[caption caption="pucuk sawit tumbuh di area kebakaran lahan (sumber gambar: viva.co.id)"][/caption]
Â
Saat ini hampir sebagian besar wilayah Indonesia terpapar kabut asap, apakah asap yang bersumber dari wilayah timur maupun yang bersumber dari wilayah barat. Musibah kabut asap sudah terasa dan melanda negeri ini sejak tahun 1997, terutama di wilayah kalimantan dan sumatera, dan terjadi setiap tahun dengan intensitas yang beragam. Mungkin musibah saat ini (2015) dan 1997 merupakan yang terparah dibandingkan tahun-tahun lainnya.
Untuk tahun ini, musibah mulai mendapat perhatian banyak orang sejak bulan Agustus. Padahal dari pengamatan penulis, yang kebetulan berasal dari Riau, orang membakar lahan sudah dilakukan sebelum bulan Agustus tersebut, walaupun dalam skala kecil, dan itu seringkali terlihat dari tepi jalan raya lintas Sumatera yang menghubungkan antara Riau dan Sumut, serta Riau dan Sumbar. Tapi dibiarkan saja oleh orang yang lalu lalang disekitar situ. Ketika kejadiannya sudah seperti sekarang, baru masyarakat pada protes sana sini, koar-koar sana sini. Â Â Â
Bukan rahasia umum lagi, hampir semua masyrakat meyakini bahwa pembakaran itu dilakukan untuk membuka lahan terutama kebun sawit. Jika kita lewat lintas sumatera antara Riau dan Sumut, coba lihat kiri kanannya, pasti hampir selama perjalanan kita selalu melihat "hutan" sawit. Dan kini, hutan sawit itu mulai merambah lintas Riau dan Sumbar yang dulunya masih perawan dengan hutan.
Indonesia merupakan penghasil sawit terbesar di dunia, bersaing dengan Malaysia. Sekitar 85 % supplai sawit dunia, berasal dari Indonesia dan Malaysia. Di Indonesia, sebagian besar hasil sawit, berupa minyak sawit mentah, untuk di ekspor. Dunia membutuhkan minyak sawit. selain dijadikan minyak goreng untuk memasak,  juga digunakan sebagai bahan baku berbagai industri seperti kosmetik, farmasi, sabun-sabun, lilin, pelumas, tandan sawit dapat digunakan sebagai pupuk, dll, dan kini minyak sawit mulai digiatkan sebagai bahan bakar atau biofuel. Menteri Perhubungan Ignatius Jonan menyatakan bahwa sawit sebagai bahan bakar masa depan bagi pesawat terbang, direncanakan tahun 2018 setiap maskapai di Indonesia menggunakan biofuel walaupun dengan porsi tertentu.Â
Baru-baru ini pemerintah Indonesia bersama Malaysia bersepakat membentuk Dewan Negara Penghasil Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries) yang bermarkas di Indonesia. Barangkali dewan sawit ini seperti OPEC nya minyak bumi. Kesepakatan tersebut dikuatkan dengan kedatangan Perdana Menteri Malaysia ke Istana Bogor bertemu Presiden Jokowi. Dewan ini bertujuan untuk membuat semacam standar global yang ramah lingkungan terkait dalam dunia persawitan. Dewan ini juga diwacanakan sebagai pihak yang akan menentukan harga sawit dunia. Â
Betapa pentingnya kelapa sawit bagi pemerintah untuk menunjang ekonomi negara. Mungkin secara ekonomi, banyaknya kebun sawit di Indonesia, maka itu sama saja Indonesia seperti Arab Saudi nya minyak bumi. Oleh karena itu, wajar rasanya kalau pemerintah menginginkan kebun sawit tumbuh banyak di Indonesia.
