Mohon tunggu...
I Made Bram Sarjana
I Made Bram Sarjana Mohon Tunggu... Administrasi - Analis Kebijakan

Peminat pengetahuan dan berbagi pengetahuan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Ekspektasi Besar Terhadap Eksistensi Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA)

8 Juni 2024   14:46 Diperbarui: 9 Juni 2024   18:16 1137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung Fasilitas Stasiun Bumi BRIN di Biak Numfor, Papua, Rabu (19/4/2023) | KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Setiap organisasi dapat menjalankan fungsinya dengan baik apabila memiliki sumber daya yang memadai. Dari berbagai sumber daya organisasi, menurut Carden, et.al, (2020) Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan pilar yang penting. Hanya dengan SDM yang profesional, berbagai sumber daya suatu organisasi seperti sumberdaya keuangan, peralatan dan teknologi, gedung, serta lahan dapat dikelola menjadi suatu produk barang/jasa yang bernilai/bermanfaat.

Peran penting SDM dalam organisasi ini juga dikemukakan oleh Garavan, et.al, (2016), yang menjelaskan bahwa organisasi yang ingin berkembang harus melaksanakan penguatan SDM, karena SDM yang kuat akan turut membangun kapasitas organisasi.

Pendapat senada juga disampaikan oleh Chang & Huang, (2005) dan Wang, et.al, (2020) yang menyebutkan bahwa SDM yang kuat dapat menunjang kinerja organisasi.

Keberadaan SDM yang profesional tidak dapat tercipta dengan sendirinya. Organisasi yang menjadi tempat bernaungnya SDM, perlu membangun suatu budaya kerja inovatif. 

Menurut Cahyaningsih (2017), agar terbangun budaya kerja inovatif dalam suatu organisasi diperlukan adanya lingkungan yang mendukung serta manajemen pengetahuan.

Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional mengatur tentang pembentukan Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA). Dalam pasal 67  disebutkan bahwa BRIDA mempunyai tugas melaksanakan kebijakan, koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi di daerah secara menyeluruh dan berkelanjutan, dan melaksanakan penyusunan rencana induk dan peta jalan pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di daerah sebagai landasan dalam perencanaan pembangunan daerah di segala bidang kehidupan yang berpedoman pada nilai Pancasila.

Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) sesuai dengan uraian tugasnya merupakan organisasi yang berbasis pengetahuan, riset, inovasi dan teknologi. Hal ini bermakna bahwa BRIDA idealnya, atau dicita-citakan dapat tumbuh dan berkembang menjadi setidaknya dua hal, yaitu 1) terminal pengetahuan tempat bertemunya berbagai pengetahuan dan tempat pengelolaan pengetahuan menjadi suatu produk pengetahuan yang bermanfaat. serta 2) Innovation hub, mengagregasi berbagai ide-ide baru yang dapat melahirkan inovasi di berbagai bidang (Bram, 2023). Oleh sebab itu maka keberadaan SDM yang mencintai dunia riset dan inovasi menjadi kunci sukses eksistensi organisasi BRIDA.

Di sisi lain, pemerintah nampaknya juga memiliki kekhawatiran bahwa keberadaan lembaga BRIDA di daerah tidak akan dapat berkiprah dan berkontribusi terhadap pembangunan daerah akibat berbagai keterbatasan. 

Oleh sebab itu, ketika Peraturan Presiden Nomor 78 tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional mengamanatkan pembentukan BRIDA di daerah namun selanjutnya terbit pula Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pedoman, Pembentukan, dan Nomenklatur Badan Riset dan Inovasi Daerah. 

Pasal 3 ayat (3) dan ayat (4) dalam Peraturan menteri ini mengatur bahwa pembentukan BRIDA oleh pemerintah daerah dilakukan setelah mendapatkan pertimbangan teknis dari BRIN terkait aspek teknis yang meliputi sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi, kesiapan regulasi, kondisi penyelenggaraan riset dan inovasi di Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Kedua peraturan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa di satu sisi pemerintah menginginkan setiap pemerintah memiliki lembaga BRIDA, namun di sisi lain juga mengingingkan pembentukannya tidak dilakukan sekadarnya, tetap memperhatikan aspek kondisi daerah. 

Indonesia sendiri demikian besar dan luas, dengan tingkat pembangunan yang amat beragam. Bagi daerah-daerah yang belum tuntas dengan pelaksanaan urusan wajib pelayanan dasar seperti penyediaan layanan dasar kesehatan dan pendidikan, masih banyak jalanan yang hancur, besaran anggaran terkuras untuk gaji pegawai, tentunya masih terlalu berat atau jauh untuk mampu membentuk sebuah lembaga/perangkat daerah sekelas BRIDA seperti yang diharapkan/diamanatkan peraturan perundang-undangan.

Walau demikian ekspektasi pemerintah terhadap pembentukan BRIDA ini juga demikian tinggi, sehingga peraturan menteri dalam negeri ini secara khusus pula mengatur tentang susunan organisasi, tugas dan uraian fungsi BRIDA sebagaimana disebutkan dalam pasal 8. Substansi peraturan ini diselaraskan dengan kebijakan pemerintah untuk merampingkan birokrasi, sehingga tidak lagi terdapat pejabat eselon III selain Sekretaris Badan, melainkan hanya kelompok jabatan fungsional. 

Sayangnya peraturan ini tidak menjelaskan jenis jabatan fungsional apa saja yang diperlukan untuk memperkuat lembaga BRIDA sesuai dengan tugas dan fungsi yang diembannya. Akibatnya masih ada kegamangan atas gagasan pemerintah membentuk semacam lembaga think tank di daerah ini. 

Di satu sisi pemerintah mengamanatkan pembentukan BRIDA namun di sisi lain bagaimana lembaga ini dapat dibentuk dan diperkuat, tidak demikian jelas, bahkan pasal 13 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2023 tersebut menyebutkan bahwa pembentukan BRIDA dapat diintegrasikan dengan Bappeda.

Hal ini menunjukkan bahwa dari sisi pemerintah terdapat dua kutub pemikiran yang berbeda tentang pembentukan BRIDA. Di satu sisi terdapat kutub pemikiran bahwa pemerintah daerah perlu memiliki lembaga think tank tersendiri yang berupa BRIDA, namun di sisi lain ada pula pemikiran bahwa BRIDA dapat pula cukup menjadi bagian dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda).

Terlepas dari perkembangan yang belum demikian jelas tentang eksistensi lembaga BRIDA di negeri ini, mencermati perkembangan tersebut dapat disimpulkan bahwa:

1) BRIDA merupakan perangkat daerah baru dengan tugas dan fungsi yang berat dan prestisius. Tugas dan fungsi ini berat karena diamanatkan untuk mendorong praktek evidence-based policy atau science-based policy di lingkungan pemerintah daerah. Ini jelas merupakan tantangan berat, karena faktanya adalah sebagian besar kebijakan nampaknya masih berorientasi pada kepentingan politik semata, dari satu pilkada ke pilkada berikutnya. 

2) Masih terdapat gap antara tuntutan tugas dan fungsi organisasi dan kapasitas SDM. Hal ini mengingat terdapat demikian banyak permasalahan pembangunan daerah yang perlu dipecahkan melalui suatu kaji/riset, namun kapasitas aparatur yang memiliki kemampuan melakukan kajian/riset amat sangat terbatas. Bersinergi dengan lembaga perguruan tinggi dapat dilakukan, tentunya diperlukan anggaran untuk pelaksanaannya.

Pada akhirnya kembali pada sumber asal-muasal pemikiran pemerintah tentang pembentukan BRIDA ini yaitu bahwa 

3) Keberadaan BRIDA diperlukan karena kebijakan tanpa landasan kajian/riset berpotensi menimbulkan permasalahan. Bila ada kemauan politik pemerintah untuk mewujudkan hal ini, maka hanya bisa dilaksanakan bila terdapat suatu peraturan yang secara mengatur bahwa kebijakan strategis tertentu harus dilandasi suatu hasil kajian/riset.

Dari identifikasi berbagai masalah seputar pembentukan BRIDA tersebut, bagi daerah- daerah yang telah membentuk BRIDA sebagai bentuk tindak lanjut atas Peraturan Presiden Nomor 78 tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional, dapat disarankan untuk melakukan langkah-langkah berikut:

1) BRIDA perlu memposisikan diri sebagai innovation hub dan coworking space yang berorientasi implementasi kebijakan. Untuk itu BRIA perlu Berkolaborasi dengan akademisi, industri, masyarakat, lembaga riset untuk membangun ekosistem riset yang mampu memproduksi berbagai inovasi.

2) Aparatur BRIDA perlu memiliki kekhasan, kompetensi di bidang Risnovda dan membangun budaya kerja inovatif. Hal ini bermakna bahwa SDM yang bertugas di BRIDA mesti memiliki literasi yang kuat, kuriositas, dan kreatif, menjadi dirinya sebagai manusia pembelajar.

3) Aparatur BRIDA harus agile, sensitif terhadap isu-isu kebijakan pembangunan (Internasional-Nasional-yang berimplikasi pada level lokal). Menjadi aparatur BRIDA bukanlah menjadi "kutu buku", scopus minded, melainkan menjadi insan aparatur yang mengikuti perkembangan, berperan aktif dalam kajian dan riset yang berkontribusi terhadap pemecahan masalah kebijakan/pembangunan daerah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun