dalam mencapai tujuan individu, yaitu untuk menjadi seutuhnya maka negara merupakan hal terpenting. Negara sendiri merupakan organisasi masyarakat yang tertinggi. Tanpa negara, orang perorang maupun masyarkat tidak dapat mengembangkan atribut manusia sebagai manusia yang berbudaya.

Jika mengkaitkan antara perkembangan media baru dengan sistem pers yang ada sekarang ini maka menjadi sebuah kajian menarik karena terdapat pergeseran nilai dari minat masyarakat mengakses media massa sebagai alat pemenuhan kebutuhan akan informasi. Sistem pers merupakan sub sistem komunikasi. Sistem komunikasi tidak terlepas dari sistem sosial politik suatu negara.

Konsep kebebasan pers selepas sistem otoritarian memang semakin berada di jalur yang sebenarnya, walau tidak ditampik telah terjadi pembobolan kebebasan. Terlepas dari itu, sistem pers libertarian saat ini mampu menyuarakan suatu aspirasi mayarkat dan mencerminkan bagaimana UU Pers No.40 tahun 1999 diimplementasikan.

Kebebasan pers di sistem pers libertarian mengartikan kebebasan pers tidak dikenakan pembatasan-pembatasan oleh negara sebelum publikasi, tetapi bukan berarti bebas dari sensor terhadap publikasi tentang hal-hal kriminal dan tidak layak konsumsi. Satus media sendiri diharapkan tidak berada di pihak pemerintah atau tidak berada pada pengaruh seseorang atau kelompok yang memiliki kepentingan golongan.

Namun, sistem pers libertarian bersinggungan keras ketika konsep media massa berubah menjadi sebuah industri. Fase ini membuat media massa menjadi lembaga ekonomi, yang artinya media massa harus mencari uang untuk bisa bertahan hidup dan menjalankan kegiatan jurnalistik. Fase ini membuat pewarta sulit berada pada posisi independen.

Dalam pendekatan ilmu komunikasi massa yang lebih dalam, lembaga ekonomi yang dimaksudkan masuk juga dalam ranah ideologi suatu media massa. Media massa bisa berada pada suatu pihak ketika pihak tersebut memberikan sejumlah dana besar, baik karena iklan suatu produk atau jasa, maupun iklan pemberitaan.

Tidak jarang, karena luasnya jaringan para pewarta di suatu media juga digunakan oleh pemilik media atau pemimpin suatu media untuk melakukan double job, yakni menjadi seorang pewarta sekaligus pencari iklan. Pada dasarnya, job desk dan jalurnya bisa dipisahkan. Namun, hal tersebut sulit diimpementasikan ketika ada suatu pemberitaan buruk yang menimpa suatu perusahaan yang menjadi iklan di suatu perusahaan media massa.

Pewarta akan berada pada posisi tidak independen karena menyangkut profesi-nya, yang mungkin saja profesi pewarta tersebut adalah penyambung hidup keluarganya. Salah satu Dosen Universitas Prof. DR. Moestopo (beragama) Udi Rusadi, mengungkapkan, pewarta yang menjalankan tugasnya sebagai pewarta sekaligus pencari iklan akan bersinggungan dengan independensi pemberitaan. Hal ini tidak bisa dipisahkan dan mau tidak mau pewarta harus melakukan karena menjadi kebijakan perusahaan.

Konsep pewarta dan pencari iklan ini sebenarnya semakin marak muncul seiring dengan perkembangan media baru dan maraknya implementasi sistem pers libertarian. Di era informasi sekarang ini perusahaan dengan mudah mengiklankan suatu produk atau jasa menggunakan jejaring sosial. Bahkan, setiap orang bisa dengan mudah membuat suatu media, tanpa harus ada SIUPP.

Ujung dari persoalan itu terletak pada bagaimana UU Pers No.40 tahun 1999 diimplementasikan secara saksama. UU Tersebut bisa menjadi rujukan bagaimana media massa menjalankan peranannya di suatu negara. Jika media massa berorientasi pada keuntungan finansial semata maka bukan tujuan yang termaktub di UU Pers No.40 tahun 1999 yang muncul.

Keuntungan finansial membuat penonton atau pembaca menjadi agen jual konten dan membidik iklan secara signifikan tanpa menjalankan fungsi media sebenarnya. Kini, struktur pasar di industri media semakin berkembang. Arah dan tujuan media yang dikombinasikan sebagai lembaga ekonomi akan menentukan bagaimana masyarakat Indonesia, apakah semakin cerdas atau semakin tidak cerdas.

Merujuk pada teori Uses and Gratification, maka khalayak dianggap aktif dalam memilih dan memilah mana media massa yang memang sesuai dengan kebutuhan atas pemenuhan kebutuhan informasi, walau tidak dipungkiri khalayak tersebut juga terpengaruh akibat terpaan media. Namun, khalayak harus menyadari sekarang bahwa masyarakat bisa memilih mana media yang sesuai dengan kebutuhan informasnya.

Masyarakat bisa melakukan 'perlawanan' dengan menolak 'suntikan' budaya atau 'suntikan' nilai-nilai dan norma-norma yang dihadirkan media massa, baik dalam tayangan pemberitaan maupun tayangan program. Sudah saatnya masyarakat semakin cerdas menyikapi berbagai kepentingan media massa di Indonesia. Saatnya membentuk pernyataan bahwa baik buruknya suatu negara adalah seluruh masyarakat yang mengarahkannya, dan media massa sebagai lidah perpanjangan suara bagi kemajuan suatu bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun