Isu panas, dolar tembus Rp. 14000. Peristiwa yang baru pertama kali dalam sejarah RI setelah tahun 1998. Kalau tidak salah pada tahun 1998, rupiah pernah mencapai Rp. 17.000 / dolar. Saat ini banyak diantara kita mengomel. Kengomelan yang datang dari masyarakat itu adalah sesuatu yang wajar karena bisa berdampak pada kehidupan ekonomi mereka. Walaupun rupiah sedang anjlok, namun kita patut bersyukur karena inflasi masih tetap stabil.Â
Kenapa harga dolar bisa sampai setinggi itu? banyak faktor yang menyebabkannya. Sebelum menjabarkan faktor-faktor itu, alangkah baiknya kita samakan persepsi kita. Prilaku uang itu mirip seperti barang, ada supply dan demand. Dikala persediaan dolar di pasar dalam negeri rendah sedangkan permintaannya tinggi maka dipastikan harga dolar akan tinggi, begitu juga sebaliknya yang mana ketika persediaan dolar di pasar dalam negeri tinggi sedangkan permintaannya rendah maka harga dolar akan jatuh. Nah, dari sudut pandang prilaku uang inilah titik patokan kita untuk mengetahui kenapa dolar itu harganya saat ini tinggi?
Sebelumnya, salah satu kompasianer lain telah menjabarkan sudut pandang terkait dolar yang saya pahami dari sudut pandang ekstenal terutama ekspor import indonesia, bahkan beliau melengkapi pandangannya dengan data-data. Saya mencoba melangkapi juga dengan data seadanya saya, dan selanjutnya dicampur dengan dugaan dan opini saya.
Kemudian dolar kembali menunjukkan tren naik dari Maret 2014 hingga pertengahan Mei 2014 yang mencapai Rp. 12.000 an walaupun sempat turun sebentar beberapa hari selama Mei 2014 Rp.11.000 an, namun setelah itu dolar kembali naik hingga akhir Juni 2014 yang mencapai Rp. 12.500 an. Setelah akhir Juni 2014, dolar turun lagi walaupun masih berkisar Rp. 12.000 namun tetap stabil di bawah Rp.12.500 sampai pada akhirnya dolar kembali naik setelah memasuki September 2014 yang kemudian menunjukkan tren naik terus hingga saat ini,Â
Agustus 2015 yang menyentuh Rp.14.000. Namun setelah bulan Agustus 2013, dolar tidak pernah lagi menembus RP. 10.000. Begitulah kira-kira perjalanan si dolar. Di sini menunjukkan kestabilan dolar dikisaran Rp.11.000 hingga Rp.12.000 an sejak pertengahan 2013 hingga November 2014. Setelah itu dolar menginjakkan kakinya di kisaran Rp.13.000 an hingga Rp. 14.000 hingga saat ini.
Apa yang terjadi pada bulan September 2015? sepertinya turun naiknya dolar kala itu terjadi bukan karena isu politik tanah air yang memang sempat ricuh. Namun para pengamat menduga karena faktor ekstenal, seperti isu ISIS yang mulai merebak kala itu, dan mulai bangkitnya ekonomi Amerika Serikat, dan kebijakan ekonomi Rusia kala itu.
Selain karena faktor ekstenal yang terjadi pada bulan September 2014 itu, barangkali faktor internal juga bisa ikut mempengaruhi dolar tidak bisa direm untuk tidak terus naik. Belum diketahui berapa besar persentasi porsi keterlibatan faktor eksternal dan internal dalam menaiknya tren dolar itu sejak September 2014. Mungkin saja benar, bahwa faktor eksternal lah yang lebih dominan mempengaruhi persediaan dolar di pasar tanah air seperti yang disampaikan oleh pemerintah saat ini yang mana selalu "menudh" bahwa faktor eksetenal lah sebagai biang kerok dolar begitu perkasa hingga saat ini.
Terlepas dari persentase besar kecilnya pengaruh faktor intenal, kira-kira faktor intenal apakah yang bisa ikut menyumbang tren dolar tidak bisa direm?
Sebagian orang menduga bahwa kebijakan Presiden Jokowi lah yang menyumbang pengaruh dolar tidak bisa direm. Beberapa kebijakan Jokowi yang diperkirakan ikut mempengaruhi persediaan dolar di tanah air adalah menaikkan harga BBM bersubsidi, kebijakan mempeketat import terutama bahan pangan dan produk-produk jadi maupun komponen pendukung industri tanah air, kebijakan pajak.Â