Pada era digital saat ini, media sosial seperti TikTok, Instagram, dan Twitter telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Platform yang menawarkan berbagai konten hiburan, edukasi, dan informasi ternyata menyimpan bahaya tersembunyi yaitu cyberbullying. Cyberbullying telah menjadi isu yang semakin mengkhawatirkan dalam beberapa tahun terakhir, seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan penggunaan media sosial. Cyberbullying berupa:
1. Penyebaran rumor: menyebarkan gosip atau informasi palsu tentang seseorang di internet. Ini bisa dilakukan melalui postingan di media sosial, blog, atau bahkan pesan pribadi yang disebarkan ke banyak orang.
2. Impersonasi (peniruan identitas) : Membuat akun palsu dengan nama orang lain dan menggunakannya untuk memposting konten yang merugikan atau memalukan korban. Tujuannya seringkali untuk merusak reputasi atau hubungan sosial korban.
3. pelecehan berulang: mengirimkan pesan ancaman, kasar, atau tidak dinginkan secara berulang ulang melalui email, pesan teks, atau aplikasi pesan instan seperti WhatsApp atau messenger.
4. Doxing: membocorkan informasi pribadi atau sensitif seseorang, seperti alamat rumah, nomor telepon, atau detail keuangan, dengan tujuan untuk mengintimidasi atau menyebabkan kerugian pada korban.
5. Sexting tanpa izin: menyebarkan gambar atau video intim seseorang tanpa persetujuan mereka. Ini sering dilakukan sebagai bentuk balas dendam atau untuk mempermalukan korban.
6. Eksklusi digital: sengaja mengecualikan seseorang dari group atau komunitas online, baik itu berupa media sosial, forum, atau ruang obrolan, dengan tujuan untuk membuat mereka merasa tidak dinginkan atau terisolasi.
7. Fleming: memprovokasi pertengkaran dengan mengirim pesan atau komentar yang bersifat provokatif, menghina, atau menyinggung, yang ditujukan untuk memancing kemarahan atau reaksi emosional dari korban.
8. Cyberstalking: melacak dan mengintimidasi seseorang secara online dengan cara yang membuat mereka merasa tidak aman, ini bisa melibatkan pengiriman pesan berulang, menguntit akun media sosial korban, atau mengancam korban melalui berbagai platfrom digital.
9. Hacking dan manipulasi akun: Mengakses akun media sosial atau email seseorang tanpa izin dan menggunakannya untuk menyebarkan konten yang merugikan atau untuk mengontrol aktivitas online korban.
Tindakan-tindakan ini bukan hanya merusak secara emosional dan psikologis, tetapi juga dapat memiliki konsekuensi serius bagi kesehatan mental korban hingga kasus-kasus ekstrim yang Berujung pada tindakan bunuh diri korban yang mendapatkannya.
Seperti contoh seorang konten kreator yang membuat video tentang tarian yang dilakukan di halaman sekolah, setelah viral iya Dihujat karena banyak komentar yang menyebutkan bahwa ia mengerti videonya supaya lebih menarik dan komentar tersebut menyebutkan bahwa dia berusaha mencari perhatian. Banyak komentar ya menghujatnya bahkan dia sering mendapatkan pesan-pesan pribadi yang mengancamnya serta berkata kasar. Lalu ada akun Anonim yang menggunakan nama dan foto profil tersebut untuk memprovokasi agar orang menghujat serta mengirim pesan jelek kepada teman temannya supaya hubungan mereka renggang. Contoh lain seperti ketika dia mengikuti sebuah kompetisi Sains di sekolahnya dan berhasil memenangkan juara pertama beberapa siswa yang iri dengan pencapaian nya mulai mengajaknya, mengatakan bahwa karyanya tidak layak menang. Ejekan tersebut kemudian menyebar ke media sosial. Dia mulai Dihujat dengan komentar negatif dan merendakannya. Beberapa orang menuduhnya curang atau membeli suara untuk menang. Komentar-komentar tersebut menyebutkan karyanya “jelek” dan “tidak orisinal”. Tindakan di atas menjadi salah satu bukti nyata dari bentuk tindakan perundunga. atau pelecehan yang dilakukan di platfrom media sosial dalam bentuk komentar, sehingga korban yang mendapatkan cibiran atau Cyberbullying tersebut mendapatkan dampak emosional, academis, dan kesehatan mental yang serius. Dukungan keluarga jelas merupakan tindakan pertama yang diambil, di mana keluarga harus menjadi tempat yang aman dan nyaman. Selain dukungan keluarga perlu pengawasan media sosial, kampanye kesadaran dan yang paling penting yaitu perlu adanya cyber konseling.
Cyber konseling adalah salah satu model konseling yang bersifat virtual atau Konseling yang berlangsung melalui bantuan koneksi internet di mana konselor dan konseli tidak hadir secara fisik pada ruang dan waktu yang sama, dalam hal ini proses konseling berlangsung melalui internet dalam bentuk website, email, Facebook, video Confrence (Yahoo messenger) dan ide inovatif lainnya. Cyber konseling menawarkan kemudahan akses, Anonimitas, dan fleksibilitas waktu yang dapat sangat membantu para korban. Namun, meskipun manfaatnya signifikan, penting untuk menyadari bahwa cyber konseling bukan solusi tunggal untuk mengatasi masalah Cyberbullying. Cyberbullying bisa diatasi dengan mengedukasi penggunaan media sosial yang benar, dan membatasi membagi data pribadi ke ruang Publik. memungkinkan jika seseorang melakukan tindakan Cyberbullying karena ia tidak memiliki kepedulian, keinginan memuaskan diri, ketidaktahuan akan dampaknya, serta pengaruh lingkungan. Namun tanpa disadari ketika kita melakukan Cyberbullying akan ada banyak dampak yang diterima oleh korban seperti dia merasa malu, kurang percaya diri, depresi dan kecemasan. Hal tersebut sangat bisa diatasi dengan metode cyber konseling, di mana cyber konseling menyediakan dukungan emosional dan psikologis bagi korban cyberbullying melalui platfrom online. Layanan ini memungkinkan akses bantuan yang lebih mudah dan cepat bagi mereka yang merasa malu atau takut untuk berbicara langsung dengan konselor. Dengan metode ini, korban dapat menerima nasehat dan dukungan kenyamanan dirumah mereka sendiri,Tanpa harus menghadapi Stigma sosial yang mungkin ada dalam sesi tatap muka tradisional. Karena sebagai konselor online perlu memiliki pengetahuan yang lebih besar dari teori kesehatan mental dan praktek, dan untuk dilatih dan diawasi sesuai dengan persyaratan profesi pake umumnya. Memang kedua hal ini berbasis online akan tetapi tidak efektif jika cyber konseling menjadi solusi tunggal karena interaksi melalui teks atau video call tidak bisa sepenuhnya menggantikan kah tidak fisik yang dapat memberikan rasa empati dan kehangatannya. berikut beberapa alasan mengapa cyber konseling tidak efektif :
1. Konselor kurang memberikan perhatian terhadap bahasa tubuh serta ekspresi wajah, pertumbuhan dinamika dalam proses konseling juga kurang mendapat perhatian, serta perilaku dari konseli tidak dapat terkontrol secara ketat.
2. Kendala jaringan yang tidak selalu dalam keadaan kondisi baik, karena kesuksesan dari konseling media virtual juga ditentukan dari jaringan.
3. Pembatasan terhadap akses media yang digunakan sebagai perantara antara konseli dan konselor. Belum lagi adanya kendala jaringan yang tentunya dapat memberikan hambatan dalam proses pelaksanaan konseling via virtual.
4. Konselor tidak bisa memantau secara langsung bagaimana penyampaian ekspresi konseli dalam menyampaikan masalahnya. Serta perilaku maupun responsif dari konseli juga tidak dapat terpantau dengan ketat oleh konselor.
Cyber bullying adalah masalah kompleks yang membutuhkan solusi multifaceted. Selain cyber konseling diperlukan upaya lain :
1. Meningkatkan edukasi: perlu dilakukan edukasi kepada pengguna media sosial tentang bahaya cyber bullying dan bagaimana cara mengatasinya. Edukasi ini dapat dilakukan melalui berbagai platfrom, seperti sekolah, media massa, dan organisasi masyarakat sipil.
2. memperkuat regulasi: media sosial perlu memperkuat regulasinya untuk mencegah terjadinya cyber bullying. Regulasi ini dapat berupa penerapan sistem pelaporan yang lebih mudah, sanksi yang lebih tegas bagi pelaku cyber bullying, dan edukasi kepada penggunaan tentang penggunaan media sosial yang bertanggung jawab.
3. Membangun komunitas yang positif: perlu dibangun komunitas yang positif di media sosial yang saling mendukung dan menghormati satu sama lain. Komunitas ini dapat menjadi wadah bagi penggunanya untuk saling berbagi cerita dan pengalaman, serta mendapatkan dukungan jika mereka mereka mengalami cyberbullying.
4. Peran orang tua: orang tua perlu mendampingi anak-anak mereka saat menggunakan media sosial, dan mengajari mereka tentang cara menggunakan media sosial dengan aman dan bertanggung jawab.
5. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mengatur dan menegakkan hukum yang melindungi individu dari Cyberbullying. Ini termasuk peraturan yang ketat terhadap pelaku, serta menyediakan sumber daya yang memadai bagi korban untuk mendapatkan bantuan.
Upaya pencegahan dan solusi multifaceted lainya juga perlu dilakukan untuk memerangi Cyberbullying di media sosial bisa dengan menggunakan metode langsung seperti metode individual, di mana metode ini merupakan bantuan yang diberikan secara individu dan langsung bertatap muka antara konselor dan klien, metode individual dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu:
1. konseling direktif dalam metode ini konselor konselor sangatlah berperan. Konselor juga berusaha mengarahkan klien sesuai masalahnya dan memberikan saran serta nasehat kepada klien dalam metode konseling direktif.
2. Konseling non direktif, dalam metode ini konselor hanya menampung pembicaraan klien. Namun, metode ini sulit diterapkan kepada kepribadian tertutup dikarenakan klien biasanya pendiam dan sulit diajak bicara.
3. Konseling Elektif, metode ini merupakan gabungan dari metode direktif dan non direktif. Metode ini diterapkan dalam keadaan tertentu konselor menasehati dan mengarahkan konseli sesuai masalahnya serta konselor juga memberikan kebebasan pada client untuk berbicara dan konselor mengarahkan saja.
Selain dengan metode konseling individual dapat juga dilakukan dengan metode konseling kelompok, metode bimbingan kelompok dilakukan untuk membantu client memecahkan masalah melalui kegiatan kelompok. Hal ini bertujuan untuk mengatasi masalah bersama atau individu yang menghadapi masalah dengan menempatkannya dalam kehidupan kelompok. Ada 6 jenis metode yang terdapat dalam metode konseling kelompok yaitu:
1. program home room, tujuan dari program ini agar konselor dapat mengenal klien nya lebih dekat agar bisa membantunya secara efisien.
2. karyawisata, hal ini dilaksanakan dengan mengadakan peninjauan pada objek yang menarik yang berkaitan dengan pelajaran dengan tujuan untuk mendorong aktivitas penyesuaian diri, kerjasama, tanggung jawab serta kepercayaan diri.
3. Diskusi kelompok, diskusi ini merupakan cara klien memperoleh kesempatan untuk memecahkan masalah secara bersama sama.
4. Kegiatan Kelompok, melalui kegiatan kelompok dapat memberikan kesempatan pada individu (klien) untuk berpartisipasi secara baik.
5. Sosiodrama , metode ini merupakan suatu cara membantu memecahkan permasalahan klien melalui drama. Metode ini dilakukan dengan kegiatan bermain peran tertentu dari situasi masalah sosial.
6. Psikodrama, metode pemecahan masalah psikis oleh klien dengan memerankan suatu peran sehingga dapat mengurangi konflik dalam dirinya.
