Mohon tunggu...
Angra Bramagara
Angra Bramagara Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Orang biasa yang sedang belajar menulis, dan belajar menggali ide, ungkapkan pemikiran dalam tulisan | twitter: @angrab

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menuju Era Guru Berpendapatan Puluhan Juta per Jam

12 Mei 2016   14:38 Diperbarui: 12 Mei 2016   14:54 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber: oregonstate.edu)

Aset berharga dimiliki seorang guru adalah isi kepalanya alias ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu itulah yang disebarkan oleh seorang guru di sekolah kepada anak didiknya. Ketika proses itu dilakukan, guru berubah menjadi seorang pengajar.

Siapapun bisa menjadi pengajar asalkan ada ilmu yang ditransferkan ke seseorang. Sarana untuk mentransferkan ilmu itu ada beragam saluran seperti sekolah, kursus, serta buku. Ilmu yang diperoleh oleh seorang pengajar, bisa bersumber dari ilmu yang didapat secara gratis serta ilmu yang didapat dari pengorbanan sejumlah uang serta non materil lainnya. Hal yang wajar jika seorang pengajar mengharapkan imbalan atas jasa penyebaran ilmu yang diberikannya, namun ada juga yang mau memberikan ilmu nya secara gratis. Itu adalah pilihan.   

Nah, di zaman yang diselimuti oleh teknologi informasi, sarana penyebaran ilmu tersebut bertambah. Sarana itu dikenal dengan istilah e-learning.

Model e-learning adalah suatu sistem informasi yang menghubungkan antara pengajar dan siswa. Model ini lah sarana lain bagi seorang pengajar untuk menyebarkan ilmunya kepada murid-muridnya secara interaktif. Dengan teknologi informasi, seorang guru bisa mengajar muridnya yang tersebar darimana saja, asalkan ada sarana komunikasi seperti jaringan internet yang memiliki kualitas baik serta murah, dan perangkat antaramuka seperti komputer, laptop, smartphone.

Sarana e-learning merupakan salah satu saluran bagi seorang pengajar untuk mendapatkan pundi-pundi sumber pendapatannya. Jika sarana e-learning tersebut dikembangkan secara komersial seperti ojek online, atau sarana e-commerce lainnya dimana berkonsep berbentuk ritail. Maka seorang pengajar akan mampu mendapatkan uang puluhan juta per jam nya. 

Di salah satu pusat bimbingan belajar di Indonesia, konsep e-learning tersebut sudah diterapkan, menggunakan salah satu software khusus. Saya pernah melihat adik saya belajar secara online dari rumah. Namun yang bisa login hanya lah peserta di pusat bimbingan belajar tersebut. Dengan hanya bermodalkan password, maka setiap siswa bisa log in di waktu-waktu tertentu untuk belajar. Untuk konsep retail sudah ada, namun belum menerapkan konsep pengajaran digital melalui saluran komunikasi internet.  

Nah, di China sudah ada penyedia aplikasi platform untuk menyediakan sarana belajar melalui saluran e-learning secara retail. Pengajar yang menjadi mitra dari penyedia aplikasi tersebut dikabarkan mampu meraup pendapatan Rp. 38 juta per jam. Dalam sistem yang dibentuk oleh aplikasi tersebut, dalam sekali mengajar seorang pengajar bisa mengajar ribuan an anak secara online, bayangkan jika satu anak dipungut bayaran Rp 10.000 saja untuk bisa login (alias mengikuti kelas), maka puluhan juta bisa diraup seorang pengajar dalam waktu satu jam. Aplikasi tersebut menjadi semakin banyak menarik para pengajar di China, dan tentu saja semakin banyak anak-anak di china belajar lewat aplikasi online. 

Imbas dari hadirnya aplikasi tersebut membuat para pengajar sekolah di China terganggu waktunya dalam mengajar di sekolahan karena mereka lebih suka mengajar melalui sarana e-learning. Tentu saja hal tersebut, membuat dinas pendidikan di China kesal dengan hadirnya aplikasi e-learning tersebut.  Walau bagaimana pun sekolah secara fisik itu penting, selain untuk mendapatkan pengajaran juga untuk pendidikan dan sarana sosialiasi.

Jadi, tidak hanya si pemodal besar di bisnis transportasi, bisnis perdagangan, bisnis penerbitan, namun kedepannya sekolah pun barangkali juga akan tutup. Namun jika nantinya aplikasi seperti itu diperbolehkan di Indonesia, maka para pengajar harus melengkapi dirinya dengan kreatifitas. Karena dengan kreatifitas maka akan semakin banyak murid yang mau masuk (login) untuk mengikuti kelas online. Dan yang perlu diingat adalah belajar itu adalah proses memahami. Proses pemahaman itu harus didahului oleh kreattifitas seorang pengajar.  JIka kreatifitas dalam mengajar terjadi, maka pengajaran yang berkualitas akan tercapai walaupun dilakukan secara online.

Penyedia Aplikasi Elearning di Indonesia:  https://harukaedu.com/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun