Pergerakan dunia mulai bergeser. Zaman sekarang si pemilik modal besar mulai ketar ketir dengan si pemilik modal cekak.Â
Siapa sangka perusahaan taksi yang telah memiliki aset berupa mobil, gedung, kantor, karyawan ribuan orang, bahkan telah terdaftar di pasar modal ketar ketir dengan orang yang hanya punya satu mobil, bahkan satu motor.Â
Siapa sangka perusahaan yang punya aset berupa toko yang banyak, mulai ketar ketir pada orang yang hanya punya satu buah garasi rumah untuk membuat sebuah produk karena mereka tidak lagi memanfaatkan toko fisik untuk berjualan tapi memanfaatkan dunia internet.Â
Siapa sangka, perusahaan penerbit yang punya aset mesin-mesin percetakan dan pusat distribusi toko buku mulai keteteran dengan orang yang hanya beraset satu buah laptop, karena bisa mencetak digital dan menjual langsung di internet.Â
Di masa depan, siapa sangka guru bisa meraup pendapatan puluhan juta per jam? dan nantinya siapa sangka pula pusat bimbingan belajar yang saat ini bertebaran dimana-mana dengan aset ruang belajar yang banyak mungkin juga keteteran, bahkan sekolah pun mungkin bisa terkena imbasnya alias tutup.
Saya pernah mengatakan di artikel sebelumnya, kalau dulu siapa yang memiliki modal maka dia pemenangnya, namun di masa depan siapa yang mampu kuasai si pemilik aset dia lah akan menjadi pemenangnya.Â
Aset atau modal tidak hanya berupa fisik. Tapi juga isi kepala alias kemampuan berpikir serta juga kreatifitas. Sarana penghubung ke pemilik aset itu melalui teknologi informasi. Model seperti inilah yang sudah kita lihat di zaman sekarang.
Nah, balik lagi ke guru. Kenapa nantinya seorang guru mampu meraup puluhan juta rupiah per jam nya?
Sebelum sampai kesitu, perlu dipaparkan dulu pemahaman seorang guru. Seorang guru bisa dikatakan seorang pengajar, namun seorang pengajar belum tentu bisa dikatakan sebagai guru. Predikat seorang guru adalah predikat mulia, karena mereka membentuk kepribadian manusia untuk menjadi pintar dan berprilaku baik. Sejatinya seorang guru tidak lah mengharapkan imbalan berupa uang atau harta, namun ketika anak didiknya menjadi orang baik serta mampu berkontribusi positif di lingkungannya, maka itu adalah imbalan paling berharga seorang guru.Â
Guru adalah seseorang yang digugu dan ditiru, berarti seorang guru harus menjadi tauladan bagi murid-muridnya. Untuk menjadi tauladan seorang guru maka harus memperlihatkan secara nyata bentuk ketauladanannya itu kepada muridnya secara langsung. Selain itu, seorang guru harus memiliki kesabaran, keikhlasan, serta kecerdasan untuk membentuk anak didiknya. Hal tersebut bisa kita lihat di sekolah.Â
Nah, zaman sekarang seorang guru tidak lah banyak memiliki aset seperti mobil, rumah, uang, karena gaji seorang guru di indonesia sangat kecil. Di dunia yang fana ini, semua kebutuhan hidup harus dicukupi dengan yang namanya duit. Sang penyebar ilmu tidaklah boleh putus, mereka harus terus ada, mereka harus terus bertumbuh agar suatu peradaban tetap ada dan semakin maju. Untuk mencukupi hal tersebut butuh yang namanya duit,
Aset berharga dimiliki seorang guru adalah isi kepalanya alias ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu itulah yang disebarkan oleh seorang guru di sekolah kepada anak didiknya. Ketika proses itu dilakukan, guru berubah menjadi seorang pengajar.
Siapapun bisa menjadi pengajar asalkan ada ilmu yang ditransferkan ke seseorang. Sarana untuk mentransferkan ilmu itu ada beragam saluran seperti sekolah, kursus, serta buku. Ilmu yang diperoleh oleh seorang pengajar, bisa bersumber dari ilmu yang didapat secara gratis serta ilmu yang didapat dari pengorbanan sejumlah uang serta non materil lainnya. Hal yang wajar jika seorang pengajar mengharapkan imbalan atas jasa penyebaran ilmu yang diberikannya, namun ada juga yang mau memberikan ilmu nya secara gratis. Itu adalah pilihan. Â Â
Nah, di zaman yang diselimuti oleh teknologi informasi, sarana penyebaran ilmu tersebut bertambah. Sarana itu dikenal dengan istilah e-learning.
Model e-learning adalah suatu sistem informasi yang menghubungkan antara pengajar dan siswa. Model ini lah sarana lain bagi seorang pengajar untuk menyebarkan ilmunya kepada murid-muridnya secara interaktif. Dengan teknologi informasi, seorang guru bisa mengajar muridnya yang tersebar darimana saja, asalkan ada sarana komunikasi seperti jaringan internet yang memiliki kualitas baik serta murah, dan perangkat antaramuka seperti komputer, laptop, smartphone.
Sarana e-learning merupakan salah satu saluran bagi seorang pengajar untuk mendapatkan pundi-pundi sumber pendapatannya. Jika sarana e-learning tersebut dikembangkan secara komersial seperti ojek online, atau sarana e-commerce lainnya dimana berkonsep berbentuk ritail. Maka seorang pengajar akan mampu mendapatkan uang puluhan juta per jam nya.Â
Di salah satu pusat bimbingan belajar di Indonesia, konsep e-learning tersebut sudah diterapkan, menggunakan salah satu software khusus. Saya pernah melihat adik saya belajar secara online dari rumah. Namun yang bisa login hanya lah peserta di pusat bimbingan belajar tersebut. Dengan hanya bermodalkan password, maka setiap siswa bisa log in di waktu-waktu tertentu untuk belajar. Untuk konsep retail sudah ada, namun belum menerapkan konsep pengajaran digital melalui saluran komunikasi internet. Â
Nah, di China sudah ada penyedia aplikasi platform untuk menyediakan sarana belajar melalui saluran e-learning secara retail. Pengajar yang menjadi mitra dari penyedia aplikasi tersebut dikabarkan mampu meraup pendapatan Rp. 38 juta per jam. Dalam sistem yang dibentuk oleh aplikasi tersebut, dalam sekali mengajar seorang pengajar bisa mengajar ribuan an anak secara online, bayangkan jika satu anak dipungut bayaran Rp 10.000 saja untuk bisa login (alias mengikuti kelas), maka puluhan juta bisa diraup seorang pengajar dalam waktu satu jam. Aplikasi tersebut menjadi semakin banyak menarik para pengajar di China, dan tentu saja semakin banyak anak-anak di china belajar lewat aplikasi online.Â
Imbas dari hadirnya aplikasi tersebut membuat para pengajar sekolah di China terganggu waktunya dalam mengajar di sekolahan karena mereka lebih suka mengajar melalui sarana e-learning. Tentu saja hal tersebut, membuat dinas pendidikan di China kesal dengan hadirnya aplikasi e-learning tersebut. Â Walau bagaimana pun sekolah secara fisik itu penting, selain untuk mendapatkan pengajaran juga untuk pendidikan dan sarana sosialiasi.
Jadi, tidak hanya si pemodal besar di bisnis transportasi, bisnis perdagangan, bisnis penerbitan, namun kedepannya sekolah pun barangkali juga akan tutup. Namun jika nantinya aplikasi seperti itu diperbolehkan di Indonesia, maka para pengajar harus melengkapi dirinya dengan kreatifitas. Karena dengan kreatifitas maka akan semakin banyak murid yang mau masuk (login) untuk mengikuti kelas online. Dan yang perlu diingat adalah belajar itu adalah proses memahami. Proses pemahaman itu harus didahului oleh kreattifitas seorang pengajar. Â JIka kreatifitas dalam mengajar terjadi, maka pengajaran yang berkualitas akan tercapai walaupun dilakukan secara online.
Penyedia Aplikasi Elearning di Indonesia: Â https://harukaedu.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H