Apakah pelayanannya on time? Apakah makanannya enak dan beragam? Apakah tempat parkirnya nyaman? Apakah proses pembayarannya tidak bertele tele? dsb.Â
Itulah beberapa parameter penilaian dari pasien atas jasa rumah sakit.
Tentu saja masing-masing tipe masyarakat memiliki beragam standar untuk itu. Ada yang merasa sudah cukup, ada yang merasa masih kurang, ada yang merasa sudah wow.Â
Nah untuk kasus BPJS, peserta mandiri adalah peserta yang bisa digolongkan sebagai tipe masyarakat kelas menengah hingga kaya.Â
Mereka selama ini membayar iuran BPJS secara mandiri, namun banyak juga dari mereka memiliki persepsi bahwa pelayanan rumah sakit terhadap pasien BPJS lebih buruk daripada pasien yang menggunakan uang pribadi atau asuransi swasta.Â
Kalau begitu terus, tentunya lama kelamaan mereka malas membayar iuran BPJS lagi, lebih baik pakai uang pribadi saja atau asuransi swasta. Maklum saja kalau itu kejadian. Mereka tidak menggunakan BPJS untuk berobat.
Ada juga diantara masyarakat yang bayar iuran hanya sesekali, bahkan satu kali, namun langsung berobat menggunakan BPJS dengan penyakit yang biaya pengobatannya sangat mahal seperti jantung, kanker, dll.
Model masyarakat seperti ini rasanya kurang etis. Model seperti ini yang barangkali mesti ditindak dengan menagih tunggakan iurannya. Dari berita yang dirilis Kontan, model masyarakat seperti ini yang bikin BPJS tekor. Â
Ngomong-ngomong soal penagihan, penagihan tunggakan iuran bak debt collector itu sebaiknya dipilah-pilah disesuaikan dengan aktivitasnya terhadap penggunaan fasilitas BPJS-nya.Â
Jika peserta itu tidak pernah menggunakan fasilitas BPJS untuk berobat atau maksimal nilai klaim pengobatannya 500.000 atau berapalah enaknya dan dia juga menunggak iuran tidak membayar lagi, sebaiknya keanggotaannya di blokir saja. Kepesertaannya bisa aktif lagi jika dia melunasi tunggakannya. Â Â
Untuk solusi yang dikaitkan dengan pelayanan umum lainnya seperti tidak bisa memperpanjang SIM/Paspor atau tidak bisa membuat SIM/Paspor, rasanya itu tidak relevan, dan kejam sekali.Â