Cyberbullying merupakan tindakan mengirim pesan atau komentar yang kasar, mengirim pesan, gambar, atau video yang bersifat seksual. Tindakan menyebar berita palsu atau informasi yang merugikan, dan merendahkan penampilan fisik seseorang dengan komentar yang kasar atau merendahkan di media sosial, dengan mengedukasi penggunaan media sosial yang benar, membatasi membagi data pribadi ke ruang publik. Memungkinkan jika seseorang melakukan tindakan cyberbullying karena ia tidak memiliki kepedulian, keinginan memuaskan diri, ke tidak tahuan akan tampak nya, serta pengaruh lingkungan. Tindakan cyber bullying memberikan dampak emosional, akademis, dan kesehatan mental yang serius. Hal tersebut sangat bisa diatasi dengan metode cyber konseling, di mana cyber konseling menyediakan dukungan emosional dan psikologis bagi korban Cyberbullying melalui platfrom online. Cyber konseling adalah salah satu model konseling yang bersifat virtual atau konseling yang berlangsung melalui bantuan koneksi internet di mana konselor dan konseli tidak hadir secara fisik pada ruang dan waktu yang sama, dalam hal ini proses konseling berlangsung melalui internet dalam bentuk website, email, Facebook, Video Confrence (Yahoo messenger) dan ide inovatif lainnya.
Cyber konseling memang merupakan langkah positif dalam upaya menangani cyberbullying, namun tidak bisa berdiri sendiri sebagai solusi tunggal. Diperlukan pendekatan yang lebih komperehensif dan kolaboratif untuk benar benar mengatasi dan mencegah masalah ini. Memang cyber konseling juga dapat memberikan efektivitas dalam hal waktu, serta kecepatan dalam memberikan penanganan terhadap permasalahan dari konseli akan tetapi cyber konseling dikatakan efektif jika dilakukan dengan media yang lengkap dan didukung oleh jaringan internet yang sangat cepat, perlu ada pendekatan yang lebih Holistik dan multifaceted yang melibatkan peran aktif dari keluarga, sekolah, pemerintah, dan platfrom media sosial itu sendiri. Cyberbullying memerlukan pendekatan yang lebih luas dan terkoordinasi. Pendidikan di sekolah, keterlibatan aktif keluarga, inisiatif komunitas, dan kebijakan pemerintah yang tegas semuanya harus berjalan bersama untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman.
Akan tetapi cyber konseling tidak dapat menjadi solusi tunggal karena interaksi melalui teks atau video call tidak bisa sepenuhnya menggantikan kehadiran fisik yang dapat memberikan rasa empati dan kehangatan, pembatasan terhadap akses media yang digunakan sebagai perantara antara konseli dengan konselor, konselor kurang memberikan perhatian terhadap bahasa tubuh serta ekspresi wajah, pertumbuhan dinamika dalam proses konseling juga kurang mendapat perhatian, serta perilaku dari konseli tidak dapat terkontrol secara ketat. Konselor tidak bisa memantau secara langsung bagaimana ekspresi konseli dalam menyampaikan masalah.
Serta perilaku maupun responsif dari konseli juga tidak dapat terpantau dengan ketat oleh konselor. Dengan begitu meningkatkan edukasi, memperkuatkan regulasi, membangun komunitas positif dan menggunakan metode langsung seperti metode individual, metode kelompok . kedua elemen ini sangat penting. Upaya kolaboratif antara keluarga, sekolah, komunitas, dan pemerintah sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi korban. Hanya dengan Hanya dengan kombinasi strategi yang komprehensif kita dapat menciptakan dunia digital yang lebih aman dan sehat. Tanpa sinergi dari berbagai elemen ini, cyber konseling hanya akan menjadi solusi parsial yang tidak cukup untuk memberantas akar permasalahan Cyberbullying. Cyber konseling dapat menjadi bagian penting dalam membantu korban cyberbullying untuk pulih dari trauma dan mendapatkan dukungan emosional.
Namun, cyber konseling tidak boleh dianggap sebagai satu-satunya solusi. Tanpa dukungan yang komprehensif dari berbagai pihak, upaya untuk menanggulangi cyber bullying tidak akan mencapai hasil yang maksimal. Pendekatan yang lebih luas mencakup edukasi tentang literasi digital, penguatan regulasi hukum terkait peruntungan dunia maya, dan peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya etika ber internet. Selain itu, peran orang tua dan pendidik sangat krusial dalam membentuk perilaku positif dan memberikan dukungan emosional kepada anak-anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H