Perusahaan sawit seakan mendapat angin segar untuk terus menambah wilayah kebunnya. Namun cara yang ditempuh barangkali tidak sesuai dengan istilah ramah lingkungan. Â Lahan gambut yang diyakini sebagai lahan subur untuk kebun sawit terbakar. Banyak orang meyakini bahwa itu sengaja dibakar dengan berbagai alasan, terutama karena biaya yang dikeluarkan lebih murah. Walaupun dibakar cuman satu hektar, namun karena kemarau kering yang panjang menyebabkan wilayah kebakaran akan semakin meluas dengan sendirinya.
Apakah pelaku pembakaran itu tahu akan hal ini? saya kira tahu, cuman pura-pura tidak tahu, makanya mereka seringkali melakukannya saat musim kemarau. Â Asap yang dihasilkannya tidak ketulungan, seperti asap jerami yang dibakar, walaupun api kecil atau sudah hilang, namun asap nya begitu tebal.Â
Melihat kebakaran lahan yang semakin menjadi-jadi, pemerintah pun tidak tinggal diam, setelah pemerintah daerah tidak sanggup menanganinya sendiri, maka status pun ditingkatkan sehingga pemerintah pusat membantu pemerintah daerah dengan segala upaya untuk memadamkan api tersebut. Ribuan aparat baik dari TNI, Polisi, BNPB, serta juga sukarelawan dikerahkan untuk memadamkannya, dibantu juga oleh berbagai peralatan yang ada, bahkan meminta bantuan dari pihak asing seperti Singapura, Australia, Rusia, dll untuk meminjamkan peralatan pemadaman mereka. Namun apa daya, sampai saat ini api dan asap tak kunjung padam, bahkan asapnya mulai menyasar ibukota negara.
Banyak pihak yang pesimis, dimana spertinya hanya hujan lah yang mampu memadamkannya. Penulis berharap bahwa pemerintah bukanlah bagian dari konspirasi pembakaran lahan tersebut demi mengejar ekonomi negara di masa depan. Penulis masih yakin bahwa pemerintah sudah kerahkan kemampuan maksimal yang dimiliki. Kalau segala upaya telah dilakukan manusia, namun ternyata tidak memperlihatkan hasil yang signifikan untuk memadamkan api dan asap yang sudah seluas itu, apa boleh buat, manusia punya kemampuan terbatas, yang maha mampu hanya Tuhan Yang Kuasa. Namun manusia tidak boleh putus asa, terus lah berusaha dan berdoa memohon ridoNya dan memohon bantuanNya.   Â
Untuk meyakinkan kita semua, penulis berharap pemerintah bertindak nyata membuktikan kepada kita semua bahwa pemerintah bukan merupakan bagian dari konspirasi pembakaran lahan tersebut. Salah satunya caranya adalah tolong dicabut pucuk sawit yang telah ditanam di area bekas lahan terbakar itu. Jangan izinkan dan biarkan satu pucuk sawit pun ditanam di sana. Pemerintah harus kembalikan lahan tersebut menjadi gambut dan hutan seperti sediakala.
Jika pemerintah ternyata membiarkan sawit tumbuh di sana walaupun nantinya lahan tersebut diambil alih oleh Pemerintah, jangan salahkan masyarakat kalau meyakini bahwa pemerintah adalah bagian dari pembakaran dan pihak yang melakukan pembiaran lahan tersebut terbakar. Dan aksi pemadaman yang diperlihatkan selama ini hanya bohong belaka, hanya sandiwara belaka.
Jangan sampai nanti masyrakat beranggapan bahwa Pemerintah menggunakan tangan orang lain, dalam hal ini adalah perusahaan sawit, untuk mengambil keuntungan walaupun dengan cara membuat masyarakat menderita. Dimana, nanti perusahan sawit tersebut dibekukan dan lahannya disita oleh negara, namun pemerintah lah yang kemudian menanam sawitnya melalui BUMN di lahan bekas terbakar tersebut.
Â
Cabut pucuk sawit yang ditanam di area pembakaran lahan itu!!!!,
Jangan Biarkan hati masyarakat bertambah sakit melihat prilaku pemerintah. Â
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H