Mohon tunggu...
Angra Bramagara
Angra Bramagara Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Orang biasa yang sedang belajar menulis, dan belajar menggali ide, ungkapkan pemikiran dalam tulisan | twitter: @angrab

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Posisi Netflix dan Operator, Serta Permasalahannya

28 Januari 2016   22:12 Diperbarui: 28 Januari 2016   22:38 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama ini, pembayaran bit-bit yang melewati jaringan operator dibebankan pada konsumen.  Diibaratkan konsumen membayar ongkos kirim per bit dari pengiriman bit-bit dari berbagai server di seluruh dunia. Jika dipandang dari sisi ini, maka jasa kurir sebenarnya telah dibayarkan oleh konsumen operator. Penetapan harga ongkos kirim per bit sebenarnya ditetapkan oleh operator sendiri. Namun seperti nya operator tidak puas, apalagi jika melihat aplikasi OTT itu untung besar, coba lihat pendapatan facebook, google, dll sedangkan operator dibebani dengan traffik jaringan yang semakin tinggi. Semakin tinggi traffik maka kehandalan jaringan menjadi ancaman. Biaya pengelolaannya pun akan semakin tinggi. Belum lagi besar biaya sewa jaringan internasional. Sehingga kadangkala operator mengancam menutup atau memblokir akses terhadap aplikasi OTT yang bersangkutan jika tidak mau bekerjasama atau membagi persenan dari keuntungan yang diperoleh para OTT. Memblokir akses aplikasi yang kontennya secara garis besar sebenarnya tidaklah merugikan masyarakat sebenarnya sangat disayangkan. Barangkali cara lain bisa saja diterapkan oleh operator untuk mendapatkan kompensasi biaya tersebut, adalah dengan cara membedakan biaya per bit antara jika konsumen mengakses server dari OTT itu atau server dari luar negeri (dikenai biaya import per bit) dengan biaya jika mengakses server dari dalam negeri.   

Permasalahan lain dari letak server  yang berada di luar negeri adalah masalah pengawasan dan perlindungan konsumen terhadap kerugian pelayanan. Dalam UU ITE serta PP tentang sistem dan transaksi elektronik telah mengatur berbagai hal terutama terkait dari pengawasan para penyelenggara serta perlindungan konsumen dari sisi pelayanan secara teknis (kehandalan perangkat keras, software, maupun informasi) maupun jaminan terhadap kerahasiaan data yang disimpan pada server, namun kebijakan itu hanya bisa menyentuh penyelenggara sistem elektronik maupun transaksi elektronik yang servernya berada di Indonesia. Namun pengawasan untuk penyelenggara sistem elektronik yang berada di luar negeri yang transaksi elektroniknya berlangsung di dalam negeri tidak dapat dilakukan. Untuk pengawasan kehandalan perangkat sistem elektronik yang perangkatnya berada di luar negeri, barangkali telah “diwakillkan” oleh pemerintah negara setempat.

Hanya saja untuk menangani masalah kerugian konsumen masih dirasa bias, dalam aturan UU ITE ada sedikit menyinggung jika terjadi kerugian dari pihak yang melakukan transaksi online maka bisa dilakukan proses melalui hukum dalam transaksi internasional didasarkan pada pada asas hukum perdata internasional (pasal 18 UU ITE) dan bisa diproses melalui berbagai forum hingga arbitrase, serta juga adanya kerjasama dengan penegak hukum negara lain untuk menyelesaikan kasus semacam ini. Namun sejauh mana prakteknya tidak begitu diketahui.

Permasalahan lain adalah terkait dari pajak usaha. Para OTT itu bisa melakukan transaksi di Indonesia karena adanya kesepakatan antara pihak OTT dan konsumen yang dilakukan di wilayah Indonesia melalui agreement yang disepakati melalui tanda tangan elektronik antara pihak OTT dan para netizen(konsumen),  walaupun letak servernya di luar negeri. Apakah pajak usaha terkait ini juga dibeban kan kepada konsumen? Atau dibebankan pada pihak ketiga yang menyediakan layanan E-payment untuk membantu proses pembayaran dari konsumen kepada OTT? Di negara asalnya, para OTT itupun pastilah dikenakan pajak atas usahanya oleh pemerintah negara setempat, apakah pemerintah Indonesia tidak bisa bekerjasama dengan pemerintah negara asal para OTT tersebut untuk membagi persenan dari pajak yang didapat dari OTT yang melakukan transaksi di Indonesia?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun