[caption caption="ilustrasi (sumber:www.peak10.com/)"][/caption]Pemerintah telah mengeluarkan aturan dimana mewajibkan perbankan atau penerbit kartu kredit melaporkan setiap data transaksi dari nasabahnya.
Aturan tersebut tercantum pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 39/PMK.03/2016 tentang rincian jenis data dan informasi serta tata cara penyampaian data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan.
Dalam lampiran aturan tersebut tertulis bahwa bank atau lembaga penyelenggara kartu kredit wajib melaporkan data dari nasabah yang bersumber dari billing statement atau tagihan.
Di antaranya meliputi nama bank, nomor rekening kartu kredit, ID merchant, nama merchant, nama pemilik kartu, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), bulan tagihan, tanggal transaksi, rincian dan nilai transaksi dan pagu kredit.
Penyampaian ini, pertama kali paling lambat 31 Mei 2016 baik secara elektronik (online) maupun langsung. Untuk ke depannya, maka data diserahkan setiap bulan pada akhir bulan berikutnya. -detik.com-
Â
Berikut data Bank/Lembaga Penyelenggara Kartu Kredit yang diwajibkan melaporkan data transaksi nasabahnya (sumber: detik.com):
Pan Indonesia Bank, Ltd. Tbk.
PT Bank ANZ Indonesia
PT Bank Bukopin, Tbk.
PT Bank Central Asia, Tbk.
PT Bank CIMB Niaga, Tbk.
PT Bank Danamon Indonesia, Tbk.
PT Bank MNC Internasional
PT Bank ICBC Indonesia
PT Bank Maybank Indonesia, Tbk
PT Bank Mandiri (Persero) ,Tbk.
PT Bank Mega, Tbk.
PT Bank Negara indonesia 1946 (Persero) , Tbk.
PT Bank Negara Indonesia Syariah
PT Bank OCBC NISP Tbk.
PT Bank Permata Tbk.
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk
PT Bank Sinarmas
PT Bank UOB Indonesia
Standard Chartered Bank
The Hongkong & Shanghai Banking Corp.
PT Bank QNB Indonesia
Citibank N.A
PT AEON Credit Services
Â
Namun, ada beberapa nasabah merasa resah atas kebijakan aturan dari pemerintah tersebut.Â
"Sangat keberatan. Itu bertentangan dengan Undang-undang Perbankan yang mengatakan data nasabah itu rahasia perbankan. Kenapa diintip-intip?,"
"Itu bisa berpotensi ada fraud, kalau datanya bocor dan disebarkan ke pihak lain, memangnya ada jaminan?,"
dengan mengintip data transaksi kartu kredit, Ditjen Pajak juga dinilai mampu melacak daftar kekayaan nasabah tanpa izin. Kecuali nasabah tersebut melakukan pelanggaran tindak pidana maupun perdata yang merugikan. Untuk hal tersebut ia merelakan data pribadinya dikulik oleh pihak berwenang seperti PPATK maupun KPK.
Â
- sumber: cnnindonesia.com-
Pada dasarnya kencenderungan orang itu ingin bebas, tidak mau terikat dengan ini itu, tidak mau ditagih ini itu, tidak mau mengeluarkan beban ini itu, kalau bisa mereka mendapatkan ini itu, kalau bisa semua yang mereka dapatkan gratis. Masuk banyak, kalau bisa dikeluarkan sesedikit mungkin, tapi kalau dalam ilmu kedokteran hal seperti itu sangat berbahaya, karena akan menimbulkan penyakit.Â
Kalau tidak terpaksa, maka kencendrungan orang tidak mau mengikuti anjuran atau aturan. Kalau bisa mengelak, mereka akan mengelak sebisa mungkin asalkan aman. Sifat pemaksaan biasanya disertai sanksi. Kalau sudah ada sanksi, kencenderungan seseorang akan mengikuti aturan yang telah ditetapkan, asalkan penegakan sanksi itu tegas dan konsisten dilakukan.Â
Di sisi lain, orang kecenderungan ingin bersikap pamer. Segala macam bentuk kepameran dapat dilihat dari apakah pamer harta benda, pamer pemikiran, pamer kinerja, dll. Sayang untuk beberapa hal sifat pamer itu tidak terlalu diperlihatkan karena alasan tertentu. Misalkan orang ingin memamerkan harta kekayaannya, namun karena rawan kriminal atau hartanya takut diambil orang lain, maka orang tersebut enggan untuk memamerkan harta nya bahkan menjaganya sedemikian rupa. Di lain hal, karena ada sesuatu yang janggal pada harta seorang pejabat barangkali dia enggan memamerkan hartanya pada KPK dalam bentuk LHKPN.Â
Saat ini era dunia sudah bergeser. Kalau dulu semua dilakukan secara fisik, namun kini sebagian aktifitas kita dilakukan melalui dunia maya alias dunia digital. Akibat pergeseran dunia tersebut, maka manusia akan dimudahkan untuk mengelak. Dan cara untuk menghadapi nya pun harus digeser.
Kewajiban Pajak
Bayar pajak adalah kewajiban setiap warga negara Indonesia. Menerima pajak adalah hak negara yang diamanahkan pada pemerintah melalui ditjen pajak untuk mengelola negara ini. Banyak jenis objek pajak yang wajib dibayarkan oleh subjek pajak di Indonesia. Kalau mau tahu detailnya bisa di baca pada UU perpajakan. Â
Pergeseran Cara Berdagang
Dulu, dalam berdagang kita harus membuka lapak di lokasi di mana pasar yang kita tuju berada. Misalkan kalau kita menyasar pasar di wilayah Indonesia atau kota tertentu, maka kita harus membuka lapak secara fisik di wilayah Indonesia atau kota tertentu tersebut. Saat ini, hal tesebut tidak harus begitu lagi, karena dengan teknologi informasi alias internet, kita bisa membuka lapak tanpa harus berbentuk toko fisik dimana saja bahkan berpindah-pindah tempat, namun dapat menjualnya ke mana saja ke seluruh dunia. Model semacam ini, memudahkan masyarakat untuk mengelak dari petugas pajak, bisa main kucing-kucingan dengan petugas pajak, karena lokasi fisik tetap nya tidak ada. Kalau tidak ada lapak fisik, kemana pajak itu harus ditagih?
Pelaku bisnis yang memanfaatkan teknologi informasi tersebut mengandalkan provider penyedia platform aplikasi untuk melindungi data mereka dari intipan siapa pun kecuali penyedia aplikasi itu sendiri. Kalau perusahaan penyedia platform aplikasi tersebut berada di luar negeri sekaligus data pebisnis itu pun disimpan di luar negeri, kemana petugas pajak menagihnya?Â
Tapi ada kalanya beberapa perusahaan penyedia platform, bersedia membuka data pebisnisnya, namun ada kalanya juga mereka menolak walaupun untuk penyelidikan tindakan kejahatan. Seperti yang terjadi pada Apple, dimana menolak keputusan pengadilan Amerika untuk membuka data pengguna Apple yang disangkakan melakukan tindak pidana kejahatan. Pengadilan di Amerika saja mereka tolak, apalagi pengadilan di Indonesia? Petugas bisa saja meminta data user itu ke penyedia aplikasi, tapi jika mereka menolak bagaimana? blokir? Â Â Â Â
Pergeseran Cara Bertransaksi
Dalam cara bertransaksi keuangan pun begitu, kalau dulu kita harus mengeluarkan uang fisik untuk membayar sesuatu, namun kini berkat teknologi informasi kita bisa menggunakan satu kartu tipis untuk membayarnya, dimasa depan barangkali bisa menggunakan sidik jadi dan kornea mata untuk menggantikan kartu nya.
Menggunakan uang secara fisik lebih banyak kekurangan dari sisi efisiensi biaya daripada menggunakan uang secara digital, oleh karena itu berbagai institusi keuangan dan perbankan saat ini mulai mengkampanyekan cashless society alias mengkampanyekan pada masyrakat agar menggunakan uang digital untuk bertransaksi keuangan. Hadirnya cara bertransaksi semacam itu semakin memudahkan para pebisnis dan konsumen untuk bertransaksi, dimana mereka tidak harus capek-capek mencari bank tempat mereka menyimpan duit untuk menyetor atau pun menarik duit. Dengan hanya bermodal kartu, gesek sana sini, pencet sana sini maka mereka bisa bertransaksi tanpa harus ke bank dari lokasi mana saja.
Kombinasi cara berdagang dan bertransaksi
Hadirnya cara berdagang online didukung pula dapat bertransaksi secara online, semakin membuat masyarakat bisa mengelak dari pungutan dan perpajakan. Apalagi jika ada aturan dimana memberlakukan kebijakan perlindungan data transaksi nasabah, maka makin membuat pebisnis online merasa aman untuk mengelak dari perpajakan.
Jika model transaksi dan perdagangan di masa depan benar-benar diarahkan ke online dan cashless society, maka diprediksi penerimaan pajak dari sektor ini tidak akan tercapai maksimal. Negara tidak mendapatkan haknya. Mengharapkan kesadaran pelaku bisnis online membayar untuk pajak? rasanya sulit, karena pada dasarnya manusia cenderung mengelak kecuali kalau terpaksa.
Membuka akses transaksi nasabah adalah Keniscayaan
Apapun dagangan atau bisnisnya, pada ujungnya pasti akan berakhir di sistem pembayaran yang untuk saat ini difasilitasi oleh sistem perbankan. Oleh karena itu, "mengintip" atau bahasa kerennya mendapatkan akses terhadap data transaksi nasabah adalah sebuah keniscayaan dalam era digital. Nantinya, dari analisa data yang diperoleh itu bisa didapat pola-pola transaksi nasabah, apakah bisa dikategorikan sebagai objek pajak atau bukan.
Bagi masyarakat, janganlah takut jika data itu diintip oleh pihak berwenang seperti ditjen pajak, harta kita yang ada di sana tidak akan dirampok, negara hanya meminta haknya dari setiap subjek pajak di Indonesia. Dengan cara apa lagi harus ditempuh negara untuk mendapatkan haknya di era digital yang semakin membuat setiap orang bisa mengelak itu?
Â
Kerahasiaan Data
Jangan takut data itu akan diperjual belikan karena yang akan melihat data transaksi kita adalah otoritas pemerintah yang kita percayai memegang kerahasiaan. Kalaupun ada oknum yang membocorkan data kita pada publik, atau ada jual beli data, paling banter hidup kita diganggu dengan penawaran-penawaran produk bisnis seperti yang biasa kita terima lewat sms handphone atau berbagai iklan di website, dan hal semacam itu bisa kita laporkan pada pihak terkait atau bisa kita blokir dengan teknologi yang ada saat ini. UU pun telah melindungi data kita dari pengggunaan yang tidak sepatutnya. Â Â
Untuk menghindari ada oknum jail yang akan memanfaatkan data kita, maka ditjen pajak perlu merancang sistem pengamanan untuk mengakses data tersebut. Misalkan seperti memberikan kode sandi pada setiap data atau identitas nasabah, menjalankan algoritma untuk mengenal pola-pola transaksi sehingga bukan manusia yang menganalisa pola tersebut tapi dilakukan oleh mesin dimana dalam dunia teknologi dikenal dengan istilah artificial intelligence atau machine learning, dan diperkuat dengan menerapkan hak akses terbatas yang sebaiknya bersifat kolektif seperti halnya peluncuran senjata nuklir Amerika dimana menerapkan kebijakan akses untuk meluncurkan nuklir haruslah orang-orang yang mendapatkan kunci, biasanya dipegang oleh beberapa pejabat tinggi di Amerika.
Di lain hal, mengenai kerahasiaan data, maka berbicara kerahasiaan data pada era saat ini bisa dibilang tidak terlalu relevan, percuma saja berdebat, karena pada dasarnya ketika perangkat elektronik kita sudah tersambung ke dunia online, maka tidak ada yang jamin data kita pribadi itu tidak diintip pihak lain. "Relakanlah" data kita diintip pihak lain.
Bagi ditjen pajak, sebaiknya menerapkan tindakan preventif seperti memasang aplikasi tertentu seperti antimalware, antivirus, atau firewall tertentu, namun itu pun sebenarnya tidak begitu menjamin karena pihak lain di luar sana selalu mencari cara untuk membobol itu semua. Tindakan prefentif lain adalah dengan melakukan akses terpisah, dimana sumber datanya sama sekali tidak tersambung jaringan online, atau hanya bisa diakses jaringan internal saja, kl pun mau mengakses nya maka perlu alat khusus dan dilakukan oleh orang-orang yang punya hak akses, seperti yang diterapkan CIA di markas besarnya di langley sana. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H