[caption caption="Markas The FED di Washington DC, USA (sumber gambar: www.finance.yahoo.com)"][/caption]
Akhir-akhir ini, nilai Rupiah terhadap Dolar tidak kunjung turun. Nilainya sampai saat ini stabil segitu-segitu aja, berkisar Rp. 14.500-14.700. Masyarakat Indonesia pada protes, bahkan ada yang menghujat kepemimpinan pusat. Lawan politik pemerintah pun menjadikan ini sebagai senjata mereka untuk menyudutkan pemerintah. Perlu ada pemahamam bagi kita semua kenapa dolar bisa bergerak setinggi itu.
Mata uang saat ini merupakan alat investasi, seperti juga dengan tanah, barang antik, emas, perusahaan (saham), dll. Besarnya nilai dari masing-masing investasi tersebut didasarkan pada faktor-faktor tertentu, namun kencendrungan turun naiknya nilai investasi juga didasarkan pada faktor supply dan demand. Jika semakin tinggi kebutuhannya sedangkan persediaannya semakin tipis atau segitu-segitu aja, maka nilai investasi itu akan naik, begitu juga sebaliknya.
Dolar saat ini merupakan mata uang perdagangan internasional. Sehingga, untuk membeli sesuatu dari luar negeri, maka Indonesia harus menggunakan mata uang dolar walaupun produk yang dibeli itu tidak berasal dari Amerika Serikat. Mata uang paman sam ini diterbitkan dan dicetak oleh Bank Sentral Amerika yaitu The FED.
Meningkatnya kebutuhan dolar
Selama ini Indonesia selalu mengandalkan import untuk mendukung kegiatan ekonominya, mulai dari produk yang memang tidak bisa dihasilkan di Indonesia hingga produk-produk yang sebenarnya banyak di Indonesia. Salah satu alasan import menjadi pilihan karena biaya yang dibutuhkan untuk mengimport lebih murah daripada harus disediakan dari dalam negeri. Ketika biaya tersebut rendah, maka harga jual di masyarakat pun akan murah. Disamping itu, banyak perusahaan manufaktur atau perusahaan yang bersifat padat karya apakah membuat permesinan maupun makanan dan minuman, serta tekstil berinvestasi di Indonesia dengan tujuan agar mereka lebih dekat dengan konsumennya (masyarakat Indonesia), walaupun ada sebagiannya juga disajikan untuk diekspor. Tujuan lain tentu saja untuk mengurangi biaya supplai chain mereka untuk pasar di Indonesia. Hal ini menyebabkan ketersediaan lapangan kerja semakin banyak. Semakin banyak orang bekerja disokong pula dengan harga produk yang ditawarkan murah maka tingkat konsumsi masyarakat mengalami kenaikan. Hal inilah yang menjadi penyumbang pergerakan ekonomi Indonesia kala itu. Ditambah pula kedatangan arus modal dolar dari para investor ke negara-negara berkembang, termasuk ke Indonesia, karena kala itu ekonomi Amerika dan Eropa lagi kurang menggembirakan dan tidak menguntungkan.  Â
Semakin meningkatnya kebutuhan akan import maka kebutuhan akan mata uang dolar pun semakin meningkat. Indonesia sangat membutuhkan dolar yang banyak. Beruntungnya kala itu arus modal berupa dolar juga banyak masuk ke Indonesia dari para investor, dan saat itu pun nilai komoditas ekspor utama Indonesia untuk mendapatkan dolar masih bisa dihandalkan. Persediaan dolar tentu saja masih dapat mengimbangi kebutuhan dolar untuk membeli produk-produk import sehingga nilai tukar dolar terhadap rupiah relatif masih rendah. Walaupun lama-kelamaan mengalami tren naik.
Dampak negatif kebijakan import masa lalu adalah pada industri lokal. Industri lokal tidak diberikan kesempatan untuk berkembang dan belajar, padahal saat itu banyak perusahaan yang berada pada hirarki teratas di rantai industri membuka pabriknya di Indonesia, namun mereka tidak banyak menggunakan bahan lokal sebagai bahan penyusun produknya. Dampaknya adalah kualitas bahan lokal dibiarkan pada level 1, dimana mungkin level ini adalah level untuk kebutuhan produk-produk penyusun tahun 90-an.
Strategi pengurangan kebutuhan dolar
Ketika pemerintahan baru hadir, kebijakan pembatasan import diberlakukan. Salah satu tujuannya agar persediaan dolar di Indonesia tidak banyak keluar. Akibatnya adalah industri yang banyak tergantung pada bahan baku import terkena imbasnya, mereka "dipaksa" menggunakan bahan baku lokal. Permasalahan kemudian adalah pada kualitas dan kuantitas bahan baku lokal yang tidak sesuai dengan standar produk yang mereka pakai selama ini dimana standar yang mereka perlukan untuk tahun 2015 adalah kualitas level 10. Pilihan adalah menggunakan bahan baku lokal dengan mengorbankan kualitas produk, atau mengurangi produksi. Perusahaan yang mengedepankan kualitas memilih untuk mengurangi produksi dan pada ujungnya adalah terjadi PHK, sedangkan perusahaan yang memilih menggunakan bahan baku lokal rela harus kehilangan konsumen mereka karena kualitas yang ditawarkan lebih rendah dari sebelumnya, yang pada ujungnya juga lama kelamaan perusahaan akan mengalami kerugian dan pada akhirnya terjadi PHK juga.Â
Pencabutan subsidi BBM, sehingga harga BBM naik yang kabarnya persentase kenaikan terhitung drastis juga bisa membatasi keluarnya dolar dari Indonesia. Sebagaimana kita tahu bahwa BBM di Indonesia sebagian besar nya berasal dari import. Harapan lain dari menaikkan harga BBM ini agar masyarkaat membatasi penggunaan BBM dalam kehidupan mereka, menganjurkan ke masayrakat agar ada prioritas dalam menggunakan BBM. Pemberlakukan metode subsidi BBM pun diubah, dimana harga BBM akan mengikuti harga pasar juga diyakini sebagai salah satu trik untuk mengurangi dolar keluar lebih banyak. Dengan mengikuti harga pasar maka selisih jual beli minyak akan relatif lebih rendah, karena sama-sama mengikuti harga fluktuatif dunia. Indonesia mengimport BBM dari luar negeri mengikuti harga dunia, sedangkan Indonesia mengekspor minyak mentah mengikuti harga minyak dunia pula. Agar selisihnya semakin rendah maka cost dari import BBM harus dikurangi, salah satu tindakan pemerintah adalah memutuskan untuk membubarkan Petral karena diyakini di sana menyumbang cost import BBM yang besar, membangun kilang di Indonesia, mengimport langsung BBM dan minyak mentah tanpa melalui perentara.    Â