Dokumen yang ada juga menceritakan bahwa menjelang wafatnya, Bung Hatta, sahabatnya dalam membangun bangsa namun dalam perjalanan pecah kongsi akibat perbedaaan prinsip, sempat menjenguknya. Kedua sahabat yang telah lama tidak berjumpa itu digambarkan bertemu dalam suasana yang sangat mengharukan, walau tidak banyak yang bisa dibicarakan akibat kondisi kesehatan Bung Karno telah amat menurun. Bung Karno akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya di negeri yang diproklamasikan kemerdekaannya pada 21 Juni 1970. Berpulangnya Bung Karno membawa serta berbagai pengetahuan, intelektualitas yang terbangun sejak dini dan amat mewarnai pembentukan fondasi Indonesia, seperti Pancasila dan UUD 1945.
Bung Karno diusir dari Istana dan menjalani tahanan rumah hingga akhir hayatnya. Namun ketika Bung Karno berpulang, ribuan rakyat pula yang mengantarkan kepergiannya ke peristirahatan terakhir. Penguasa kala itu membenci Bung Karno, namun rakyat tidak. Mereka tidak pernah lupa dengan jasa-jasa Bung Karno bagi negeri ini.
Dari kisah getir perjalanan hidup Bung Karno, Putra Sang Fajar, Proklamator Kemerdekaan Indonesia, Â kiranya perlu dipetik pelajaran berharga oleh masing-masing dari kita sebagai warga negara. Janganlah sampai proses pergantian kekuasaan di Republik ini berjalan dengan kegetiran seperti yang pernah dialami Bung Karno. Setiap pemimpin negeri besar ini hendaknya memulai masanya dengan kegemilangan dan mengakhiri pula masanya dengan kegemilangan. Suksesi kepemimpinan yang baik di berbagai tingkatan akan menentukan mulus tidaknya perjalanan Negara Kesaturan Republik Indonesia yang kita cintai ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H