Bung Karno adalah Putra Sang Fajar yang menjadi founding father Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Jiwa nasionalisme dan patriotisme telah tumbuh dan mengkristal dalam jiwa Bung Karno sejak muda hingga akhir hayatnya. Bung Karno adalah founding father yang bukan sekadar memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, namun turut berjuang merebut kemerdekaan Indonesia bersama para pejuang kemerdekaan lainnnya.
Satu hal yang perlu dicatat dan selalu diingat oleh generasi masa kini adalah bahwa dalam perjuangan kemerdekaan tersebut Bung Karno sekaligus juga telah merumuskan fondasi politik berdirinya NKRI. Selain mewariskan lahirnya NKRI, yang tidak kalah pentingnya Bung Karno telah mewariskan ide, cita-cita, ajaran, semangat dan sumber inspirasi yang tak pernah habisnya tentang Ke-Indonesia-an yang Bhinneka Tunggal Ika.
Indonesia adalah "badannya" dan Pancasila ajaran Bung Karno adalah "jiwanya" yang membuat Indonesia lahir sebagai sebuah negara-bangsa (nation-state) yang utuh dan paripurna. Untuk mewujudkan sebuah negara-bangsa, ideologi dan visi kebangsaan merupakan "prinsip spiritual" yang mutlak diperlukan, sebagaimana diungkapkan filsuf politik Ernest Renan yang amat terkenal dengan ungkapannya What is a Nation? (Qu'est-ce qu'une nation?).
Bung Karno melahirkan prinsip spiritual yang membangun negara-bangsa Indonesia, yang bersifat universal dan tak akan lekang ditelan zaman. Ide, cita-cita dan visi Bung Karno bahkan tidak hanya tentang Indonesia, bahkan juga tentang tatanan dunia yang baru.
Bung Karno pernah memperkenalkan Pancasila kepada dunia melalui pidatonya "To Build The World A New" (membangun tatanan dunia baru) di hadapan sidang majelis umum PBB ke-15 pada 30 September 1960 yang menggemparkan dunia.
Ajaran Bung Karno telah terbukti dan teruji menjadi "prinsip spiritual", fondasi yang andal dan menjadi perekat bangsa Indonesia. Ajaran Bung Karno tersebar dalam berbagai pidato, artikel dan buku yang pernah ditulisnya.
Amat banyak ide Bung Karno yang dapat menjadi sumber inspirasi bagi generasi saat ini, yang tidak hanya berbicara tentang politik, namun juga tentang ekonomi hingga konsepsi perencanaan pembangunan bangsa (Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana).
Oleh sebab itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita wajib mempelajari dan menggali kembali ajaran Bung Karno agar kita memiliki suatu pegangan, tidak salah arah yang dapat membuat kita menjadi tersesat dan terpuruk.
Dalam konteks pembangunan di masa kini, implementasi ajaran Bung Karno tetap menjadi penting dan relevan. Pancasila sebagai dasar negara yang juga sebagai salah satu ajaran Bung Karno jelas merupakan hal yang mutlak diwujudkan dalam pembangunan. Ketika setiap warga melaksanakan Pancasila, maka NKRI yang terdiri atas daerah-daerah yang bhinneka akan semakin kokoh fondasinya.
Oleh sebab itu Pancasila haruslah terjabarkan secara nyata, tidak hanya sebagai pemanis, atau kemasan semata pada kebijakan pembangunan. Inilah fondasi politik yang dimiliki Indonesia, yang lahir dari rahim Nusantara dan digali oleh Bung Karno.
Pembangunan di berbagai dimensi sudah seharusnya pula berbasis dan dijiwai oleh Pancasila. Pembangunan politik dan demokrasi yang berbasis pada Demokrasi Pancasila bertujuan agar Indonesia berdaulat dalam politik.
Demikian pula pembangunan ekonomi, seharusnya berorientasi pada Ekonomi Pancasila, agar tidak terjadi penghisapan manusia atas manusia lainnya sebagaimana yang terjadi pada perekonomian berbasis kapitalis, tidak mengalami ketergantungan terhadap bangsa lain, atau berdikari dalam ekonomi.
Pembangunan dimensi kebudayaan, dengan jiwa Pancasila bertujuan agar setiap bangsa Indonesia menjadi insan yang beradab, dengan budi pekerti yang baik, berani dan bangga tampil dengan identitasnya sebagai bangsa Indonesia yang memiliki ke-bhinneka-an, berkepribadian dalam kebudayaan.
Ketika ajaran Pancasila digunakan sebagai fondasi dalam memperkuat Indonesia, maka para pembuat  kebijakan pun haruslah memahami sejarah Pancasila dan menjadi insan yang berideologi Pancasila.
Demikian pula seluruh warga negara harus pula memahami dan berideologi Pancasila. Ini tentu saja tugas yang tidak mudah di tengah arus kuat desakan berbagai ideologi lainnya yang merasa mampu menjadi alternatif bagi Indonesia, padahal sejatinya tidak berakar dan tidak sesuai dengan kondisi sosio kultural Indonesia.
Relevansi Pancasila untuk menjadi senjata ampuh Indonesia dalam menghadapi tantangan internal maupun eksternal dapat dilihat apabila kita telah mencoba untuk sedikit mengupas makna setiap sila Pancasila. Dari upaya mengupas dan mencerna makna setiap sila Pancasila, makin akan muncul kesadaran bahwa memang ajaran Pansila inilah yang cocok dan sesuai untuk Indonesia. Kupasan secara singkat atas setiap sila dalam Pancasila adalah sebagai berikut.
Pancasila dengan sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa itu berarti kehidupan yang berlandaskan pada ke-Tuhanan, sehingga pembangunan bertujuan mewujudkan suatu tatanan masyarakat menjunjung kehidupan beragama dan toleransi antar umat beragama, tidak ada radikalisme yang merongrong kedamaian kehidupan.
Sila kedua Kemanusiaan yang Adil dan Beradab mengamanatkan bahwa pembangunan berorientasi pada upaya mewujudkan masyarakat yang taat asas (hukum formal maupun norma) sebagai rambu-rambu dalam berperilaku.
Sila ketiga Persatuan Indonesia menunjukkan kewajiban pemerintah untuk mampu memberikan pengayoman dan menyatukan berbagai komponen pembangunan untuk mencapai satu tujuan yang sama.
Sila ketiga ini terkait pula dengan ajaran Bung Karno tentang Gotong-royong, karena esensinya adalah persatuan dan kesatuan untuk mencapai satu tujuan bersama. Pemerintah dengan keterbatasan yang ada tidak mungkin berhasil bekerja sendiri tanpa dukungan komponen lainnya.
Oleh sebab itu jiwa dan semangat Gotong-royong harus dipupuk. Gotong-royong dalam kerangka Persatuan Indonesia dimulai dari hal kecil, dari lingkup keluarga, lingkungan, desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi hingga nasional.
Sila keempat Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyarawatan Perwakilan perlu kita perkuat dari berbagai tingkatan. Sila ini mengajarkan kita untuk mengedepankan sikap yang bijaksana dalam pengambilan keputusan, demokratis dalam musyawarah mufakat. Melalui sila ini kita diajarkan untuk menghindari tirani mayoritas ataupun tirani minoritas dalam proses membuat keputusan.
Hakekat pemimpin di negara yang bhinneka adalah mengayomi dan mempersatukan untuk mencapai satu tujuan bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sila kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia merefleksikan cita-cita mewujudkan Indonesia yang sejahtera material dan spiritual untuk seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian sila tersebut mengamanatkan kebijakan pembangunan yang melindungi dan memberdayakan golongan yang rentan/lemah, menjaga agar laju pembangunan tidak semakin memperlebar kesenjangan antara kaya dan miskin. Â
Sila kelima ini terkait erat dengan ajaran Bung Karno tentang Marhaenisme, keberpihakan Bung Karno terhadap wong cilik, rakyat kecil, masyarakat miskin yang kehidupannya amat dipengaruhi oleh penguasa atau pemilik modal.
Apabila seorang pembuat kebijakan berideologi Pancasila, maka kebijakan pembangunan tentunya berorientasi pada keadilan sosial, sehingga pemerintah wajib hadir dan tidak boleh mengabaikan kaum marhaen.
Tentunya perlu digarisbawahi pula bahwa keberpihakan pada masyarakat kecil yang membutuhkan perlindungan sosial berbeda dengan kebijakan yang populis, sekadar pencitraan dan berorientasi jangka pendek demi raihan suara pada pemilihan umum.
Oleh sebab itu ketika suatu kebiijakan ditujukan untuk menangani permasalahan ketimpangan pendapatan, diperlukan tidak sekadar program-program perlindungan sosial yang berwujud bantuan sosial, namun diperlukan juga upaya pemberdayaan.
Pemberdayaan menjadi penting agar setelah mendapatkan bantuan, kaum marhaen/wong cilik dapat menggali potensi diri dan kekuatannya sendiri, tidak sepanjang hayat mengandalkan bantuan dari pemerintah, sehingga mampu berdikari.Â
Pada akhirnya para pembuat kebijakan pembangunan perlu menggali kembali apa hakekat yang ingin dicapai dari suatu kegiatan pembangunan, apakah kemajuan material semata atau mencakup pula kemajuan spiritual. Haluan diperlukan agar pembangunan tidak kebablasan dan salah arah. Berbagai ajaran Bung Karno menjadi sumber inspirasi yang dapat memperkokoh haluan pembangunan.
Masih terdapat banyak pula ajaran Bung Karno lainnya yang dapat menjadi inspirasi dan haluan dalam pembangunan. Haluan yang jelas dan tegas menjadi amat penting sebagai instrumen dalam menghadapi tantangan pembangunan, seperti bagaimana memanfaatkan bonus demografi Indonesia untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing Indonesia.
Bonus demografi yaitu suatu kondisi ditandai dengan komposisi 70 persen populasi berada dalam kelompok usia produktif ini sudah mulai terjadi pada tahun 2020 diperkirakan akan mencapai puncaknya pada sekitar tahun 2030.
Ketika setiap penduduk berusia produktif ini benar-benar menjadi insan dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan produktif di berbagai lini, serta berideologi Pancasila, maka Indonesia niscaya akan keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah. Indonesia akan dapat meraih impian Indonesia Emas 2045, menjadi bangsa dan negara yang besar serta dihormati maupun disegani negara-negara lainnya di dunia. Ini adalah perjuangan besar dan berat, dan telah menjadi cita-cita para pejuang kemerdekaan, para pendiri NKRI.
Segala bentuk kemajuan yang diraih dan dicapai Indonesia akan sangat rapuh ketika tidak dibangun dengan fondasi yang kuat, yaitu Pancasila. Pancasila adalah senjata yang telah diwariskan leluhur Nusantara dan digali Bung Karno untuk Indonesia, sepanjang masa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H