Pembangunan di berbagai dimensi sudah seharusnya pula berbasis dan dijiwai oleh Pancasila. Pembangunan politik dan demokrasi yang berbasis pada Demokrasi Pancasila bertujuan agar Indonesia berdaulat dalam politik.
Demikian pula pembangunan ekonomi, seharusnya berorientasi pada Ekonomi Pancasila, agar tidak terjadi penghisapan manusia atas manusia lainnya sebagaimana yang terjadi pada perekonomian berbasis kapitalis, tidak mengalami ketergantungan terhadap bangsa lain, atau berdikari dalam ekonomi.
Pembangunan dimensi kebudayaan, dengan jiwa Pancasila bertujuan agar setiap bangsa Indonesia menjadi insan yang beradab, dengan budi pekerti yang baik, berani dan bangga tampil dengan identitasnya sebagai bangsa Indonesia yang memiliki ke-bhinneka-an, berkepribadian dalam kebudayaan.
Ketika ajaran Pancasila digunakan sebagai fondasi dalam memperkuat Indonesia, maka para pembuat  kebijakan pun haruslah memahami sejarah Pancasila dan menjadi insan yang berideologi Pancasila.
Demikian pula seluruh warga negara harus pula memahami dan berideologi Pancasila. Ini tentu saja tugas yang tidak mudah di tengah arus kuat desakan berbagai ideologi lainnya yang merasa mampu menjadi alternatif bagi Indonesia, padahal sejatinya tidak berakar dan tidak sesuai dengan kondisi sosio kultural Indonesia.
Relevansi Pancasila untuk menjadi senjata ampuh Indonesia dalam menghadapi tantangan internal maupun eksternal dapat dilihat apabila kita telah mencoba untuk sedikit mengupas makna setiap sila Pancasila. Dari upaya mengupas dan mencerna makna setiap sila Pancasila, makin akan muncul kesadaran bahwa memang ajaran Pansila inilah yang cocok dan sesuai untuk Indonesia. Kupasan secara singkat atas setiap sila dalam Pancasila adalah sebagai berikut.
Pancasila dengan sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa itu berarti kehidupan yang berlandaskan pada ke-Tuhanan, sehingga pembangunan bertujuan mewujudkan suatu tatanan masyarakat menjunjung kehidupan beragama dan toleransi antar umat beragama, tidak ada radikalisme yang merongrong kedamaian kehidupan.
Sila kedua Kemanusiaan yang Adil dan Beradab mengamanatkan bahwa pembangunan berorientasi pada upaya mewujudkan masyarakat yang taat asas (hukum formal maupun norma) sebagai rambu-rambu dalam berperilaku.
Sila ketiga Persatuan Indonesia menunjukkan kewajiban pemerintah untuk mampu memberikan pengayoman dan menyatukan berbagai komponen pembangunan untuk mencapai satu tujuan yang sama.
Sila ketiga ini terkait pula dengan ajaran Bung Karno tentang Gotong-royong, karena esensinya adalah persatuan dan kesatuan untuk mencapai satu tujuan bersama. Pemerintah dengan keterbatasan yang ada tidak mungkin berhasil bekerja sendiri tanpa dukungan komponen lainnya.
Oleh sebab itu jiwa dan semangat Gotong-royong harus dipupuk. Gotong-royong dalam kerangka Persatuan Indonesia dimulai dari hal kecil, dari lingkup keluarga, lingkungan, desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi hingga nasional.