Mohon tunggu...
Angga Bratadharma
Angga Bratadharma Mohon Tunggu... lainnya -

Pembaca dan Penulis More Info visit my blog : Bratadharma.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pembentukan Kebudayaan ditengah Pers Libertarian dan Lembaga Ekonomi

17 Mei 2014   20:17 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:26 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kebebasan pers di sistem pers libertarian mengartikan kebebasan pers tidak dikenakan pembatasan-pembatasan oleh negara sebelum publikasi, tetapi bukan berarti bebas dari sensor terhadap publikasi tentang hal-hal kriminal dan tidak layak konsumsi. Satus media sendiri diharapkan tidak berada di pihak pemerintah atau tidak berada pada pengaruh seseorang atau kelompok yang memiliki kepentingan golongan.

Namun, sistem pers libertarian bersinggungan keras ketika konsep media massa berubah menjadi sebuah industri. Fase ini membuat media massa menjadi lembaga ekonomi, yang artinya media massa harus mencari uang untuk bisa bertahan hidup dan menjalankan kegiatan jurnalistik. Fase ini membuat pewarta sulit berada pada posisi independen.

Dalam pendekatan ilmu komunikasi massa yang lebih dalam, lembaga ekonomi yang dimaksudkan masuk juga dalam ranah ideologi suatu media massa. Media massa bisa berada pada suatu pihak ketika pihak tersebut memberikan sejumlah dana besar, baik karena iklan suatu produk atau jasa, maupun iklan pemberitaan.

Tidak jarang, karena luasnya jaringan para pewarta di suatu media juga digunakan oleh pemilik media atau pemimpin suatu media untuk melakukan double job, yakni menjadi seorang pewarta sekaligus pencari iklan. Pada dasarnya, job desk dan jalurnya bisa dipisahkan. Namun, hal tersebut sulit diimpementasikan ketika ada suatu pemberitaan buruk yang menimpa suatu perusahaan yang menjadi iklan di suatu perusahaan media massa.

Pewarta akan berada pada posisi tidak independen karena menyangkut profesi-nya, yang mungkin saja profesi pewarta tersebut adalah penyambung hidup keluarganya. Salah satu Dosen Universitas Prof. DR. Moestopo (beragama) Udi Rusadi, mengungkapkan, pewarta yang menjalankan tugasnya sebagai pewarta sekaligus pencari iklan akan bersinggungan dengan independensi pemberitaan. Hal ini tidak bisa dipisahkan dan mau tidak mau pewarta harus melakukan karena menjadi kebijakan perusahaan.

Konsep pewarta dan pencari iklan ini sebenarnya semakin marak muncul seiring dengan perkembangan media baru dan maraknya implementasi sistem pers libertarian. Di era informasi sekarang ini perusahaan dengan mudah mengiklankan suatu produk atau jasa menggunakan jejaring sosial. Bahkan, setiap orang bisa dengan mudah membuat suatu media, tanpa harus ada SIUPP.

Ujung dari persoalan itu terletak pada bagaimana UU Pers No.40 tahun 1999 diimplementasikan secara saksama. UU Tersebut bisa menjadi rujukan bagaimana media massa menjalankan peranannya di suatu negara. Jika media massa berorientasi pada keuntungan finansial semata maka bukan tujuan yang termaktub di UU Pers No.40 tahun 1999 yang muncul.

Keuntungan finansial membuat penonton atau pembaca menjadi agen jual konten dan membidik iklan secara signifikan tanpa menjalankan fungsi media sebenarnya. Kini, struktur pasar di industri media semakin berkembang. Arah dan tujuan media yang dikombinasikan sebagai lembaga ekonomi akan menentukan bagaimana masyarakat Indonesia, apakah semakin cerdas atau semakin tidak cerdas.

Merujuk pada teori Uses and Gratification, maka khalayak dianggap aktif dalam memilih dan memilah mana media massa yang memang sesuai dengan kebutuhan atas pemenuhan kebutuhan informasi, walau tidak dipungkiri khalayak tersebut juga terpengaruh akibat terpaan media. Namun, khalayak harus menyadari sekarang bahwa masyarakat bisa memilih mana media yang sesuai dengan kebutuhan informasnya.

Masyarakat bisa melakukan 'perlawanan' dengan menolak 'suntikan' budaya atau 'suntikan' nilai-nilai dan norma-norma yang dihadirkan media massa, baik dalam tayangan pemberitaan maupun tayangan program. Sudah saatnya masyarakat semakin cerdas menyikapi berbagai kepentingan media massa di Indonesia. Saatnya membentuk pernyataan bahwa baik buruknya suatu negara adalah seluruh masyarakat yang mengarahkannya, dan media massa sebagai lidah perpanjangan suara bagi kemajuan suatu bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun